20. Gengsi

20 2 1
                                    

Hai semua, terimakasih karena sudah menantikan cerita ini. Selamat membaca ya💗
***

"Gue butuh tes DNA." Arjun berucap lagi, tetap sama. Ucapan itu terlontar tanpa melihat Avelia.

Avelia mengangguk. "Kebetulan besok pertama kali gue cek ke rumah sakit. Nanti gue konsultasi dulu sama dokternya."

Tidak perlu menolak, dan menyangkal. Avelia berucap mantap. Tidak ada yang harus di takutkan jika itu dapat menyakinkan Arjun bahwa yang berada di kandungannya itu adalah anaknya.

Mendengar penuturan Avelia membuat Arjun menoleh pada gadis itu. "Lo bego?"

Seketika kening Avelia mengernyit heran sekaligus tidak suka akan ucapan yang Arjun ucapkan. Apakah tidak ada kata-kata yang layak diucapkan untuk sesama manusia?

"Kenapa nggak lo cek dari awal?" tanya Arjun yang menatap Avelia dengan tatapan yang sulit di artikan. Jujur saja laki-laki itu cukup terkejut akan ucapan Avelia.

Bukankah kehamilan begitu sensitif? Setiap ibu hamil harus mengecek kandungannya secara rutin dan berkala seusai mengetahui jika mereka tengah mengandung. Namun, kenapa Avelia tidak mau melakukan itu? Itu dapat membahayakan ibu beserta calon anaknya.

"Untuk menginjakkan kaki di rumah sakit itu rasanya berat, terlebih lagi karena gue hamil." Avelia menjeda ucapannya dengan mengambil napas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan.

"Gue harus bangun mental tinggi-tinggi, supaya nantinya siap akan cibiran orang lain." lirih Avelia, gadis itu memilin ujung bajunya.

Takut? Tentu saja. Belum siap? Jangan di tanya. Harus terlihat baik-baik saja? Mau tidak mau!

Apalagi yang harus Avelia lakukan selain menyembuhkan mentalnya sendiri. Menunggu orang lain? Itu sulit, yang ada hanyalah hinaan yang akan mengarah untuknya.

Mendengar itu Arjun tertegun, ternyata selama ini Avelia begitu kesakitan. Tercetak jelas dari raut wajahnya, Arjun dapat melihat itu. Walau selalu melihat dan membuat gadis itu selalu di landa ketakutan, akan tetapi kali ini terlihat berbeda.

Arjun tergerak untuk menenangkan Avelia hanya saja, ego miliknya tidak akan pernah terlepas dari tubuhnya.

Dengan nada rendah. Namun, terdengar cukup lembut, Arjun berucap. "Nunggu basi dulu baru minum susunya?"

Walau terlihat kasar dalam berbicara. Namun, hanya itu yang bisa Arjun utarakan untuk mengalihkan perasaan sedih pada Avelia. Caranya memang sedikit aneh, akan tetapi itulah seorang Arjuna Dirgantara.

Arjun tidak bisa menunjukkan sikap yang seolah-olah dia sudah menerimanya. Laki-laki itu harus berucap ketus, dan sedikit menyakitkan agar Avelia tidak bergantung padanya. Karena jika sudah bergantung, akan di pastikan gadis itu akan makin lemah dan itu tidak bisa Arjun biarkan.

Di masa yang akan datang, dapat Arjun pastikan akan ada masalah yang cukup rumit menghantam mereka berdua dan mulai dari sekarang, Avelia harus cukup kuat. Arjun berharap dengan dirinya yang dulu menyakiti Avelia secara fisik maupun batin dapat membuat gadis itu lebih kuat dan lebih tenang dalam menghadapi masalah.

Namun, Arjun tidak dapat berbuat demikian lagi, entah kenapa rasa tidak tega mulai menghampiri semenjak Arjun mengetahui bahwa Avelia tengah mengandung.

Avelia berdecih mendengar perkataan Arjun yang menurutnya sangat sadis. Perasaan sedih yang tadi sempat mampir pun langsung sirna.

"Bisa nggak si lo kalau ngomong itu yang baik, kasar banget!" lalu Avelia mulai meneguk susu buatan Arjun hingga habis tak tersisa, tanpa menyadari jika di sekitar area bibirnya terdapat bekas susu yang menempel.

AVELIA (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang