15

2.6K 447 7
                                    

Dasar ceroboh. Aku hanya bisa menelan pil pahit, menerima kenyataan dengan lapang dada. Jangankan meminta Clover menemaniku bertemu Deon, memikirkan alasan menjelaskan ini dan itu pun terlalu berat. Mau tidak mau aku pun memberanikan diri kembali, menemui Deon, dan mengambil tas.

Aku tidak peduli dengan tas. Benda itu bisa dibeli di mana pun dengan beragam harga, tinggal pilih sesuai selera. Namun, beda cerita dengan ponsel. Bagaimana, ya? Hmm ponsel seperti diriku yang kedua. Benda mungil canggih yang menyimpan bermacam rahasia sekaligus memberi akses ke sejumlah hal. Beli lagi, sih, mudah. Tapi, beda cerita dengan email, nomor kontak, rekam percakapan, dan oooooh aku tidak mau ada orang usil memanfaatkan kecerobohanku.

Lucunya, ya. Lucu. Deon tidak mengatakan apa pun yang cukup menyakitkan terkait kemunculanku. Dia hanya berpesan agar aku hati-hati. Iya, sih, dia bicara baik sekali seperti calon presiden di kala pemilu. Hanya saja bibir Deon telanjur menyunggingkan senyum jenaka yang kuartikan sebagai: “Dasar ceroboh. Bagaimana bisa kamu melupakan benda penting?” Omong kosong! Berani taruhan dia tidak keberatan menertawakanku secara habis-habisan. Sumpah!

Pada akhirnya ketika berhasil menemui Clover, yang mengamatiku dengan tatapan ingin tahu, aku hanya bisa bungkam. Jangan ajak bicara sebab aku ingin berubah jadi Ultraman Nexus! Biar saja kuhancurkan seluruh dunia beserta isinya. Sekalian menutup semua aibku. Keterlaluan dengan segala kebetulan dan pertemuan. Ingin kuamuk Deon, tapi sadar diri ... sadar nyawa. Mohon maaf, aku masih ingin makan enak.

“Kenapa wajahmu cemberut gitu?” tanya Clover ketika kami berhasil sampai di apartemen milikku.

Lekas kulempar tas secara serampangan dan mengamankan ponsel ke dalam kamar. Tenaga dalam diriku seakan diperas habis hingga tinggal tetes-tetes menyedihkan.

“Kamu terlihat berantakan, Kitty.”

Clover memilih duduk di sofa. Dia melirik jejeran buku yang ada di rak.

Oh selalu ada buku di mana pun. Aku butuh referensi dan obat terapi. Sekalipun cerita yang kutulis masuk katageri berdarah, tetapi sebenarnya bacaanku cukup beragam. Orang bisa menemukan puisi, nashkah drama, ataupun novel di setiap sudut ruangan milikku. Aku bahkan punya buku yang membahas mengenai burung sampai kutu.

Tidak ada salahnya baca hal berbeda. Justru membaca bisa membuat orang semakin lega atau semakin sinting bila yang dibaca tulisan sejenis dengan buatanku.

“Lelah, Kak.”

Aku berjalan gontai menuju dapur. Kubuka lemari es, meraih botol air. Kemudian kucari gelas, menuang air ke dalamnya. Cepat-cepat kuteguk air agar dahaga dalam diriku terbilas.

“Apa kamu baru ketemu orang kurang ajar?” Clover menarik sebuah buku dari rak terdekat. Sejenak ia amati kover berwarna merah. “Aku bisa mengurusnya.”

Maksud Clover mengenai mengurus sudah pasti ada kaitannya dengan membalas dendam. Jangan tertipu penampilan kakakku. Di luar dia terlihat kalem, tapi aslinya....

Pernah ada cowok, saat aku SMP, suka menggangguku. Dia menarik rambutku, kadang memasukkan serangga ke sela buku milikku, atau melempar sepatuku ke atas atap. Pokoknya teman sekelas kurang ajar deh.

Oke, semua orang pasti pernah setidaknya satu kali bertemu anak semacam itu, ya? Kuberi tahu saja, pengalaman tidak menyenangkan. Apalagi bila diri sendiri yang jadi korban. Alhasil aku mengadu kepada Clover, kuberi tahu saja nama, alamat, pokoknya semua informasi yang bisa kuperoleh mengenai anak itu.

Masih teringat jelas dalam ingatanku saat Clover berkata, “Iya, akan kuurus.” Ternyata dia sungguh menyelesaikan urusan tersebut dengan cara me-na-kut-kan. Aku tidak tahu metode tepatnya, tapi semenjak itu anak menyebalkan itu memutuskan pindah sekolah. Jadi, aku terbebas dari gangguan.

Mr. Villain is Too Perfect (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang