Chapter 9 - Keep asking

239 9 0
                                    

waw votenya meningkat ya ;)
ni chapter bisa yuk lima vote dan satu komen je baru aku besok next part lagi 🥹

**

Semalaman tak mandi badan Hera terasa lengket.

Berniat membersihkan diri, gadis muda itu merapikan kasur dulu. Setelah rapi barulah ia berjalan ke kamar mandi. Saat masuk fasilitas di sana lumayan lengkap. Ada amenities, bathup, smart closet, lemari-lemari kecil, gantungan rak, shower, bahkan keramiknya pun menggunakan marmer yang indah dilihat.

Di samping wastafel sudah tersedia sabun, sampo, sikat gigi— anehnya seperti yang sering Hera gunakan.

Walau merasa aneh kenapa kebetulan seleranya sama dengan milik Hera di apartemen, Hera tak punya waktu sehingga menanggalkan bajunya satu per satu. Dalam keadaan telanjang, ia menatap diri menyentuh bagian bawah kelopak matanya. Beberapa hari lalu ia kesulitan tidur. Hera bermimpi aneh hingga membuatnya tidak bisa memejamkan mata dengan baik. Mimpi itu dalam beberapa minggu ini terus menghantui. Namun hari ini lumayan membaik.

Sekarang kantung matanya tak seperti zombie, tidak menghitam lagi layaknya panda. Lumayan fresh karena jam tidurnya sangat berlebihan.

Biasanya Hera akan terbangun di pagi hari beberes lalu bekerja dan bekerja. Unit apartemennya hanya ditinggali kala malam hari untuk merebahkan diri. Lebih tepatnya untuk istirahat. Bahkan hari Sabtu Minggu pun juga bekerja.

Hera tidak pernah libur mencari uang. Mirisnya, sudah giat bekerja tapi tak kaya-kaya. Uangnya selalu habis tidak tersisa.

Hampir setengah jam, Hera baru keluar dari kamar mandi. Ia duduk di kursi mengusap rambutnya yang basah dengan handuk kecil supaya cepat kering. Kala bercermin, Hera baru ingat kalau sekarang pukul empat sore, bagaimana nasib pekerjaannya?

Hera hanyalah seorang pengantar bunga. Biasanya dari pagi sampai siang ada jadwal pengantaran lalu sisa waktunya digunakan berjumpa dengan klien, bertukar ide mencari desain yang cocok untuk tema pesta yang disiapkan.

Matilah aku, batin Hera menjerit sambil memukul kepalanya pelan.

"Semua gara-gara pria itu. Andai dia tidak meminta bertemu, aku tidak akan terjebak di kamar ini. Oh Tuhan, bagaimana nasib pekerjaanku." Tadi dalam hati, sekarang Hera mengomel pelan sambil menyisir rambutnya.

Hera baru bekerja enam bulan di toko bunga milik Madame Rose. Seketika ia mendesah pasrah menerima nasib esok hari akan dipecat. Walau pekerjaan tersebut cukup lelah dengan gaji yang tak seberapa, ia bersyukur karena di jaman sekarang meskipun sudah lulus kuliah sangat sulit mencari pekerjaan kalau bukan dimasukkan orang dalam. Hera mencoba semaksimal mungkin memasukkan lamaran pekerjaan tapi belum ada panggilan interview dari perusahaan manapun.

Selesai menyisir, Hera meraih paper bag. Memakai pakaian yang disediakan tanpa banyak komentar. Entah siapa yang membeli, ukuran XS sangat pas melekat di tubuh Hera yang ramping.

"Bajunya cantik." celetuk Hera ketika bercermin penuh kekaguman memandangi dirinya yang seumur-umur baru memakai barang branded.

Gaji bulanannya pun rasanya tidak akan cukup untuk membeli oufit hari ini.

Kurang lebih lima belas menit Hera mengaca, namun tidak pernah berkicau sedikit pun memuji diri sendiri kalau dia cantik. Tak pernah terbersit dalam benaknya kalau dia pantas menggunakan pakaian mahal itu.

Selain merasa rendah diri pada ketidakmampuannya dalam mencoba hal lain, Hera juga tak percaya diri pada penampilannya yang kata kebanyakan orang tubuhnya terlalu kurus.

Tak perlu berlama-lama lagi, Hera siap melangkah keluar namun ternyata pintu terkunci dari luar.

"Gimana sih katanya suruh cepetan tapi dikunci." gerutu Hera dengan suara lembut, mencoba sekali lagi menarik gagang pintu namun hasilnya sama tidak ada yang membukakan dari luar sana.

MADDEST OBSESSION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang