Chapter 22 - Not a good person

424 17 5
                                    

Keesokan harinya setelah berhari-berhari tak masuk kerja, Hera dipanggil ke ruangan Madame Rose.

Dari pagi sudah sibuk mendapat banyak pesanan. Hera kewalahan mengantar bunga dari sudut rumah satu ke rumah lainnya. Ia dipercaya klien mengurus acara ulang tahun anak kecil sekitaran perumahan mewah berjarak tiga kilometer dari lokasi toko bunga, sehingga Hera disibukkan membantu dekorasi taman, merangkai dan meletakkan di tempat yang pas untuk kebutuhan pesta.

Hera baru pulang ke Laduree Flower Shop pukul dua dan lagi-lagi karena sibuk, ia melewatkan jam makan siang. Untungnya di pagi hari sebelum berangkat, ada Reins yang mengantar laundry yang tak sempat diambil Melanie ke apartemen barunya. Dan Reins pula yang berjasa mendapatkan apartemen yang lokasinya strategis namun harganya murah. Pun layak ditempati.

Reins seorang koki membuat sandwich lezat untuk porsi dua orang. Karena Melanie tidak di rumah, Hera menolak makan bersama. Lebih baik ia memakan sandwich isi daging, telur ditambah beberapa sayuran yang telah disiapkan, dinikmati di dalam bus.

Sudah di dalam ruangan Hera menunduk pasrah, bingung bagaimana menjelaskan kondisi alasan membolos kerja. Tak memungkiri bukan bolos kerja tapi karena sakit yang disebabkan diri sendiri.

"Kau sudah sembuh, Hera?" tanya Madame Rose dari singgah sananya. Melalui kaca mata bacanya yang melorot sampai hidung, wanita paruh baya itu menatap Hera menunggu dijawab.

"Sudah sembuh, Madame. Maaf untuk beberapa hari sebelumnya saya tak masuk kerja dan tidak izin juga. Madame bisa potong gaji saya selama saya tak masuk."

Madame Rose bukan termasuk bos jahat yang jika tak masuk kerja asal potong uang harian atau uang makan. Dia termasuk baik hati memberi makan siang gratis walau seadanya. Apa yang dimakan dihari itu akan diberikan menu yang sama.

"Tak masalah, kekasihmu juga sudah mengganti walau pada akhirnya aku balik transfer."

Penyebutan kekasihmu, sebenarnya menganggu Hera namun dia tak mau menjelaskan apa-apa kalau dia tak nyaman.

"Kenapa ditransfer balik?"

"Semua orang memang suka uang apalagi diberi cuma-cuma. Apalagi nominal yang diberikan cukup besar. Namun aku memiliki pemikiran berbeda." Madame Rose melihat Hera dalam-dalam. "Aku menganut hutang nyawa memiliki point lebih berharga."

"Lain kali berkabar, Hera. Aku cemas kau tak masuk kerja takut ada apa-apa di jalan. Aku kepikiran hingga mendatangi apartemenmu lalu Melanie menjelaskan kau bersama dengan siapa. Jika putraku belum bertunangan, sudah kujodohkan kalian berdua." Terdengar dari suaranya, Madame Rose perhatian.

"Putra Anda bisa mencari yang lebih baik dariku. Dari segi mana pun saya tak layak, Madame." Hera merasa tidak pantas disandingkan dengan putra Madame Rose yang notabene-nya adalah professor di salah satu perguruan swasta di Toronto. Apalagi putra Madame Rose bertunangan dengan wanita yang tepat. Asal usul keluarganya bermartabat, tidak berantakan sepertinya.

Madame Rose akan mendapat menantu aktris yang kepribadiannya sangat baik, dermawan, sering berbagi dan high class. Hera pernah bertemu dan bisa menilai. Dari segi penampilannya pun tidak seksi. Lebih sederhana dan sering memakai dress selutut. Menurut Hera itu sopan karena yang ia tahu kebanyakan artis akan memakai pakaian terbuka. Keduanya setara. Gelar pendidikannya pun sama.

Madame Rose ingat bahwasanya dia meminta Hera datang karena ingin membahas sesuatu tentang masa depan pekerjaannya. Ia langsung berkata, "Omong-omong gajimu masih aman dan ini hari terakhirmu kerja."

Hera kaget apakah semua ini ulah Calvin? Kenapa pria itu tak membiarkan hidupnya tenang. Kemarin kesehatan dan sekarang terkait pekerjaan.

Kenapa dia ikut campur? Apa yang dia rencanakan.

"Apa saya dipecat karena hal itu, Madame?" tanya langsung Hera.

Madame Rose beranjak dari kursi goyang. Mengambil tongkat di pinggir lemari untuk membantunya berjalan. Karena tahu kaki Madame Rose pernah mengalami kecelakaan, Hera memegang lengannya lalu di duduk di sofa yang cukup untuk dua orang.

Di rasa posisi duduk sudah nyaman, Hera menoleh memberikan amplop yang ia sudah duga adalah gajian terakhirnya. Setelah ini Hera tidak tahu harus bekerja apa. Melanie sempat menawarinya bekerja di klub malam tempatnya bekerja, namun ditolak karena tidak mau kerja di tempat dunia malam. Hera memang bukan orang taat agama. Yang ia pikirkan adalah kesehatan dirinya yang tidak bisa berinteraksi baik dengan orang lain. Orang anti sosial sepertinya tidak cocok di tempat keramaian.

Hera mau tidak mau menerima amplop putih yang disodorkan, di masukkan ke dalam kantong jeans. "Terima kasih, Madame."

"Bukan hanya kau saja yang dipecat. Orang yang bekerja denganku mencapai lima orang. Aku berencana menutup toko bunga karena akan pindah ke Melbourne. Suamiku pindah cabang dan naik pangkat dialihkan ke sana. Kalian bisa bekerja di sini sampai seminggu ke depan sebelum menemukan pekerjaan baru." Madame Rose menjelaskan agar Hera tak salah paham.

"Terima kasih, Madame. Anda baik sekali."

"Kau yang baik sekali, Hera. Aku ingat pertama kali bertemu denganmu kau menolongku dari kematian."

Madame Rose tiba-tiba mengenang masa lalu kala dia dirawat di IGD karena kecelakaan mobil. Ia membutuhkan golongab darah AB namun persediaan rumah sakit kosong. Suaminya memiliki golongan berbeda. Putra semata wayangnya pun mengikuti golongan sang ayah. Entah apa yang dilakukan Hera di sana, gadis itu mendengar suster dan kebetulan darahnya cocok sehingga gadis asing berani menawarkan diri mendonorkan darahnya padahal kenyataannya ia takut jarum suntik.

Selang beberapa hari sudah sembuh, Madame Rose dan suaminya mengetahui identitas dan mendatangi Hera ke apartemen dan menawari sebuah pekerjaan yang disetujui.

"Kejadian itu sudah tujuh bulan berlalu. Jangan diungkit lagi, Madame." Hera menyentuh telapak tangan Madame Rose, mengelusnya karena tak enak dibahas terus kalau sedang berduaan. "Kebaikan saya bukan apa-apa. Anggap saja mutualisme. Saya menolong karena hati nurani saya tergerak membantu sesama. Berkat itu juga, saya mendapat pekerjaan di saat saya ingin kuliah sambil bekerja. Saya bisa membayar wisuda dan kebutuhan lain."

"Justru saya senang mempekerjaan orang baik sepertimu."

Hera tidak tahu harus menanggapi apa lagi sehingga pamit undur diri. Ia masuk ke dalam kamar mandi. Membasuh muka beberapa kali sampai pikirannya jernih. Namun yang dilakukan tidak berefek apapun.

Hera tatap pantulan diri di cermin. Ia tak sebaik itu. Kadang kala dia menyesal sudah menjadi orang baik. Tapi ia tak pernah menyesal mendonorkan darahnya ke Madame Rose. Tubuhnya masih baik-baik saja. Tidak sebanding dengan apa yang dialami sebelumnya. Ia menyesal atas kejadian tiga tahun silam. Impiannya telah hancur karena sok menjadi pahlawan menolong orang yang pada akhirnya membuat kakinya cedera sampai harus mengubur keinginannya menjadi ballerina.

Itulah yang Hera sesali seumur hidup.

Aku bukan orang baik, Madame. Aku pamrih. Saat kau kecelakaan di lampu merah, kebetulan aku di sana dan mencoba peruntukkan barang kali menolong orang lagi akan ada kebaikan yang terbalas sehingga aku mengikutimu sampai rumah sakit dan nyatanya berhasil.

Andai bisa memutar waktu, Hera tak mau menolong orang yang kecelakaan mobil tiga tahun silam.

TO BE CONTINUED

Chapter ini terakhir yg ku draft dan mungkin bakalan lama untuk update part selanjutnya, mungkin kalo ramai vote dan komen aku bakal berusaha ngedraft dan cepet lanjut

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MADDEST OBSESSION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang