Seperti halnya yang dilakukan dokter pada umumnya, wanita dewasa itu merogoh saku untuk mengeluarkan stetoskop, duduk bersebrangan dari tempat Calvin, menempelkan benda itu di tengah-tengah dada Hera.
"Maaf aku periksa dulu keadaanmu."
Alat itu mendeteksi detak jantung Hera. "Santai, jangan takut, jangan cemas, aku dokter sungguhan. Abaikan pria di sebelahmu karena dia bukan orang jahat. Memang seringainya wajahnya seperti itu jarang menampilkan senyum." Sang dokter mencoba mencairkan suasana namun Hera tidak tertarik pada lelucon orang asing.
"Bagaimana bisa aku berpikir kalian tidak akan bertindak jahat, sedangkan aku terbangun di tempat yang bukan di kamarku bersama dengan orang asing yang aku pun tak mengenalinya." cerocos Hera belum percaya sepenuhnya. Dokter itu terkekeh mendengar pernyataan Hera yang benar adanya mereka adalah orang asing.
"Dokter, bisakah kau beritahu lokasiku?" tanya Hera melembut. "Benar kata temanku seharusnya aku tak mempercayai orang asing. Tapi aku berharap kau satu-satunya yang bisa menyelamatkanku keluar dari sini. Sebagai dokter, bukankah tugasnya juga menolong pasien? Bantu keluarkan aku dari sini. Aku merasa dalam bahaya, dokter." Hera bersuara lirih meminta bantuan. Otaknya sudah berpikir negatif sampai senyum manis terulas dari dokter cantik itu.
"Jika tidak bisa percaya pada Calvin, bisa percaya padaku doktermu. Namaku Eilish Gallegos seorang dokter ahli bedah. Sekarang kau pasienku jadi dengarkan aku. Tarik napas buang napas. Lakukan berulang kali sampai kau merasa tenang."
Hera menurut menarik napas dalam-dalam kemudian membuangnya perlahan. Dokter Eilish terkekeh rendah tiba-tiba. "Bagus seperti itu. Tapi jangan terlalu tegang karena detak jantungmu berdegup sangat kencang seperti orang yang kasmaran."
"Lebih tepatnya seperti anak kelinci berada dalam kurungan serigala menunggu siap untuk dimakan." ralat Hera menyamai dirinya seolah akan menjadi santapan lezat perburuan.
Sekali lagi dokter yang memeriksa tak kuat menyembunyikan kekehannya lagi. Pasiennya gugup jadi terlihat lucu. Apalagi wajah paniknya tak terkontrol. Sementara Calvin tak bersuara. Ia menggunakan matanya memantau. Ia mematung melihat interaksi keduanya. Sedang Hera mencoba mengontrol irama jantungnya yang tak berhenti berdebar karena takut apa yang diucapkan sembarang tadi menjadi kenyataan.
Eilish memeriksa keadaan Hera lagi walau dia sendiri tidak mengenal siapa dan nama pasiennya. Beberapa jam lalu, Eilish dihubungi oleh adik kurang ajarnya— Elliot, meminta bantuan dan tidak boleh dibantah demi memeriksa seorang gadis yang pingsan atas perintah bos besarnya.
Sempat melayangkan pertanyaan relatif, kenapa tidak dibawa ke rumah sakit melainkan dilarikan ke penthouse milik Calvin yang hari itu baru dibeli, sayangnya jika yang meminta pertolongan Calvin Williams, Eilish yang juga salah satu anak buahnya menurut.
Sempat berpikir, entah kenapa Calvin rela menghamburkan uangnya demi membeli sebuah penthouse yang pastinya tidak bakal ditinggali. Yang pastinya hanya ditempati satu kali karena pria itu tak ada kegiatan apa pun di Amerika Serikat. Sejak tiga tahun lalu, Calvin melarikan diri, tidak mau tinggal di Amerika Serikat lagi hingga memutuskan membangun mansionnya sendiri di Buenos Aires, Argentina.
"Mungkin penyebab kau pingsan karena terlalu stres berlebihan dan mengalami tekanan yang sangat berat. Jantungmu sekarang masih berdentum keras sampai kupikir kau memiliki riwayat darah tinggi."
"Aku mempunyai riwayat darah rendah." Hera menggeleng, tidak membenarkan diagnosa dokter Eilish.
"Sejujurnya aku hanya takut berada ditempat asing sehingga tak bisa mengontrol diriku sendiri." Hera berterus terang. Kakek neneknya orang pedesaan yang selalu mengajarkan nilai kejujuran, tak dibiasakan untuk berbohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
MADDEST OBSESSION
RomanceCERITA INI MENGANDUNG UNSUR ADEGAN DEWASA, KEKERASAAN DAN KATA-KATA KASAR. BIJAKLAH DALAM MEMBACA! DARK ROMANCE 21+ | Semula terjadi karena Calvin Williams tiga tahun terakhir selalu mencari keberadaan sosok gadis bernama Hera. Gadis cantik jelita i...