Chapter 20 - Stay on track

173 9 0
                                    

Begitu menggeser pintu, rupanya Calvin telah menunggu. Itu tandanya sang asisten telah memberitahu akan kedatangan dirinya.

Ruangan dalam gym nampak sepi padahal di luar, Hera bisa hitung ada penjaga yang memakai pakaian formal sekitar lima orang. Sembari berjalan mendekat, Hera memandang sekitar. Hanya ada mereka berdua. Dia masih gelisah namun mencoba mengatur napas. Calvin tengah mengelap keringat menetes menggunakan handuk kecil warna biru dongker senada dengan celana yang dipakai. Menatap ke arah atas, dan lagi Hera melihat langsung pemandangan pria itu bertelanjang dada namun yang sekarang tanpa memakai atasan sehingga dada bidang dan perut kotak-kotaknya itu terlihat sempurna. Cahaya matahari masuk melalui jendela yang terbuka membuat kulitnya berkilau. Sangat maskulin dan juga Hera merasakan hawa panas sebab tanpa sengaja matanya jelalatan turun ke bawah. Menelan salivanya diam melihat apa yang dilihatnya tidak pantas.

Kenapa yang dibawah sana menonjol. Hera berkomentar dalam hati kala tak sengaja memperhatikan.

Walaupun belum pernah merasakan seks, tidak pandai dalam pelajaran, ia tak bodoh yang tak mengetahui alat kelamin lelaki.

Hera mengalihkan arah matanya lagi. Sembari melangkah perlahan, ia langsung mengutarakan keinginannya. "Aku ingin mengganti biaya rumah sakit."

Hera punya sedikit tabungan hasil dari warisan kakek neneknya. Setelah meninggal, Hera jadi tahu bahwa mereka memberikan warisan. Rela menjual ladang dan hewan ternak yang masih hidup beberapa, untuk keperluan Hera dan sebagian digunakan untuk membayar hutang pada rentenir. Hera tak tahu jika selama ini biaya pendidikan di sekolah bergengsinya adalah hasil dari panen dan bagi hasil pada sang rentenir untuk mengganti biaya-biaya yang dikeluarkan membeli pupuk, traktor, alat pembasmi hama dan masih banyak lagi. Pantas, jika Hera mengeluh bahkan sempat meminta pindah sekolah, Carol menentang keras.

Selama mereka hidup dan bertani, Carol dan Caden mengelola uangnya dengan baik sehingga ada sedikit uang yang tersisa. Uang yang harusnya digunakan untuk masa depan Hera atau kebutuhan terdesak. Begitu pesan yang disampaikan dalam surat wasiat.

Tak apa-apa, Grandma, Grandpa. Aku akan mencari uang lebih giat lagi. Aku sudah berpikir ribuan kali ketika siap melangkah ke gym untuk berniat mengganti rugi.

"Aku tak ingin ada hutang." jelas Hera lebih lanjut sembari mengeluarkan kartu hitam milik Calvin untuk dikembalikan.

"Kartuku masih banyak," tolak Calvin saat tahu Hera berjalan mendekat menyodorkan kartu miliknya. Ia hanya menatap tanpa ada niatan mengambil. "Untukmu saja. Pakailah untuk kehidupan sehari-hari. Bisa kau gunakan untuk belanja, bayar cicilan, ke salon, terserah apapun itu yang penting saldo dalam kartu itu harus berkurang."

Hera berhenti melangkah, menatap intens pada manusia kaya itu yang sepertinya sudah kehabisan ide menghabiskan uang dalam rekeningnya.

"Aku tak butuh uangmu dan aku tak ingin ada hutang diantara kita." Kembali Hera menyodorkan namun ditolak mentah-mentah. Diacuhkan uluran baik tangannya.

"Lima belas detik lalu, kartu itu sudah berpindah tangan. Pegang dan gunakanlah baik-baik. Terserah mau digunakan atau tidak, itu terserah kau saja sebagai pemiliknya."

Hera mendesah pelan. Ia datang bukan untuk berdebat. "Baiklah aku simpan." Ia memasukkan kembali ke saku cardigan. Toh, pin sandi kartunya Hera tak tahu.

"Kode pin kartu itu sudah kurubah menjadi kombinasi dari tanggal ulang tahunmu, ulang tahunku dan juga tanggal awal pertemuan kita." ujar Calvin sengaja memberitahu seolah tahu apa yang dipikirkan Hera.

"Ingat baik-baik tanggal ulang tahunku adalah 01 Maret." lanjut Calvin kemudian.

Hera mengerutkan dahi. Ada apa dengan pria ini? Sudah jelas ia tak akan memakai kartu darinya. Mau seburuk apa pun hidupnya, ia tak pernah mau berhutang uang pada manusia lain. Kecuali hutang nyawa pada manusia yang menolongnya dari aksi bodohnya bunuh diri membuatnya kepikiran namun sampai saat ini belum diketahui siapa yang menjadi malaikat di saat dia ingin mati.

MADDEST OBSESSION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang