Seperti biasa pagi-pagi seluruh anggota keluarga William akan berkumpul di meja makan untuk sarapan, terutama sang papa, Rasha dan si kembar yang akan berangkat sekolah.
Semua sudah turun, kecuali Lukas yang belum juga terlihat batang hidungnya. Mamanya mengira mungkin masih tidur, tapi kemarin malam dirinya tidur lebih awal, bahkan sampai tidak ikut mengantar Opa dan Oma nya kembali ke negara asal.
Begitu Daisy dan Danella selesai makan, keduanya hanya sisah menunggu sopir mereka datang. Sembari menunggu pendengaran Daisy seperti mendengar bunyi pintu ditutup, begitu mendongak ternyata Lukas yang baru saja keluar.
Semua mata menyorot Lukas, begitupun dengan Rasha yang sempat beradu mulut sebentar dengannya semalam. "Kamu kesiangan, Kak?" tanya sang mama.
Lukas menggeleng. "Lukas lagi malas sarapan, Lukas juga mau sekalian pamit" sudah akan bersalaman dengan tangan mamanya, Lukas malah mendapat penolakan.
"Kenapa, Ma?"
"Kamu mau kemana?"
"Mau keluar, lagi pengen nyari udara segar"
"Kalau gitu anterin sekalian adik-adik kamu, sopir mereka belum datang soalnya"
"Kenapa ga papa aja?"
"Papa ada urusan, tempatnya beda arah sama sekolah mereka" selalu saja ada alasan, padahal awal rencananya tidak begitu.
"Kalau urusan Lukas sama sekolah mereka juga beda arah gimana? Kenapa ga nyuruh Daniel aja?"
"Kenapa Gue?" sahut Daniel tentu saja karena tak terima.
"Sekali-kali Lo kek, gue mulu perasaan. Kemarin juga gue yang jemput kembar, padahal gue lagi ada urusan juga kemarin"
Bukan Bian yang tak enak, tapi Danella dan Daisy yang baru saja Lukas sebut. Padahal yang meminta adalah papa mereka. "Daisy sama Danella mungkin berangkat pakai taksi online atau enggak kendaraan umum lainnya, Ma" sahut Daisy tak ingin lagi merepotkan Lukas.
Lukas langsung tersadar dengan ucapannya yang salah. "Maaf, Dek. Kakak ga bermaksud marah sama kalian," ucapnya tak enak.
"Gapapa, Kak Lukas. Kita paham kok kalau kak Lukas pasti ada kesibukan," balas Daisy, lalu ia tersenyum tipis.
"Jangan, Daisy. Biar diantar sama kakak kamu," larang sang papa.
"Kakak dia banyak, maksud papa siapa?" tanya Daniel dingin.
Bian menatap Lukas. "Papa minta tolong ya, Lu kamu yang anterin mereka" mohonnya. "Papa ga mau mereka kenapa-napa kalau nanti naik kendaraan umum,"
"Yaudah, Papa aja yang nganterin" balasnya kemudian tanpa pamit dan mencium punggung tangan kedua orang tuanya Lukas pun pergi.
"Lukas!" teriak papanya, hendak akan mengejar tapi tangannya dicengkal dulu oleh putra pertamanya.
"Biarin kali, Pa tuh anak pergi. Lagian sifatnya kek bocah banget, masih pagi udah marah-marah aja" ujarnya dan Bian menurutinya.
Kembar dan Rasha melirik sebentar ke arah Daniel setelah Daniel mengatakan itu, sedangkan papanya masih menatap punggung Lukas sampai tak terlihat lagi.
"Kalau gitu kamu ya, Niel yang anterin mereka" pinta Bian.
Ingin menolaknya karena malas, tapi ia juga yang tadi membiarkan Lukas pergi. "Iya," terdengar sekali bahwa ia sebenarnya terpaksa, adik-adiknya memahami itu.
"Papa motor aku kapan dateng?" tanya Rasha memelas
"Bulan depan, sementara pakai motor kakak mu. Lukas," jawab papanya ketus lantaran masih kecewa dengan tindakan Lukas yang pergi tanpa pamit.
KAMU SEDANG MEMBACA
The William
RandomMenceritakan tentang kisah 3 remaja, Daniel Reifando William, Lukas Azkara William, Bhavya Rasha William. Tiga saudara yang tidak akan pernah lepas dari yang namanya persaingan dalam perihal apapun, entah itu pendidikan, pasangan, atau bahkan setiap...