19-berkunjung

213 29 8
                                    

Lukas menerima barang itu. "Aku hamil, Lu" mulut Lukas terbuka, pikirannya mendadak kosong detik itu juga.

Keduanya saling diam, mata Lukas masih membeku menatap benda pipih itu. Sedangkan Shani kian semakin menunduk, karena merasa bersalah menyembunyikan sedikit kisah malam itu.

Setelah saling berdiam diri, secara mendadak Lukas membawa Shani ke dalam pelukannya dan Shani menangis hebat setelah itu. "Hiks... Hiks... Hiks..." Lukas terus mengelus pelan rambut Shani.

"Maaf, Ci aku ga berusaha mengingat lebih kejadian itu,"

"Aku yang minta maaf, Lu karena aku yang mancing kamu di kondisi aku yang mabuk dan kamu yang juga waktu itu lagi mabuk parah"

Flashback...

Setelah Lukas ambruk di atas lantai, tak lama Lukas tiba-tiba bangun. Langkahnya gontai dan berjalan begitu saja keluar, begitu sampai di deretan sofa-sofa Lukas duduk dan mengambil asal minuman di dekatnya.

Kondisinya yang masih sangat mabuk, malah ia tambah dengan meneguk lagi setengah botol minuman beralkohol tinggi sampai habis tak tersisah. Hal itu semakin memperparah kondisinya, kesadarannya semakin tak tersisah.

Bahkan kandungan narkobanya juga belum hilang, malah ia tambah lagi dengan minuman berjenis Vodka yang kadar alkoholnya sangat tinggi dalam satu botol itu. Kesadaran Lukas seolah-olah dibawa terbang, matanya juga ikut semakin memburam setelah itu.

Tapi meskipun begitu ia masih bisa melihat sesuatu yang berdiri di tengah-tengah pintu ruangan tempatnya bercumbu tadi, wanita dengan tubuh yang hanya tertutup bra dan kain tipis sepaha itu muncul di penglihatannya.

Tak ada niatan Lukas untuk menghampirinya karena tidak mungkin Lukas melakukannya, tapi wanita itu yang juga tak sadar malah datang mendekatinya dan parahnya ia duduk di atas paha Lukas.

Dengan cepat Shani menyambar bibir Lukas, melumatnya dengan begitu pandai dan lembut. Lukas yang sedang berusaha menahan untuk tak membalasnya ternyata gagal dibuatnya,

Dirinya malah tak mau kalah, bahkan ia hanya fokus bermain bibir, tapi begitu mendapati kondisi tubuhnya yang sama-sama tidak lagi terbungkus sedikitpun kain, Lukas langsung ikut membalas. Di sofa yang sempit memanjang itu mereka melakukannya.

Di situ Lukas terus bercumbu tanpa henti bersama Shani, Shani dengan gencar terus memancing Lukas untuk menyerangnya sampai pada akhirnya Lukas menyerah hingga kelelahan.

Flashback off... (Ga berani jelasin se-detail itu, maaf kalau feel-nya kurang)

Lukas melepas pelukannya dan memegang erat kedua pundak Shani. "Ga perlu lagi minta maaf yaa... Semua terjadi karena kecerobohan kita," lagi-lagi Lukas membawa Shani ke dalam pelukannya. "Makasih, Cici udah pertahanin janin itu. Terima kasih udah bertahan, Ci" setetes air mata Lukas menetes di atas baju Shani, buru-buru Lukas mengusapnya.

Setelah itu Lukas benar-benar melepaskan pelukannya dan menggenggam erat tangan Shani. "Aku bakal nikahin Cici selepas anak ini lahir," Lukas perlahan memberanikan diri mengelus perut Shani yang masih rata itu, Shani terkekeh mendapati perut berisi janin itu dielus pria yang bakal menjadi ayah dari bayi yang dikandungnya itu.

"Sejak kapan Cici tau kalau hamil?"

"Cici ngerasa udah telat dateng bulan, Lu sebulan setelah kejadian itu. Cici takut dugaan Cici bener, tapi kalau Cici denial juga ga baik dan akhirnya Cici coba tes,"

"Udah kasih tau keluarga Cici?" Shani menggeleng. "Kenapa?"

"Cici takut mereka marah, bahkan sekarang Cici milih buat tinggal sendiri di apartemen dibanding harus tinggal sama mama papa"

The William Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang