Dentingan jam berbunyi meramaikan bangunan rumah megah yang ditinggali oleh keluarga Willian, serta beberapa orang yang bekerja di dalamnya.
Pagi buta seperti sekarang ini biasanya semua orang sedang disibukkan dengan kegiatan mereka di masing-masing kamar pribadi, sebelum kemudian nanti berangkat ke sekolah atau bekerja.
Fabian Abraham William turun lebih dulu ke meja makan, kemudian tak lama dari ruang make up istrinya menyusul. "Kemana anak-anak, Pa?" tanya Olivia sembari membenarkan lengan blazernya, kemudian ikut bergabung duduk dengan sang suami di meja makan.
"Paling masih siap-siap, Ma" Bian meminum pelan kopi panas miliknya,
"Oiya, kata Rasha dia semalam izin ke papa buat bawa kendaraan sendiri. Emang bener, Pa?" Olivia mengoleskan selai coklat di atas roti tawar yang diambil sebelumnya,
Bian mengangguk.
Dua tumpuk roti Olivia letakkan di atas piring di hadapan Bian. "Makan dulu, Pa"
Dari tangga ketiga putranya turun. Daniel Reifando William, Lukas Azkara William, dan si bungsu Bhavya Rasha William. "Pagi... Anak-anak mama..." sapa Olivia begitu antusias.
"Pagi, Ma" balas ketiganya bersamaan. "Pagi juga, Pa" lanjut ketiganya.
"Maaf, Nyonya" ujar art mereka. "Ini ada bekal buat den Lukas sama den Rasha," kemudian art yang akrab dipanggil bi Surti itu meletakkan dua kotak makan di atas meja.
"Ohiya, Bi makasih" balas Olivia
"Sama-sama, Nyonya. Kalau begitu saya balik ke dapur dulu,"
"Iya, Bi" setelah ditinggal bi Surti, Olivia menatap ketiga putranya yang sudah duduk di hadapannya. Kemudian fokus ke arah putra pertamanya, "Daniel kamu ga mau bawa bekal juga kah?" tanyanya.
"Enggak, Ma. Lagian di kampus juga banyak yang jual makanan, deket restoran sama mall juga. Ngapain harus bawa bekal segala?"
"Kak Lukas juga sama, tapi dia bawa bekal" timpal si bungsu.
"Dia cuma sama kampusnya, tapi bukan berarti sama orangnya. Gue sama Lukas jelas-jelas beda, jadi ga usah disama-samain"
"Kenapa jadi gini sih, udah ayo makan dulu. Ga enak masih pagi," Bian pun membuat suasana panas pagi ini disudahi.
Sedangkan Lukas sudah jengah dengan kondisi sarapan yang seperti ini, lagi dan lagi ada sebuah perdebatan. Tapi tak cukup dari situ,
Rasha menatap lurus papanya. "Jadi gimana, Pa? Rasha boleh kan bawa kendaraan sendiri ke sekolah?" Bian sampai menunda menyuapkan sepotong roti ke arah mulutnya.
"Papa belum bisa izinin kamu, sayang"
"Terus nunggu kapan? Temen-temen Rasha udah boleh bawa motor sendiri loh, Pa" protesnya.
"Lo tuh masih kecil, umur Lo juga belum tujuh belas tahun. Jadi ga usah bertingkah dulu," timpal Daniel yang selalu ingin ikut campur.
"Bisa diem dulu ga, Kak?" tatap Rasha tajam.
"Enggak," kemudian Daniel menyuapkan perlahan sesendok nasi goreng ke mulutnya.
"Huft... Hobi banget ikut campur," gerutu Rasha dengan jelas masuk ke pendengaran Lukas. "Ayolah, Pa izinin Rasha" mohonnya memelas.
"Yang kakak kamu omongin benar, Rasha. Usia kamu belum tujuh belas, papa bakal kasih izin nanti kalau usia kamu sudah tujuh belas tahun. Bahkan papa janji bakal kasih hadiah motor buat kamu,"
Bukannya semangat, Rasha malah semakin lesu mendengar janji papanya. "Kenapa harus nunggu tujuh belas sih?" protesnya gedumel kesal.
"Karena Lo masih bocil, gitu aja ga sadar" balas Daniel ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
The William
RandomMenceritakan tentang kisah 3 remaja, Daniel Reifando William, Lukas Azkara William, Bhavya Rasha William. Tiga saudara yang tidak akan pernah lepas dari yang namanya persaingan dalam perihal apapun, entah itu pendidikan, pasangan, atau bahkan setiap...