39-masa lalu

161 32 6
                                    

Tes ombak aja dulu, seberapa banyak sih orang yang nungguin. Langsung baca aja ya,

Di tengah-tengah fokusnya ketika mengompres beberapa luka memar Rasha, tiba-tiba pergerakan tangannya berhenti kala tangan putranya itu menggenggamnya. Olivia dengan mata sendunya menatap Rasha,

"Kenapa mama mau hidup di rumah penuh duka, Ma?" mata Rasha rasanya sudah akan siap runtuh, beruntung tembok pertahanannya masih kokoh.

Olivia membalas genggaman Rasha dengan begitu erat. "Mama mau punya putra hasil dari darah mama sendiri, bukan merawat putra orang lain" jelasnya.

"Tapi ga seharusnya sama papa, Ma"

"Rasha... Mama tau kamu pasti sedih denger kenyataan itu, tapi mama berharap kamu bisa ngerti bahwa apa yang terjadi itu sudah ada garisnya" Olivia menundukkan kepalanya begitu rendah, sangat malu rasanya dikasihani putra sendiri.

Perlahan tangan Rasha menyeka air mata mamanya. "Aku gapapa, Ma diminta bersaing sama saudaraku sendiri, bahkan ketika aku harus ditegur papa karena nilai ku turun. Aku ga ada masalah sama itu. Akan jadi masalah kalau orang yang diminta bersaing sama aku adalah alasan rasa sakit hati, Mama" Olivia benar-benar merasakan dilindungi oleh putranya.

"Rasha... Di sini kakak kamu, Kak Daniel... Dia ga tau juga yang sebenarnya, jadi... Rasha ga perlu marah atau bahkan benci sama kak Daniel. Kalian lahir dengan papa yang sama, hubungan kalian juga karena darah dan mama harap jangan sampai pernah putus hubungan kalian itu"

Mendengar itu rasanya begitu ingin marah, seluas itu hati mamanya sampai bisa mengatakan itu. Olivia sudah tidak lagi bisa marah, kejadian di masa lalu rasanya sudah begitu merusak mentalnya.

Flashback...

Baru pulang Daniel sudah disambut Bian, Olivia dan pak Dandy sopir keluarganya. Melihat papanya menatap tajam ke dirinya, rasa-rasanya dirinya sudah sadar penyebabnya apa.

Bian menghampirinya. "Dari mana aja kamu?" tanyanya tegas. Sebenarnya di jam seperti sekarang ini wajar Daniel akan pulang larut malam, pasalnya ada jadwal les malam yang harus ia lakukan. Tapi kemarahannya muncul lantaran informasi yang dirinya dapatkan dari pak Dandy,

"Dari les, Pa" bohongnya. Masih mencoba membuat papa nya lebih percaya perkataannya,

"Kamu les apa? Les di mana? Kalau kamu les pastinya nilai kamu naik, bukan turun!" cecar Bian tak habis pikir.

"Sepenting itu ya nilai buat papa?" Daniel malah seperti menantang papa nya, semakin membuat Bian tak menyangka putranya sendiri akan berprilaku seperti itu.

"Penting!" bentak Bian. "Gimana kamu bisa buktiin ke papa kalau pinter, tapi nilai kamu terus turun?" tak ada lagi kesabaran yang tersisah.

"Aku beberapa kali udah juara, masa masih kurang buat papa?... Itu aku udah usaha loh?" Daniel masih terus berusaha membela dirinya.

"Ga cukup cuma beberapa kali, kalau bisa sampai kamu lulus!"

Daniel beralih menatap Mama nga. "Mama kenapa diem aja? Mama ga mau bela aku?" sedangkan yang ditatapnya acuh, bagaimana bisa ia akan begitu peduli kepada remaja yang bukan putra kandungnya.

"Sekarang papa tanya kamu," tantang Bian. "Kamu habis dari balap liar kan?"

Daniel malah berdecih tepat di hadapan papanya, bahkan posisi keduanya sangat dekat. "Kalau papa tau, kenapa masih nanya? Omongan pak Dandy belum cukup kah?" lalu Daniel melihat gawainya setelah mendengar notifikasi.

 "Kalau papa tau, kenapa masih nanya? Omongan pak Dandy belum cukup kah?" lalu Daniel melihat gawainya setelah mendengar notifikasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The William Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang