Tiba-tiba wajah Revan mendekat, mata Lukas bertemu dengan mata revan. "Nikahi putri saya sebagai bentuk tanggung jawab kamu!" Shani menutup mulutnya rapat-rapat mendengar penuturan papanya di dalam pelukan Arman.
Lukas menggeleng cepat. "Maksud, Om Revan apa? Lukas sama ci Shani tidak berbuat lebih, Om. Lukas juga tidak bisa berbuat sejauh itu, Om" Lukas membantah permintaan Revan.
"Tapi kenyataannya dokter mengatakan kalian sudah melakukan itu,"
"Ga mungkin, Om. Meskipun kondisi saya dalam kondisi tidak sadar, begitupun ci Shani, tapi semua itu tidak mungkin kita lakukan" Lukas masih berusaha mengelak. "Om harus tau, saya tidak mungkin melakukan itu. Saya mohon, Om Revan percaya sama saya, sama ci Shani juga"
"Bagaimana saya bisa percaya kalau pemeriksaan medis sudah seperti itu, Lu" Revan tetap akan menolak bagaimanapun caranya nanti. "Nikahi putri saya, Lu" pintanya.
Lukas berjalan mendekati Shani, meskipun kedekatanya akan tetap terhalang jeruji besi. "Ci, jelasin ke papa Cici. Jelasin semua yang terjadi," Lukas berusaha menarik baju Shani, tapi dihalangi Arman. "Aku mohon, Ci" sampai akhirnya Lukas menangis.
Lukas kembali menghampiri Revan, ia genggam erat-erat kemeja Revan. "Om, seharusnya tau kalau saya di sini sebagai seorang yang sudah ditetapkan sebagai seorang napi. Apa, Om yakin akan tetap mau saya bertanggung jawab?" Revan mengangguk sangat yakin. "Om, akan mempunyai menantu seorang napi nantinya," buruk sekali itu bagi Lukas, tapi hanya itu satu-satunya cara untuk membujuk Revan.
"Saya tidak mempermasalahkan status kamu, karena yang saya mau cuma pertanggung jawaban kamu"
Tubuh Lukas luruh ke lantai, isi pikirannya sudah penuh. Tak lama...
Bruk!?... Tubuh Lukas secara tiba-tiba ambruk. Mendengar itu Bian dengan cepat langsung menghampiri putranya, "Pak polisi! Pak! Tolong putra saya, Pak!?" teriaknya membuat polisi langsung segera membuka sel penjara itu.
Lukas kemudian dengan cepat dibawa ke rumah sakit menggunakan ambulans milik kantor polisi dengan kondisi tangan yang diborgol, melihat itu hati Bian merasa begitu miris.
Sampai di rumah sakit Lukas segera di periksa, tapi baru diletakkan di ruang IGD, Lukas langsung dipindah ke ruangan intensif. Mengantar sampai akhirnya melihat Lukas diperiksa, Shani terus menggigit jarinya. Tak tega melihat kondisi Lukas seperti sekarang.
Revan berjalan tak santai mendekat ke Bian, lalu ia menarik kerah baju Revan. "Pernikahan mereka harus dipercepat," rahang Bian mengeras.
Kali ini emosi Bian tak lagi bisa ditahan, Revan sudah keterlaluan baginya. "Kamu lihat kondisi putra saya sekarang! Dia sedang diperiksa," katanya marah.
"Jangan sampai kalian lari dari tanggung jawab,"
"Saya yakin putra saya akan bertanggung jawab, tapi saya harap kamu bersabar. Semua butuh proses, dia juga harus menjalani sidangnya dua hari lagi. Urusan pernikahan kita bahas nanti setelah tahu berapa lama Lukas akan dihukum,"
Seorang polisi menghampiri Bian. "Mohon maaf, Pak Bian. Untuk persidangan sepertinya akan diundur lagi, karena dokter baru saja menetapkan kondisi pasien yang tampak sangat buruk,"
Bukannya membalas perkataan polisi, Bian malah berlari menemui dokter. "Bagaimana kondisi putra saya? Kenapa persidangan harus sampai diundur? Apa begitu buruk kondisinya?" Bian terus menerus menggoyang-goyangkan pundak dokter yang menangani putranya.
"Kondisi imun putra anda yang sebelumnya melemah, terus kemudian mengonsumsi narkoba dan ditambah lagi dengan meminum minuman alkohol membuat kondisinya kian bertambah buruk. Kami perlu untuk memantau terus kondisi pasien lebih jauh,"
KAMU SEDANG MEMBACA
The William
RandomMenceritakan tentang kisah 3 remaja, Daniel Reifando William, Lukas Azkara William, Bhavya Rasha William. Tiga saudara yang tidak akan pernah lepas dari yang namanya persaingan dalam perihal apapun, entah itu pendidikan, pasangan, atau bahkan setiap...