DELAPAN : Pukul 11 Malam

6.9K 351 40
                                    

-- Intinya aku
bukan pelakor.

🔞🔞

Daripada tantrum sampai demam dan masuk rumah sakit lagi. Aku mencoba meminta Tante Alana datang ke rumah. Ternyata, nomornya masih sama dengan yang dulu, meski cara bicaranya tidak lembut dan penuh kasih sayang lagi, setidaknya dia masih menerima panggilanku tepat ketika panggilan itu jatuh ke lima puluh kalinya.

Permintaan Om Laksmada yang berkata ingin bertemu mantan istrinya memang membuatku bertingkah tidak suka. Tapi meski begitu, aku tetap diam-diam mengusahakan apa yang dia mau.

Makanya, pada pukul tiga sore di mana Om Laksmada mengerjakan sesuatu di ruang tamu, kami kedatangan tamu. Posisiku baru keluar dari dapur --dengan segelas air susu yang biasa Om Laksmada minum.

Pria itu merupakan tuan rumah yang berdiri paling dekat dengan Tante Alana, sedangkan aku tidak bisa melakukan pergerakan apa-apa lagi saat tahu sesuatu mengenai kondisi tubuh wanita tersebut.

Dia sedang hamil.

BUSSEEHH!

Tentu yang kaget bukan aku saja, tapi Om Laksmada juga.

Dia sampai memegangi kedua bahu Tante Alana dan bertanya, "Kamu mengandung?"

"Iya, Mas." Begitu jawab Alana.

"Tapi ... gimana bisa? Bukannya kamu ...."

"Aku ikut projek bayi tabung, Mas."

"Ah, kapan? Jadi ... ini anak kita?"

Tante Alana terdiam cukup lama akan pertanyaan tersebut. "Mungkin ada baiknya nunggu ingatan kamu kembali, Mas. Aku takut kamu tersakiti," katanya.

"Maksudnya?"

"Bukan anak kita."

"Bukan saya?" Om Laksmada melepas tangannya dan mundur beberapa langkah.

"Maaf, Mas." Tante Alana menundukkan kepala dengan raut wajah yang masih dihiasi penyesalan. "Aku juga mau bilang kalau kamu sudah mengusirku dari sini, Mas. Jadi, ak ...."

"Mengusir kamu? Kenapa? Memangnya sebesar apa pertengkaran kita sampai saya membiarkan kamu pergi, Alana?" Om Laksmada terlihat bingung sekali, dan ketimbang khawatir dia akan marah dengan Tante Alana, aku justru resah kalau kepalanya jadi kenapa-kenapa.

Yakinkan aku bahwa kepalanya tidak akan meledak, tolong.

Aku tidak mungkin masuk ke dalam percakapan mereka, tapi aku juga tidak bisa meninggalkan keduanya bersama dengan tanya-jawab yang nyata-nyata pada akhirnya akan menyakiti Om Laksmada kembali. Lagian, apa rasa cintanya masih bisa menyala seperti dulu kalau dalam kondisi lupa ingatan begitu?

Kecuali kalau memang cintanya Om Laksmada habis di Tante Alana.

KENAPA JADI AKU YANG OVERTHINKING?!

"Anak ini milik Lukas, Mas." Pada kenyataaannya, Tante Alana tidak ingin menutupi apa pun dari Om Laksmada. Dia jujur. "Aku selingkuh dari kamu. Makanya, kamu mengusirku dari rumah ini," katanya.

Om Laksmada terdiam, matanya memancarkan kekecewaan yang mendalam. Dia mungkin tengah merasakan pedihnya detik-detik mau kiamat, seolah segala sesuatu yang dia percayai hancur menjadi serpihan-serpihan kecil di depan matanya. Detik-detik itu terasa seperti gerbang menuju malam yang tak berujung, di mana semua harapan hancur berkeping-keping.

"Anak itu ...." Dengan susah payah Om Laksmada bicara. "Anak itu ... dia ...."

"Fitnah Aretta, Mas." Tante Alana tiba-tiba menyebut namaku.

OM LAKSMADA 2Where stories live. Discover now