EMPAT BELAS : Sudah Tiga Tahun, Ya?

5.2K 385 96
                                    

cantik sekali kalau
lagi nangis gini ya ;

🔞🔞

Sebenarnya hampir satu jam aku menunggu Om Laksmada kembali, bahkan terus merasa tak enak ketika setiap kali ada mahasiswa yang mencari keberadaannya; justru hanya aku yang mereka lihat di ruang kecil ini. Sepertinya mereka mahasiswa akhir yang perlu bimbingan dengan Om Laksmada, soalnya dari penampilannya saja sudah terlihat seperti orang yang tidak dapat transferan uang bulanan.

Dan mereka berakhir mengalah karena aku yang pertama duduk di tempat ini. Jadi, sampai Om Laksmada kembali pun, tetap aku yang menghadapinya lebih dulu.

Terlihat sekarang Om Laksmada fokus pada komputernya, sedangkan aku hanya menundukkan kepala lantaran mati-matian menahan kantuk di hadapannya. "Kenapa enggak pulang?" Itu yang dia tanyakan.

Aku mengernyitkan kening saat tahu kalau pembicaraan kami bukan sebagai dosen PA dan mahasiswa bimbingan, tetapi ini mengarah ke permasalahan pribadi kami. "Memang kenapa?" tanyaku juga.

Om Laksmada bersandar pada punggung kursi dan melipat tangan di depan dada. Sumpah sih, ini manusia apa tidak bisa jadi jelek satu hari saja?

GANTENG SEKALI, ANJING!

"Seenggaknya kalau mau keluar dari rumah saya, kamu bilang dan pamit benar-benar. Biar saya carikan tempat, bukan malah datang ke rumah Pak Naresh dan merepotkan orang di sana," katanya.

Aku menghela napas tanpa ingin menatapnya lagi. "Terus aku beneran dikeluarin dari rumahnya Om?" cicitku.

"It  ...."

"Mohon maaf Pak Laksma, dipanggil  ...."

"Geh Pak, saya segera ke sana." Lagi-lagi Om Laksmada dipanggil, dia bahkan segera berdiri lagi untuk bergegas pergi. "Pulang. Jangan merepotkan orang lain lagi," katanya.

Aku tahu kalau apa yang dia katakan itu merupakan ancaman dari kalimat : jangan ulangi lagi, atau kamu beneran saya carikan tempat lain.

"Jangan lupa keramas." Kemudian Om Laksmada bilang begitu sebelum keluar ruangan.

Apa-apaan?!

AKU TIDAK KETOMBEAN TAHU!

🔞🔞

Tidak ada yang baik-baik saja ketika aku melawan apa yang diminta Om Laksmada. Kecuali untuk keramas, aku sudah melakukan itu betul-betul di kamar mandinya Egyn. Mungkin setelah ini dia akan menagih biaya penginapan karena semua yang kugunakan dari ujung rambut sampai ujung kaki, adalah milik Egyn semata.

Enak saja memintaku pulang dengan alasan yang tidak jelas. Aku tidak mau!

Jadi saat pulang dari kampus, aku langsung ke rumah Egyn lagi dan membuat sang empunya tak bisa mengatakan apa-apa selain, "Ya udah terserah lu aja. Tapi plis jangan bikin gue sesat sama pikiran kotor lu itu."

Pembahasan seperti itu kembali kami diskusikan saat sama-sama sudah selesai mandi. Kini Egyn di depan meja riasnya, sedangkan aku di atas kasur bersama pengering rambut yang menyala.

"Bukan maksud apa ya, Nyet. Tapi ini lu di rumah orang, mana gratis lagi," katanya.

"Iya emang rumah orang, omongan lu udah kayak  yang punya rumah aja," sahutku, "Entar gue cari duit deh."

"Dih, sok banget omongan lu. Mau kerja apa juga?"

"Open BO."

"Si Bangsat!" Egyn melempar handuk kecilnya ke arahku. "Semalam Pak Laksma ke sini." Kemudian dia mengatakan sesuatu yang membuatku agak terkejut.

OM LAKSMADA 2Where stories live. Discover now