LIMA BELAS : Bebek Panggang dari Gunung Semeru

4.4K 340 43
                                    

dia kembali,
lalu memelukku ;

🔞🔞

Di sini asapnya tebal sekali, anj!

Sepertinya keluar dari kaleng kecil yang tergantung di atas pelapon. Aku berusaha menyiramnya dengan air, tapi pancuran air di sini tidak berfungsi.

Sangat bangsat!

Segala hal yang kulihat mulai tabu dan abu-abu. Aku juga kesulitan bernapas, seperti dicekik, atau begini rasanya mati gantung diri?

Sudah berkali-kali aku mencoba untuk menarik pintu kamar mandi yang tertutup, tapi kemungkinan ada kunci tambahan dari luar sana yang membuatku terjebak.

Ini serius Tuhan Yesus minta aku pulang?

"OM! OM LAKSMA TOLONG!" Meski aku tidak tahu dia ada di mana, tapi aku sangat mengharapkan kehadirannya sekarang. "OM LAKSMADA!" Aku berteriak semakin nyaring, meski kutahu mana mungkin suaraku terdengar kalau sudah di dalam sini.

Bodoh! Bahkan jika dipakai ngentot dengan suara berisik pun, orang-orang tidak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi. Apalagi kalau berteriak sekuat tenaga, yang ada ruang pernapasanku semakin sulit mendapatkan oksigen.

"OM LAKSMADA DI MANA?"

"AKU TERJEBAK!"

"OM LAKSMAAAAAA!"

"KALAU KAYAK GINI, AKU MATI DULUAN DONG, OM!"

"OM  ... UHUKK! UHUKK!"

Aku memukul pintu berulang-ulang kali sambil menangis, tubuhku gemetaran hebat. Rasanya tidak kuat berdiri lagi, jadi aku duduk sembari bersandar pada dinding pintu dan meletakkan telapak tangan di depan hidung dan juga mulut.

Semakin lama, saluran napasku semakin tersumbat, kepalaku terasa berputar-putar. Dan akhirnya aku terbaring ke lantai secara perlahan-lahah. "Om Laksma  ...." Dan aku terus memanggil namanya. Entah sudah berapa ratus kali sebutan itu bergema dalam hati dan pikiranku, tetapi tidak ada tanggapan.

Rasa sakit di dadaku semakin parah, napasku terasa pendek. "T-tolong." Suaraku hampir menjadi bisikan. Aku tahu tubuhku tidak bisa bertahan lebih lama lagi tanpa bantuan.

"Kamar mandi tamu punya jendela di balik lemari cermin di dinding. Ukurannya emang enggak besar, tapi itu muat kalau untuk badan kamu."

"Dih? Emangnya bakal kepake? Orang ketutupan lemari gitu?"

"Seenggaknya kamu harus ingat ini kalau dalam keadaan darurat."

Benar. Aku mengingat pesan Om Laksmada tentang kamar mandi ini. Tapi aku tidak yakin apakah bisa bergerak untuk menyelamatkan diri sementara dayaku sudah hampir habis. Meskipun begitu, aku mencoba untuk bangun, lalu meraba dinding untuk mencari penopang.

Aku menatap cermin yang menutupi sebuah jendela di baliknya. Dengan tangan yang gemetar, aku menggeser lemari cermin tersebut. Butuh beberapa usaha dan kekuatan yang tersisa, tetapi akhirnya aku berhasil membuka akses ke jendela.

Ternyata Om Laksmada tidak bohong. Ada jendela di sini!

Aku merangkak keluar. Sialnya, tubuhku pas-pasan untuk melewatinya. Ini terjadi karena payudara dan bokongku yang besar.

KENAPA UKURANNYA JADI MEMBUATKU TERJEPIT ANJIR!?

Untung saja aku berhasil ke luar —dengan penuh paksaan; yang tidak mungkin membuatku jadi tepos, hingga udara segar menerpa wajahku. Sumpah, rasanya lega sekali!

Aku tergeletak di atas tanah dan menarik napas sedalam mungkin. Mataku terpejam bersama air mata yang masih mengalir deras.

"Uhuuk! Uhukk!"

OM LAKSMADA 2Where stories live. Discover now