DUA PULUH DELAPAN : Kamu Ratunya

5.4K 356 87
                                    

~3 part terakhir

Kita rubah status kamu,
di sini, mulai hari ini ;

🔞🔞

"Aku ngerti kok, Om. Semisal enggak perlu kita bahas pun, aku sih oke-oke aja." Sebut ini sebagai obrolan penting di antara kami berdua yang sudah berlangsung sejak makan malam dimulai, yang mana aku tahu kalau Om Laksmada masih sangat merasa sedih dan juga menyesal terhadap apa yang telah terjadi. "Maksudku, jangan sampai Om ngerasa kalo jatuhnya kita berdua lagi nyalahin siapa-siapa. Terutama, semua ini bukan salahnya Om Laksma," lanjutku.

Dia menghela napas sebelum mengalihkan tatapan dari isi piring dan juga segala hal yang ada di atas meja. "Enggak masalah, Aretta. Saya bersyukur karena kamu mau mengerti," katanya, "Yang bikin saya bertanya-tanya, gimana bisa kamu lari sampai sejauh itu dari rumah? Saya tahu kamu terbiasa jalan kaki, tapi aksi semalam, itu benar-benar di luar ekspektasi saya."

"Aku  ...." Kepalaku agak tertunduk saat mengingat momen itu. "Aku cuman takut sama Nenek," jawabku.

"Memang yang sudah terjadi itu ya sudah saja terjadi, tapi saya harap ke depannya kamu bisa lebih teliti. Paling enggak, jangan lupakan ponsel kamu," ujarnya.

Aku merentengkan gigi sedikit dan menatapnya ragu-ragu. "Maaf Om Laksma, pasti Om kesusahan nyariin posisiku, ya? Apalagi CCTV jalan yang berakhir di daerah persimpangan aja. Apa Om harus ngecek jalur yang berbeda satu demi satu?" tanyaku.

"Tentang itu kamu enggak perlu tau," katanya, "Yang penting saya sudah menemukan kamu."

Aku terdiam sambil menggeser isi piringku yang sudah habis, sementara Om Laksma masih melanjutkan aktivitas makannya. "Kenapa meja makan di sini enggak sebesar yang ada di rumah sebelumnya. Kita cuma punya empat kursi, ya? Tapi kenapa?" Kemudian aku menyadari sesuatu yang berbeda dari tempat makan yang kami berdua huni.

"Memangnya mau sebanyak apa? Empat aja sudah cukup," kata Om Laksmada.

"Iya berempat sama siapa? Kan kita cuma berdua," koreksiku.

"Saya, kamu." Dia menjawab tanpa berpikir panjang. "Dan anak kita."

ANJING, COK!

Rasanya aku ingin salto belakang setelah mendengar itu.

"Kenapa, hm?"

Aku langsung menghindari tatapannya untuk memandang ke arah lain, sambil meletakkan kepalan tanganku di depan bibir yang tersenyum diam-diam. BANGSAT! SANGAT MENG-SALTING!

"Nikah sama saya mau, ya."

"Hah?"

APA TADI KATANYA, COK?!

"Saya tahu kamu sudah jelas dengarnya."

Iya sih. Tapi maksudku, kenapa tiba-tiba sekali? Seperti  ... ya kalian tahu, bukan? Agak mengganjal saja. Masa dia mengatakannya saat kami sedang makan begini? Tidak romantis sekali!

Meski aku tetap salah tingkah sih.

"Enggak harus kamu jawab sekarang, yang pasti saya bakal nikahin kamu secepatnya," katanya lagi.

Aku terdiam sejenak, merenung akan kata-katanya itu. Tiba-tiba, hatiku berdebar lebih cepat, dan aku tahu ini adalah momen yang akan mengubah segalanya.

Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Dan dia duduk di seberangku menunggu dengan sabar, matanya penuh harap. "Aku ... huft, kaget," jujurku, "Kaget banget sampe kalau lihat babi ngentot pun bakal tetap kalah dengan kekagetan yang ini."

OM LAKSMADA 2Where stories live. Discover now