Dua Puluh Dua

2.7K 101 0
                                    

Kondisi Cassandra tak dapat dikatakan baik - baik saja. Gadis dengan manik biru itu terlihat meringkuk di sudut ruangan dengan beberapa ceceran darah disekitarnya, setelah beberapa waktu lalu Teressa menyiksa nya.

Cassandra meringis pelan saat punggungnya tak sengaja bergesek dengan dinding kayu di belakangnya. Punggung yang semula putih bersih itu, kini tampak dipenuhi cairan merah karena beberapa saat lalu Teressa memberikan cambukan di punggung Cassandra secara bertubi - tubi.

Tak sampai disana, Teressa juga bahkan berkali - kali mendorong kepala Cassandra ke arah dinding kayu sampai menimbulkan pening yang teramat sangat. Dan seolah belum puas dengan segala tindakan bejatnya, Teressa juga berulang kali menendang perut Cassandra hingga gadis malang itu memuntahkan seteguk cairan merah.

Cassandra sama sekali tak dapat melakukan apa - apa ketika Teressa menganiaya dirinya. Karena wanita itu tak membiarkan ikatan di kedua tangan dan kakinya terlepas, seolah dengan sengaja ingin membuat gadis yang sayup - sayup mulai memejamkan matanya itu, menderita dengan berbagai macam siksaan yang dia berikan.

Tepat sebelum iris biru itu terpejam sepenuhnya, samar - samar dia mendengar suara derap langkah kaki seseorang yang menggema di ruangan sempit itu, dan ketika langkah kaki itu semakin mengalun jelas di pendengarannya, kegelapan benar - benar merenggutnya.

🦋🦋🦋

"Urus gadis itu, aku akan kembali ke New York untuk beberapa waktu." titah Teressa pada Deren yang tengah menghisap rokok yang pria itu selipkan di celah kedua jemarinya.

Saat ini mereka sedang berada di sebuah ruangan berbahan kayu, namun terlihat lebih luas dan manusiawi tentunya. Ruangan tersebut merupakan sebuah kamar tidur yang berada di lantai dua yang berisikan sebuah ranjang kecil, lemari dan beberapa barang yang tertata rapi di atas nakas kecil di sudut ruangan.

Bangunan berlantai dua itu merupakan tempat yang digunakan Teressa untuk menyandera Cassandra. Rumah kayu tua itu terletak jauh dari perkotaan, bahkan bisa dibilang terpencil karena nyaris tak ada satupun rumah lain yang terlihat di sekitar sana.

Rumah itu terletak di sebelah barat Chicago. Teressa sengaja menempatkan Cassandra di lokasi yang jarang di jamah oleh banyak orang guna meminimalisir terbongkarnya kejahatan yang dia lakukan.

Bahkan, akses untuk menuju ke rumah kayu itu pun bisa dikatakan cukup sulit. Hanya terdapat jalan setapak dan di kiri kanan jalan itu pun masih dipenuhi oleh beberapa tumbuhan liar dan pohon - pohon yang menjulang tinggi.

Teressa jelas tak bisa melakukan semua aksi keji nya itu seorang diri, dia membutuhkan setidaknya satu orang yang bisa dia manfaatkan seperti Deren saat ini.

Benar - benar wanita licik!

"Kau terlalu berlebihan, Teressa. Kau nyaris membunuh Cassandra." setelah sekian lama hening, akhirnya Deren membuka suara.

"Sejak awal memang itu yang aku inginkan, kematian Cassandra." jawab Teressa tak acuh.

Deren mengernyitkan keningnya, dia sampai tak habis pikir dengan cara berpikir Teressa. Bagaimana bisa dia menculik dan menyiksa seorang gadis yang bahkan tak pernah sekalipun menyinggung kehidupannya.

Dan alasan Teressa melakukannya pun, bisa dikatakan tidak masuk akal. Hanya gara - gara seorang pria, wanita itu menjadi gelap mata.

Ah, Deren melupakan satu hal.

Ada alasan lain yang membuat Teressa melakukan semua ini. Dia iri dengan segala kemegahan yang gadis itu milikki. Kehidupan yang stabil, keluarga yang harmonis, fisik yang menarik, dan memiliki seorang kekasih disisinya, membuat Teressa yang memang pada dasarnya tak memiliki satupun yang dimiliki Cassandra, membuat gadis itu merasa berkecil hati dan berubah menjadi perasaan iri dengki. selain itu, didukung dengan segala sifat tamaknya, mendorong Teressa melakukan sesuatu yang merugikan diri Cassandra.

Another Life (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang