19. Karya Ilmiah dan Lembah UGM

1.3K 175 19
                                    


Sibuknya penilaian akhir semester sudah berlalu. Setelah Jian dan Haekal yang selesai mengikuti ujian susulan —karena tragedi nyemplung di selokan yang berujung demam— mereka hanya perlu menunggu pembagian rapor di ujung minggu ini.

Mengisi waktu luang yang ada, sekolah mengadakan class meeting. Minggu ini sudah terhitung sebagai minggu bebas, daripada mendukung teman kelasnya dalam pertandingan olahraga di lapangan, beberapa dari mereka lebih memilih bersantai di rumah. Toh, sudah tidak ada presensi kehadiran.

Terkecuali untuk Navan. Di saat hampir seluruh saudaranya sudah selesai menyusun karya tulis, pun dengan Jian yang udah leyeh-leyeh setelah beberapa hari ini kayak orang stress berat, Navan justru masih bingung buat menentukan judulnya.

garis bawahi, JUDUL!!

Sebenarnya, tugas penulisan ini tidak berpatok pada isinya. Mereka masih kelas 10, yakali udah bikin penelitian setiap semester? Tugas ini untuk melatih mereka dalam cara penyusunan karya ilmiah. Navan saja yang bikin ribet. Ya... Walau tetep aja bikin pusing, sih. Mungkin karena karya ilmiah ini akan menjadi topik yang dikembangkan setiap semester.

"AAAKKKKKKK"

Joan menatap miris saudaranya itu. Dirinya dan Rendra berniat untuk hangout di tempat-tempat yang hijau gitu, kayaknya sih ke Wisdom Park di kawasan UGM.

Awalnya Joan berniat menunggu Rendra bersiap sambil duduk-duduk di ruang tengah. Belum juga melihat hijaunya pepohonan, dia malah disuguhkan dengan pemandangan Navan yang terbaring di ubin lantai, berguling kesana-kemari di depan sebuah laptop yang menyala.

"AAAAAAAAAKKKK-aduh!"

"Makanya jangan suka nunda-nunda tugas!!"

Kegiatan Navan berhenti saat Rendra tiba-tiba datang dan melemparkan kotak pensilnya hingga mengenai wajah Navan. Rendra terlampau kesal dengan Navan yang sukanya menggampangkan sesuatu.

"Lo tuh gak berperikemanusiaan banget, ya??!!"

Rendra mengangkat bahunya acuh sembari mengambil kotak pensilnya, "emangnya Lo manusia??"

Navan berdecak, lalu kembali ke kegiatan sebelumnya.

"AAAAAAKKKKKK"

Rendra memutar bola matanya malas, lalu menarik Joan pergi.

"Awokawok, mamam tuh tugas!" Jian turun tangga dengan mengenakan seragam putih abu-abu sambil menenteng tas.

"Besok Sabtu udah bagi rapor, anyway. Sisa berapa hari nih?" Lanjutkan sambil melebarkan jari-jari tangan kirinya.

"Halah! Lo juga belum selese!" Navan menyahut.

"Emang belum," Jian lantas merogoh tasnya lalu menarik salah satu sudut bibirnya.

"Belum dikumpulin! HAHAHAHAH" Jian tertawa mengejek sembari memamerkan tugas karya tulisnya, lalu berlari keluar. Dia kan mau ke sekolah buat kumpulin tugasnya.

"TUNGGUIN JII!!!!!" Haekal ikut turun dari lantai dua dan berlari mengejar Jian. Tapi gak lama setelahnya, Haekal muncul lagi sambil berlari mundur.

"Semangat!! Kamu sendirian!" Katanya dengan tangan kanan mengepal ke udara, lalu kembali berlari keluar menyusul Jian.

Navan meraih sekotak tisu yang kebetulan ada di dekatnya lalu melemparkannya sambil berteriak murka.

"DASAR WEDHUS KENTIRRRR!!!!"

"Belum nemu juga judulnya?" Jevan datang dengan sebungkus cilor di tangan, Juan membuntuti di belakangnya.

"Gak ada pertanyaan yang lebih retoris? Mbok bantuin ini saudaranya masih pusing cari judul."

Jevan tak menanggapi. Namun tangannya bergerak menggulir layar ponsel, melihat list judul-judul karya ilmiah milik teman sekelasnya. Masih ada 3 orang yang belum setor judul, termasuk Navan. Hm, kira-kira topik yang bagus buat dikembangkan kelak oleh orang mager kayak Navan apaan, ya?

"Ngarang aja kenapa, sih? Kan isinya gak terlalu dinilai," Suara Juan terdengar. Navan hanyak meliriknya sinis.

"Ya emang sekarang gak begitu dinilai, tapi kan semester besok dibuat proposal, terus kelas 11 sama 12 bakal ngembangin topik yang sama. Yakali tugas akhir SMA gue topiknya nyeleneh??"

"Cuma nentuin judul, anjir. Cari aja dari apa yang ada sehari-hari,"

"Emang judul Lo apa?"

Juan menepuk dadanya bangga, "bergembiralah karena kau adalah seorang kpopers, bro! Apa aja bisa dijadiin penelitian,"

"Pengaruh Popularitas Idola KPop terhadap Harga Merch yang Beredar di Kalangan Penggemar"

"Hah apa?" Navan menautkan alisnya bingung. Lantas, Jevan menyodorkan ponselnya yang menampilkan list judul-judul tadi.

"Kayak gitu di acc sama Bu Ijo, emang?" Maksudnya Bu Ijo itu, Bu Indah, guru bahasa Indonesia yang mengajar kelas mereka. Dari outfit, barang, hingga motor yang berwarna hijau neon itu betulan ikonik di mata warga sekolah.

"Ya, gimana gak di acc. Bu Indah itu kan kpopers garis keras!"

🏡

Kawasan lembah UGM masih agak sepi pagi ini, karena ini bukan hari libur, juga masih jam kerja atau belajar. Rendra dan Joan duduk di salah satu bangku yang menghadap ke danau. Ditemani pepohonan dan nyamuk-nyamuk, mereka menikmati waktu melukisnya saat ini.

Rendra mengibaskan tangannya di depan buku lukisnya, lalu kembali mengoleskan cat air pada kertas lukisnya. Meski sudah memakai lotion anti nyamuk, hewan yang berterbangan di sekitarnya itu masih cukup mengganggu.

"Jo,"

"Hm?"

"Lo pernah kepikiran gak?"

Joan menegakkan tubuhnya, lalu menyamankan duduknya. Lantas memasang telinganya baik-baik walau mata dan tangannya masih tertuju pada lukisan di pangkuannya.

"Kepikiran tentang?"

Rendra menghentikan kegiatannya lalu mendongak menatap danau di depannya. Air mukanya masih setenang air danau yang beberapa sisinya terlihat kotor oleh guguran daun.

Ada yang membuat pikirannya rumit sejak lama. Mungkin sejak dia menduduki bangku kelas 5 SD? Memang selama itu, dan dia tidak berani untuk bertanya, apalagi membaginya dengan saudaranya yang lain.

Dia menahannya sendiri. Agak sulit memang untuk membuat dirinya berhasil menahannya sampai sekarang. Tapi nyatanya, dia berhasil, kan?

"Jo—" sejenak nafasnya tercekat, tidak apa-apa kan jika dia membaginya dengan Joan?

"Apa yang bakal Lo lakuin ketika Lo tau kalau saudara Lo—"

"—ketika Lo tau kalau salah satu kembaran Lo ternyata gak sedarah sama Lo—"

"—salah satu dari kita bukan saudara kandung?"

Pertanyaan bernada ragu itu demikian membuat tubuh Joan kaku. Joan merasa ada sengatan listrik yang melewati setiap sendi-sendinya dengan sekejap. Dia benar-benar tidak tahu harus bereaksi apa dengan pertanyaan yang diucapkan Rendra dengan terbata-bata.

Joan memilih untuk melanjutkan lukisannya. Dia menghela nafasnya dengan tenang lalu tersenyum. Rendra menangkap senyum itu yang sangat jelas bukan senyum sukacita.

"Ren, kalau gue ubah pertanyaannya dikit buat jadi pertanyaan balik dari gue, boleh, kan?" Tanyanya yang masih fokus mengoleskan cat air di lukisannya.

"Ketika Lo tau kalau Lo ternyata bukan saudara kandung dari kembaran-kembaran Lo, apa yang bakal Lo lakuin?"

























Sedikit aja, ya. Anggap aja ini buat hiburan karena besok udah berangkat sekolah lagi setelah libur lebaran, HEHEHEHEHE

jangan lupa vote komen biar aku semangat lanjutinnya!

tertanda penuh cingta, May.
21/04/24

Hi! My Twins!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang