Prolog

17.2K 457 17
                                    

Hellooo, sedikit info ya~

Maaf kalau kali ini bluesy lagi 😣 huhu..
Bagi yang sudah bosan castnya itu itu melulu bisa berimajinasi memikirkan tokoh masing-masing yang kalian suka, asalkan jangan sampai salpak ya alias salah lapak apalagi mampir cuma ngata-ngatain tokoh utamanya :))

Sekali lagi maafkan kalau apabila cerita ini tidak sesuai dengan alur atau genre yang kamu mau. Di wattpad sudah banyak penulis yang hebat yang bisa membuat cerita yang bagus, jadi tinggal kalian sendiri yang rajin memilih jenis bacaanmu sendiri seperti apa.

Jika tidak suka dengan alur cerita ini, boleh kok tinggalkan cerita ini ☺

Terakhir jangan lupa vote ya, aku mantau lhoo hihi..suka aja liat kalian vote, soalnya tambah semangat ngarang ide lagi ♡♡

Oke enough. Sekarang langsung masuk ke prolog aja:

___________________________________________

Derap langkah dari seseorang terdengar agak keras sebab sol sepatu putih miliknya menghentakkan keramik koridor kelas.
Langkah itu semakin cepat dan diikuti oleh langkah seseorang dari arah belakang yang berteriak memanggil namanya namun tidak digubris.

"Tungguin gue!" Seorang gadis yang sedari tadi mengekor dari belakang, sibuk meneriaki sang sahabat.

Pikirannya saat ini hanya satu..,cari orang itu sesuai perintah.

Brak!

Pintu ber-cat cokelat tua itu dengan mudah dibuka dari sebuah tendangan kasar membuat tiga orang yang ada di dalam ruangan itu kompak melihat ke arah si penendang.

"Kalian apa-apaan sih?!"

Matanya melotot setelah tau jika mereka bukan hanya bertiga, melainkan ada salah seorang yang sudah terduduk lemas di pojok sudut dinding sana tanpa berani menatap siapapun.

"Ngapain sampe ke sini?" bisik sang teman agak pelan.

Pertanyaan sang sahabat tidak langsung dijawab, dirinya malah melayangkan tatapan kesal ke arah tiga orang siswa yang seluruh seragam mereka keluar melanggar peraturan sekolah.

"Kalian bertiga dipanggil Bu Irma ke ruang guru sekarang"

Tiga orang siswa itu hanya melirik remeh ke arahnya, seakan panggilan itu tidak membuat mereka takut seperti yang sudah-sudah.

"Sekarang!!" teriaknya kembali agar ketiga orang itu segera pergi.

"Awas lo!"

Salah satu siswa yang diketahui sebagai ketua dari komplotan mereka bertiga itu, menunjuk ke arah ke arah siswa lain yang sudah lemah di sudut dinding dengan nafas terengah-engah.

Lantas ke tiga siswa itu berjalan keluar melewati dua orang siswi dengan gaya berandalan mereka.

"Lo gak papa?"

Dirinya ikut meringis melihat penampilan siswa itu yang jauh dari kata baik-baik saja. Lebam kecil di sudut bibir bawah, kancing seragam raib entah kemana, seragam putihnya kotor dan berkeringat dan juga yang paling memprihatinkan adalah reseleting celana biru dongker itu ikut terbuka dan rusak.

"Udah kan? Ayok ke kelas"

"Lo duluan aja, gue harus ngurus ini"

"Ya biarin aja, suruh Andi aja yang ngurus lagian lo cewek kok malah bantuin cowok"

"Andi ada rapat osis, sebagai wakilnya gue yang harus urus ini. Emang kenapa sih kalau gue cewek mau bantuin? Kasihan lho ini"

"Lo masih boleh berdiri? Kita ke UKS, gue antar"

Two become One (jenrina) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang