Chapter 8

3.8K 272 16
                                    

Vote untuk chapter ini.

Mama♥︎
Tepung terigunya sekilo aja nak, sama dua kaleng sarden. Nanti dicek tanggal expirednya

Meitha mendorong troli ke tempat bahan-bahan dapur melihat apakah pesanan mamanya ada atau tidak.
Setelah selesai, troli itu didorong ke arah kasir.
Bukan Meitha namanya kalau setiap belanja selain penuh dengan kebutuhan rumah, troli itu penuh dengan aneka macam snack dan minuman kemasan.

"Ternyata jajanannya masih sama"

Badan Meitha sontak kaget dan memberi jarak setelah mendengar suara seseorang dari arah belakangnya.
Yang parahnya lagi, orang itu adalah Fandi. Pria itu bagaikan hantu yang keberadaannya tidak terduga.

Dalam hati, Meitha memaki nama pria itu yang tidak tau malu muncul di hadapannya dengan senyum menyapa seakan tidak ada rasa bersalahnya setelah apa yang telah terjadi.

Sebisa mungkin Meitha memberi jarak cukup jauh tanpa mempedulikan keberadaan Fandi di belakangnya.

"Taik banget ketemu di sini. Emang gak ada toserba lain selain yang di sini?" batin Meitha menjerit kesal.

"Apa jangan-jangan nih orang sengaja ke sini? Dih biar apa?"

Meitha terlihat sangat tidak nyaman dan ingin cepat-cepat pergi. Biar saja orang lain melihat gerak geriknya yang tak sabaran ingin pulang, tujuannya cuma satu. Segera sampai di rumah dengan aman dan tidak lagi bertemu dengan parasit bernama Fandi.

"Mei, bisa kita bicara seb--"

"Makasih Mbak"

Setelah belanjaannya diambil dan dibayar, segera dilangkahkan besar-besar kakinya keluar dari dalam toserba.
Matanya lurus ke depan berjalan cepat dengan hati yang masih jengkel.

Sepanjang perjalanan, mulutnya terus melontarkan kata-kata penuh cibiran bahkan kakinya dihentak-hentakan ke aspal.

Sedang asik-asik mendumel, perasaannya mendadak jadi tidak enak. Telinganya samar-samar menangkap adanya langkah dari arah belakang,
Meitha mencoba menghiraukan tapi saat dirinya berhenti, langkah seseorang di belakangnya ikut berhenti.

Keringat dingin mulai keluar, badan Meitha agak gemetar, wajahnya cemas sementara jalanan agak sepi sebab habis diguyur hujan.
Sebisa mungkin kakinya digerakkan walaupun sebenarnya berat akibat takut.

Setiap kali kaki Meitha berhenti, orang itu akan ikut berhenti. Tas belanjaan dipeluk erat, Meitha sudah mengambil ancang-ancang ingin kabur sebisa mungkin, batinnya mulai menghitung mundur hingga dihitungan ke tiga, kakinya berlari kencang tanpa melihat ke arah belakang.
Fokus Meitha adalah lari sekenceng mungkin dan berharap bertemu dengan orang lain siapapun itu.

Ditengah-tengah berlari, nafasnya mulai putus-putus, mata Meitha menangkap adanya gang sempit di ujung sana membuat suatu ide muncul di saat-saat menegangkan seperti ini.

Kaki Meitha terus dipacu hingga membelok masuk ke dalam gang berusaha bersembunyi dengan nafas yang tak beraturan.
Baru bisa mengatur nafas, badan Meitha kembali menegang mendengar sayup-sayup langkah mendekat.

Sialan!
Orang itu masih mengikutinya, bagaimana ini? Meitha sudah tidak bisa berpikir jernih lagi, tas kresek makin ia genggam kuat, langkah orang itu makin dekat, ujung sepatunya mulai nampak, sangat dekat dan...,

"Anj*ng lo!! Penguntit sialan!!"

Meitha berteriak seraya melancarkan serangan miliknya dengan memukul badan orang itu dengan tas kresek belanjaan. Mata Meitha tertutup rapat namun tangannya aktif bergerak tanpa berhenti.

Two become One (jenrina) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang