Chapter 28

4.7K 245 6
                                    

Tinggalkan Vote.

Diaz sangatlah menyayangi Meitha. Kening wanita itu dikecup lama sebelum dirinya benar-benar pergi berangkat kerja.
Meitha sendiri tersenyum melambaikan tangannya ketika motor suaminya sudah perlahan agak menjauh.

Sekarang giliran Meitha menunggu Shanty yang katanya ingin mampir sebentar ke rumah. Hal itu menjadikan Meitha harus izin telat masuk kerja karena harus menunggu Shanty.

Ketika sosok yang ditunggu sudah duduk di hadapan Meitha, perempuan itu menautkan dua alisnya bingung menerima satu buah brosur yang Shanty bawakan sengaja untuk diperlihatkan kepada putrinya itu.

"Maksudnya apa Ma?"

Shanty tersenyum, "Mama ingin kamu ikut promil nak"

Deg

"Promil untuk apa?"

"Memangnya kalian tidak ingin punya anak hm? Usia pernikahan kalian pun sudah tidak cocok dikatakan pasangan baru. Oh atau kalian sengaja menunda?"

Meitha menjadi pening, ia tidak mengira tujuan datangnya Shanty pagi ini hanya membahas hal ini.
Hal yang sensitif bagi pasangan suami istri yang memang belum memiliki rencana tentang keturunan.

"Ma, Meitha tau Mama sama Papa pengen liat cucu. Tapi sekarang ini aku sama Diaz lagi sibuk kerja, apalagi aku baru saja menemani Diaz melewati masa-masa sulitnya kemarin"

"Mama tau. Tapi setidaknya kalian ada keinginan untuk memiliki momongan. Usia kalian makin bertambah lho. Tau sendiri kan resiko hamil di usia tua bagaimana"

Meitha menarik nafas pelan, membuat dirinya setenang mungkin agar aliran darahnya lancar tidak beku dan menjadi hipertensi.

"Anak itu rezeki dari Tuhan Mah, nanti kalau sudah waktunya, aku sama Diaz akan tetap dikasih. Tinggal kita saja yang menunggu kapan waktu itu tiba"

"Yang itu juga Mama tau sayang. Tapi tidak ada salahnya kan kalian mencoba berusaha juga? Kalau tidak disertai usaha, mana jadi nak"

Meitha sudah tidak tau lagi mau berdebat dengan cara apa. Ia takut kelepasan dan perdebatan antara anak dan ibu itu berujung ribut dan bertengkar.
Meitha tidak ingin itu terjadi, selain hubungannya dengan sang suami harus harmonis, hubungannya dengan orang tua pun harus tetap harmonis.

"Terus maunya Mama apa? Aku ikut promil?"

Shanty mengangguk cepat, reaksi orang tua itu berbanding terbalik dengan reaksi sang anak.
Tapi demi sang ibu, Meitha mencoba bersabar.

"Ini dilihat dulu baik-baik isi brosurnya. Ini Mama dapat dari teman Mama. Dia ahli kandungan"

Sekali lagi, Meitha mencoba membaca isi dari brosur tersebut dengan ogah-ogahan.

"Dia kerja di klinik fertilitas. Nantinya kalau kamu datang konsultasi, mereka akan menyambut kamu dengan baik"

"Di situ juga dijelaskan beberapa prosedur menjalani promil termasuk mengatur pola makan kamu, terus nanti juga kamu dicek kondisi rahim kamu biar jelas mendeteksi apakah rahim kamu sehat atau tidak"

"Semua itu harus diteliti dengan baik. Makanya Mama pengen kamu coba konsultasi, siapa tau setelah dari situ kamu segera dikasih? Kita kan gak tau kan, yang penting usaha dulu"

Meitha tersenyum menghargai perjuangan dan perhatian ibunya demi dirinya. Ia tau Shanty sudah ingin menggendong cucu tapi Meitha belum berpikir ke arah sana dulu, saat ini ia bukan hanya menjadi ibu rumah tangga tapi juga sebagai seorang tenaga kerja.

.
.

Ingatan Diaz seperti dipukul kembali, jiwanya ditekan oleh tumpukan kenangan yang sengaja ia kubur dalam-dalam.
Dengan tidak tahu dirinya, Putra datang menampakan dirinya di hadapan Diaz di saat Diaz masih dalam bekerja.

Two become One (jenrina) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang