9. lepas kendali

49 3 0
                                    

"Aku gak bisa. Aku gak mau anak ini, aku lelah aku gak bisa. Aku ingin anak ini keluar dari rahimku dan kita bercerai!!" Rain terus berteriak dam meronta melawan Arsan yang memegang tangannya.

"Cukup!!" peringat Arsan tegas saat keduanya berhenti di depan pintu kamar.

Arsan menatap Rain yang juga menggebu-gebu. Nafas keduanya tidak beraturan hingga yang terdengar adalah perpaduan kedua nafas mereka.

"Cukup, Ra. Cukup dengan semua pikiranmu yang tidak akan pernah aku biarkan terjadi. Terima semuanya, terima anak kita dan terima kenyataan jika kita memang sudah menikah, hanya itu!!" tegas Arsan lalu dengan lembut membawa Rain memasuki kamar.

Rain melepaskan tangan Arsan marah lalu duduk di tepi ranjang, menatap Arsan dengan tatapan yang tidak berubah sedikitpun.

"Aku tetap ingin kita bercerai, jika kita menikah karena anak ini, dan jika kamu menginginkan anak ini maka setelah anak ini lahir kita harus bercerai!"

"Jangan harap!" tegas Arsan dengan tatapan tajam.

"Aku tetap ingin berpisah!!" teriak Rain marah.

"Kau ingin berpisah? Tapi aku tidak!!" ucap Arsan marah lalu mendekat kearah Rain membuat wanita itu ketakutan.

"Aku punya mimpi, dan pernikahan ini bukan impianku, Arsan. Tolong aku ingin berpisah" nafas Rain memburu karena marah dan gejolak membara di hatinya.

"Saya juga punya impian, Ra. Tapi demi kamu dan anak kita saya rela melepaskan impian itu" Arsan menatap Rain dengan tatapan tajam lalu mendekatinya dengan langkah pasti.

Bukan hanya Rain yang terluka oleh kejadian itu, Arsan juga demikian. Semua  orang memiliki mimpi namun tentu tidak semua mimpi bisa terwujudkan.

Rain ingin menghindar namun Arsan mendorong tubuhnya hingga terlentang, sedikit rasa sakit dia rasakan namun rasa sakit itu tergantikan dengan kepanikan saat kini Arsan sudah membuka pakaiannya dan menindih Rain.

Kejadian ini membuat Rain mengingat mimpi buruk tentang kejadian lalu, dia menangis dengan tubuh bergetar namun kesulitan untuk mengeluarkan suaranya.

"Aku tidak bisa mengendalikan diriku karena marah, Rain. Jadi maaf kau memohon pun aku tidak akan mendengarkannya." Arsan berbisik dengan tangannya yang mengelus rambut Rain dengan penuh sayang.

"Katakan sekali lagi, apa kau masih ingin kita berpisah?" tanya Arsan dengan suara seraknya.

Rain mengangguk dengan putus asa, dia mulai mengeluarkan airmata ketakutan namun Arsan bukan seperti Arsan yang selalu peduli padanya, dia kini mulai mengecupi Rain tanpa mempedulikan air matanya yang mengalir.

"Jika iya, maka dengan tegas aku akan mengatakan Tidak!!" ucap Arsan lalu mulai melanjutkan aksinya kembali.

Kedua tangan Rain di tahan di atas kepala, pakaiannya mulai terlepas oleh ulah Arsan hingga dia merasa sangat malu di hadapan lelaki itu. Malu dan takut di saat yang bersamaan.

"J-jangan" lenguh Rain tak kuasa.

"Aku tidak suka menyiksa dengan kekerasan, Tapi yang akan aku lakukan adalah hal wajar bagi pasangan, Ra. Jadi nikmatilah" bisik Arsan mulai menyapu bersih setiap permukaan yang dia inginkan, menarik paksa setiap kain yang menutupi kulit mulus Rain membuat wanita itu semakin menangis tak berdaya.

"Maaf, Ra. Tapi aku lelaki normal yang tidak akan berhenti setelah sejauh ini" bisik Arsan serak.

"Jangan, atauhhh aku akan membencimu-akkhh" Rain menjerit frustasi dan kesakitan.

Tubuhnya bergetar hebat dengan lelehan air mata, di benar benar tidak berdaya, dia marah dan sangat membenci keadaannya sekarang ini dan Arsan semakin memperburuk keadaannya.

Mistake??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang