13. Masalalu Rain

28 2 0
                                    

Arsan menyiapkan buah buahan segar untuk Rain, dia sempat membeli beberapa macam buah sebelum ke rumah Thalia.

Rumah ini cukup besar dan sangat nyaman untuk di tinggali. Meski kini tidak banyak orang bahkan kedua keponakan Rain sedang bermain di luar, rumah ini tetap terasa hangat sangat berbeda dengan rumah mereka yang terasa sedikit sepi dan suram, mungkin.

Arsan menghela nafas pelan, mungkin ini alasan Rain tidak mau membuka hati untuk dirinya, istrinya itu kesepian dan merindukan suasana hangat seperti di rumah kakaknya.

"Kakak tau, Rain itu keras kepala, dia itu sulit untuk di ajak berbicara dan tertutup. " Thalia datang dengan segelas kopi yang tinggal separuhnya.

"Kak, apa suatu saat Rain akan menerima kami?"

Arsan selalu gelisah, bahkan kadang dia sulit untuk tidur karena memikirkan hal ini. Sangat menyakitkan jika Rain terus menolak kehadirannya dan anak mereka nantinya.

Thalia tersenyum, wanita itu duduk di sebuah kursi yang menghadap pada Arsan dengan tatapan sendu. Setiap membahas tentang adiknya, dia selalu merasa sedih bahkan ingin menangis.

"Rain itu keras, namun hatinya lembuut sekali" ucap Thalia dengan lembut membayangkan Rain yang selalu ceria.

"Arsan, bukan kamu alasan Rain seperti ini"

Arsan terdiam mendengar perkataan Thalia. Dia tau jelas jika Rain seperti ini karena ulahnya, karena mereka harus menikah demi anak di kandungan Rain sedangkan diantara keduanya tidak ada cinta sama sekali.

"Semua bukan karena kamu, Arsan. Tapi, kamu menjadi pemacu sikap Rain yang seperti sekarang ini" Thalia menghela nafas pelan. Sungguh untuk bercerita saja dia rasanya berat karena harus kembali membayangkan penderitaan mereka dulu.

"Maksud kakak?"

"Ayah kami jarang pulang, Ar. Dia pulang dalam setahun mungkin hanya beberapa kali itupun hanya satu sampau dua hari." Thalia menghela nafas pelan.

Dia menatap Arsan dengan tatapan serius, dia akan menceritakan hidup mereka saat masih kecil hingga sekarang. Wanita itu menghela nafas berat ketika sesak menghantam dadanya.

"Kami gak pernah punya momen indah sama ayah, Ar. Yang ada di ingatan kami saat kecil adalah lelaki kasar dan keras, bahkan kakak selalu takut untuk pulang sesudah mengaji kalau ada ayah. Tapi, Rain tetap menyukai ayah kami, dia...., gadis kecil yang naif." Thalia terdiam beberapa saat.

Wanita itu mengambil air, meneguknya kasar namun airmata begitu saja keluar meski dia mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Hingga, bahkan kakak marah dengan kehidupan, dan singkat waktu kakak menikah, ya semuanya berjalan seperti biasa meski kakak tidak lagi tinggal di rumah. Rain anak yang ceria, dia suka menjahili dan anaknya keras. Arsan, jika ada yang menjahati atau menjauhi Rain, dia selalu melawan tidak pernah pasrah, namun ketika pulang dia menangis di pangkuan ibu." Thalia terkekeh kecil.

"Rain itu sering nangis pulang sekolah atau main, orang orang terlihat menyayanginya namun juga menggores luka di hati kecil Rain. Tapi Rain memiliki sahabat yang begitu baik, Ar. Dia Diandra, sahabat kecil Rain yang selalu menemani Rain dan jadi tameng untuk Rain. Ketika semua orang menjauhi Rain, dia selalu menemani Rain. Ketika semua orang membuat Rain menangis, Diandra akan terus melindungi Rain, padahal dulu mereka masih kecil" Thalia terkekeh kecil.

Raina dan Diandra adalah sahabat paling idaman menurutnya, tidak sekalipun Diandra membuat Rain menangis, dia lelaki berwajah datar, bersikap tenang namun memiliki mulut tajam pada orang lain. Hanya pada Rain lelaki itu selalu berlaku baik dan manis.

" Orang tua kami bercerai saat Rain duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar" lanjut Thalia membuat Arsan menatap tak percaya.

"Rain masih kecil" lirih Arsan tak menyangka.

" Iya, dan setelah itu dia tinggal sama ibu, lalu ibu kerja sedangkan ayah menikah lagi, Rain gak tau itu. Beberapa tahun kemudian akhirnya ibu juga menikah lagi, Rain tidak setuju namun tetap pernikahan itu ada. Kamu pasti tau kenapa Rain tidak mau menikah, Ar. Karena orang tua kami juga menikah karena keterpaksaan, sebuah perjodohan dan berakhir saling bercerai membuat kami terutama Rain menjadi korbannya." Thalia menghela nafas kasar, mengatur nafas dan perasaannya namun isak tangis dan airmata tak bisa dicegah.

"Rain takut menikah, Ar, bukan membencimu. Rain kecil melihat pernikahan orang tua kami, yang gagal dan menyakitkan, lalu saudara kami yang mendapatkan kekerasan di rumah tangga, sepupu kami yang di selingkuhi, Rain trauma dan itu sulit untuk di hilangkan Ar. " Pecah sudah airmata Thalia sedangkan Arsan terdiam kaku mendengar cerita Thalia.

"Rain tidak mau jadi ibu, dia tidak benar-benar membenci bayi kalian, Rain hanya membenci kenapa dia yang harus mengandung karena dia takut bayinya terluka, Ar. Dia tau sakitnya jadi anak yang, terlantar? Ibu menikah lagi, dan punya anak, kamu tau kan bagaimana? terutama ayah yang memang sejak awal sudah berselingkuh dan memiliki anak juga. Keluarga kami memiliki keluarga baru, Ar. Saat itu Rain benar-benar sendiri dan dia tidak tau bagaimana hidup pernikahan yang sesungguhnya, Rain juga tidak tau bagaimana menjadi orang tua yang terbaik karena dia memang tidak mendapatkan itu semua. Itu yang membuat Rain takut, dia takut tidak bisa menjadi ibu yang baik, jadi dia ingin anaknya hilang daripada merasakan kejamnya dunia."

"Aku akan menyayangi Rain dan bayi kami, kak. Aku-"

"Kakak tau, tapi Rain berbeda, mentalnya sejak awal sudah hancur karena orang tua kami, bahkan Rain harus di marahiu karena dia tidak memanggil ibu pada istri ayah, Rain juga selalu menahan kesedihannya melihat ayah kami begitu menyayangi anak dan anak tirinya namun mengabaikan Rain. Rain itu, dia hanya tidak ingin memberikan luka, Ar."

Penjelasan dari Thalia semakin membuat Arsan merasa bersalah pada Rain, istrinya takut dengan pernikahan dan dia malah menjerat dalam pernikahan, dan perbuatannya ini, bukankah Rain akan trauma pada Arsan juga?

"Kakak sedikit bercerita karena kamu harus tau masa lalu Rain, Ar. Dia bisa menerimamu jika dia sudah merasa percaya dan yakin padamu, Ar"

"Kak, Arsan akan menjaga Rain, mencintai Rain dan membuat Rain menjadi Rain yang bahagia" ucap Arsan yakin.

"Jika begitu, saat waktunya tiba, saat Rain sudah percaya padamu, tolong jangan tinggalkan dia, jangan seperti Diandra dan..." Thalia menghentikan ucapannya.

Masih banyak luka yang adiknya alami dan dia rasa ini bukan haknya untuk berbicara.

"Diandra ninggalin Rain? Dan siapa yang ninggalin Rain lagi?" Arsan bertanya.

"Tidak dalam artian yang terlalu jauh, Diandra sudah memiliki kekasih dan menjauhi Rain, mungkin demi menjaga perasaan kekasihnya namun bagi Rain Diandra yang merupakan sahabatnya dan pelindungnya, Rain kembali merasa sendirian. Meski kakak selalu dengannya tapi itu berbeda untuk Rain, Ar." jelas Thalia.

"Dan?" Alis Arsan terangkat masih penasaran dengan satu orang lagi namun Thalia bungkam selama beberapa detik.

"Itu, masa lalu Rain, dan cerita itu adalah miliknya, suatu saat nanti Rain pasti memberitahumu, Arsan" ucap Thalia lalu meninggalkan Arsan yang masih kebingungan.

"Ra, harus dengan apa aku meminta maaf padamu, bahkan yang aku lakukan hanya membuatmu semakin takut dan membenciku."

Mistake??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang