4. Tetangga baru

30 6 0
                                    

Berdiam diri di rumah yang sepi, mungkin dari dulu hingga sekarang adalah pilihan terbaik untuk Rain. Tapi, kali ini dia duduk di teras rumah menatap anak-anak kecil yang berlarian dari balik pagar hitam yang menjulang tinggi.

Hanya samar yang bisa dia lihat namun itu cukup menghibur Rain yang merasa kesepian, tak biasanya dia bosan berdiam diri. Dia selalu menyukai berbagai hal tentang sunyi, tapi saat tangannya menyentuh perutnya yang mulai membuncit, dia sadar jika sekarang dia memang tidak sendirian dan mungkin bayinya merasa terabaikan dan kesepian?

Rain terus menghela nafas bosan, melihat ponselnya dan masih jam sembilan pagi? Terlalu pagi untuknya merasakan kebosanan yang melanda.

Rain menatap sekeliling halaman rumah yang hampa, tidak ada tumbuhan hijau seperti milik tetangga di sebrang rumah, ah ralat, lebih tepatnya di halaman rumah ini hanya teras dengan dua kursi serta jalan yang di hiasi batu dan tanah kosong yang mungkin akan lebih baik jika di tanami rumput hijau dan beberapa jenis bunga yang akan mekar dengan indah.

Rasanya dia ingin pindah ke rumah tetangga yang lebih asri dan nyaman dengan berbagai jenis tanaman yang mekar, udara sejuk karena tanaman hias adalah hal yang menyenangkan di pikiran Rain.

Ketika memikirkan tanaman, dia jadi membayangkan taman indah dan bukit hijau yang luas, sungguh menyenangkan berjalan di pagi dan sore hari menghabiskan waktu menikmati cahaya hangat sang mentari.

Tapi, di sini tidak ada tempat seperti itu, kota padat penduduk dengan berbagai aktifitas yang membuat polusi di mana mana, dan perumahan ini sedikit lebih baik menurut Rain. Ya, dari keadaan sekitar yang terdapat pohon tinggi di hampir sepanjang jalan, dia cukup yakin para penghuni dan yang memiliki perumahan ini memang cukup menyukai suasana sejuk yang tidak bisa di dapatkan di kota.

"Permisi, tetangga baru, ya?"

Rain langsung menoleh, mengalihkan perhatiannya pada bagian pintu gerbang yang masih tertutup. Meski begitu, pintu masuk memang sedikit lebih rendah dari pagar di sampingnya, memang aneh pikir Rain.

Rain langsung berjalan menghampiri wanita dewasa yang berpakaian santai, hanya sebuah daster kebanggaan kebanyakan wanita penghuni rumah seperti dirinya sendiri.

"Hai, aku tetangga kamu di samping kiri" ucapnya ramah sembari menepuk tembok pagar rumahnya sendiri.

Rain tersenyum ramah, meski dia tidak terlalu menyukai berinteraksi, tapi dia tidak akan menolak orang lain yang ingin menyapa dan berkenalan dengannya terutama dia sekarang membutuhkan teman, ya mungkin sekedar orang yang dia kenal lebih tepatnya.

"Aku, Raina" ucap Rain memperkenalkan diri tapi sebelum itu dia membuka gerbang yang kuncinya memang tersimpan di atas meja tadi.

"Aku Dara, kamu terlihat masih muda" ucap Dara sembari menelisik penampilan Rain.

Rain canggung di tatap seperti itu terutama dengan daster selutut, lengan pendek dan rambut yang tidak beraturan. Jangan lupakan perutnya yang kini membuncit karena kehamilannya.

"Ah, gak papa, aku juga nikah muda dulu, sekarang udah punya dua anak, selamat ya udah mau jadi ibu padahal dulu aku susah loh mau punya anak" ucapnya terlihat biasa saja namun tidak untuk Rain.

Dia mengelus kaku perutnya yang mulai membuncit, tidak salah jika dua pasangan memilih menikah muda, yang salah adalah dirinya dan Arsan yang sudah menikah muda, karena insiden lagi. Itu bukan hal yang pantas untuk di banggakan atau di ceritakan menurut Rain. Kisah mereka bukanlah sepasang remaja muda yang saling jatuh cinta dan memilih menikah di usia muda.

"Oh, sampai lupa" Dara berlari cepat kerumahnya dan kembali dengan sebuah pot kecil yang menjadi tempat tumbuh sebuah bunga mawar dengan bunga-bunga kecil berwarna merah, sangat menggemaskan dan membuat Rain terpana untuk beberapa saat.

Mistake??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang