"Mau aku suapi?" tawar Arsanlya sendiri.
"Tidak perlu, bayimu sudah bisa makan sendiri" ucap Rain acuh tak acuh mulai menyantap makanan di piringnya.
Arsan terdiam menatap perut Rain yang mulai membuncit dengan sesak di dadanya. Dia merasa kehilangan ketika tidak lagi menyuapi istrinya itu untuk makan, namun dia merasa sakit dan kasihan pada bayinya, Rain berkata seolah bayi dalam kandungan itu hanya milik Arsan bukan milik Rain.
Apa istrinya itu sangat tidak menginginkan bayi mereka hingga bahkan tidak ingin mengatakan anak kami atau anak kita?
" Ra.."
"Khuek" Rain membekap mulutnya, bergegas menuju wastafel di dapur dan mulai memunta*kan makanan yang sebelumnya dia telan.
Arsan mengikuti dengan rasa khawatir, mengurut tengkuk Rain dengan perlahan, tangannya juga mengelus perut buncit istrinya dengan lembut.
"Ra, bayi kita ternyata masih ingin papa nya yang menyuapi " ucap Arsan terkekeh kecil.
"Aku ingin pulang" ucap Rain.
Arsan menghentikan usapannya di perut Rain, beralih menyentuh kedua bahu istrinya dan membalik tubuh Rain hingga kini menghadapnya sempurna.
"Ra, ini rumah kamu, rumah kita" Arsan menatap dalam kedua netra Rain yang bergetar tak karuan.
"Aku. Ingin. Pulang. Ke rumah kakak!!" ucap Rain tegas tak ingin di bantah.
Arsan menghela nafas pelan. Jarak rumah mereka dan rumah kakak Rain cukup jauh, berbeda kota yang menyebabkan butuh beberapa jam untuk sampai dengan kondisi Rain yang seperti ini Arsan tidak mau mengambil resiko terlebih dia yang akan berjauhan dengan Rain karena pekerjaannya yang sudah menumpuk tidak bisa di tinggalkan.
"Ra, aku sedang banyak pekerjaan jadi-"
"Aku ingin pulang, Arsan!!" Suara Rain bergetar dengan mata berkaca kaca.
"Kamu sedang hamil, Ra. Tidak mungkin kita ke sana, perjalanannya jauh" ucap Arsan meminta pengertian.
"Waktu itu kau bisa membawaku kesini, kenapa sekarang tidak?!" geram Rain.
"Itu berbeda, Ra. Sekarang kandunganmu sudah membesar, kamu gak akan nyaman lama berada di dalam mobil" Arsen menghela nafas pelan ketika melihat tatapan Rain yang tidak luluh sedikitpun.
"Jika begitu, lebih baik berjalan kaki saja" ucap Rain kemudian berjalan meninggalkan Arsan.
Lelaki itu mengusap kasar wajahnya dan menghela nafas kasar. Menghadapi Rain selalu tidak mudah namun Arsan tidak bisa untuk tidak mengalah.
"Baik lah, Ra. Kita pergi" ucap Arsan putus asa.
Kali ini, dia mengalah untuk Rain. Mengalah untuk istrinya dan demi anaknya.
Rain berhenti dan berbalik menatap Arsan yang kini menghampirinya.
"Bersiaplah, kamu ingin menginap, kan?"
Rain mengangguk dan segeran ke kamar mereka, menyiapkan pakaian yang akan dia butuh kan selama di rumah kakaknya.
Tidak terlalu banyak karena di rumah Thalia, Rain juga memiliki pakaian yang masih bisa dia pakai.
Arsan lalu menghampiri Rain, mengambil pakaiannya dan ikut di masukan beberapa pakaian kedalam koper kecil milik Rain.
Perbuatannya itu membuat Rain menatapnya tajam.
"Kenapa? Aku akan ikut menginap, Ra. Aku tidak bisa meninggalkanmu di sana, Aku tidak ingin kita berjauhan" ucap Arsan yang kembali di abaikan oleh Rain yang kini menutup kopernya dan perlahan berdiri di hadapan Arsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake??
РазноеKecelakaan yang membuat seorang perempuan hamil, apakah pertanggungjawaban perlu? "Aku tidak ingin hidup dengan lelaki yang sudah menghancurkan hidupku." "Perlahan kamu akan menerima aku dan anak kita"