17. Mulai menerima

36 3 1
                                    

Arsan menatap tajam adiknya yang saat ini duduk santai di hadapannya sembari memakan roti bakar buatan Rain.

"Pulang. Kalau abang masih lihat kamu ketika pulang, awas aja!" ucap Arsan penuh peringatan.

Zila menatap malas lelaki itu lalu dengan tidak nafsu dia meletakkan roti di atas meja. "Abang. Kak Rain izinin aku tinggal di sini jadi aku akan tinggal"

Arsan malas dengan sikap pembangkang Zila, adiknya itu selalu keras kepala dan menyebalkan. "Tidak ada kamar untuk kamu tinggal, Zila" ucap Arsan penuh peringatan di setiap kata-kata lelaki itu.

"Kita bisa tidur bertiga, kalau enggak mau ya berarti tidur di ruang tamu saja" ucap Zila tidak mau mengalah sama sekali.

"Zilla" tekan Arsan penuh peringatan.

"Bang, jangan egois deh. Kak Rain kesepian di rumah ini jadi aku mau menemani dia selama abang kerja"

Kali ini Arsan bungkam dengan tatapan tajam mengarah kepada adik perempuannya yang selalu bersikap seenaknya sendiri. Arsan menghela nafas lelah menatap Rain yang memilih diam enggan untuk ikut campur di antara keduanya.

Jika di pikirkan lagi memang benar yang Zilla katakan, Rain kesepian jika di rumah sendirian tetapi dengan adanya Zila..,

"Oke. Kamu boleh tinggal di sini" ucap Arsan pada akhirnya.

"Nah, begitu dong. Kan Zila bisa tidur-"

"Kamu tidur sendirian di atas. Abang siapin kamar untuk abang dan Rain di bawah" ucap Arsan membuat Zilla cemberut kesal namun tidak berdebat lagi.

Sedangkan kini Rain menatap Arsan dengan tatapan rumit, dia kesal karena Arsan seakan tidak mengizinkannya untuk tidur terpisah dari lelaki itu.

"Maaf Ra, ruang bacanya harus kita gunakan sebagai kamar kita" ucap Arsan penuh sesal.

Rain hanya mengangguk sebagai jawaban, dia tau melawan Arsan bukan hal yang tepat terutama di hadapan Zilla.

Meski tidak ingin peduli tapi setidaknya Arsan harus punya kuasa dan harga diri di rumah ini, jika dia sama seperti Zilla yang membangkang Arsan, mungkin harga diri lelaki itu akan tergores? Dua perempuan yang tidak mematuhinya bukankah cukup memalukan jika di lihat orang lain?

Setidaknya dia sedikit menjaga itu meski selama ini dia yang selalu membangkang Arsan.

"Kenapa harus pindah? Aku tidur dengan kak Rain saja" protes Zilla kesal.

Arsan mendengus menatap adiknya yang sangat menyebalkan melebihi apapun itu.
"Rain sedang hamil besar, berjalan naik turun tangga akan berbahaya untuknya" ucap Arsan dengan delikkan tajam pada Zilla.

"Berarti bukan Karena Zila kan?" Gadis itu bertanya dengan senyum lebar membuat Arsan menghela nafas jengah.

"Bukan, Kamu bebas tinggal di rumah ini, Zilla" Kali ini Rain berucap ringan membuat Zilla tersenyum senang.

Tanpa keduanya sadri, Arsan merasa senang melihat Rain dan Zilla yang sudah dekat meski sebelumnya mereka tidak saling mengenal. Tentu saja itu karena Zilla yang banyak bicara dan Rain yang bersikap menerima kehadiran gadis itu meski sebenarnya jika Rain menolak bukanlah hal yang buruk menurut Arsan.

Menolak kehadiran Zilla akan membuat gadis itu pulang ke rumahnya daripada terus tinggal di rumah ini mengganggu mereka berdua, tetapi sepertinya memang benar Rain membutuhkan Zilla untuk menemaninya selagi Arsan sibuk dengan urusan kantor dan mengajar.

"Kak Rain, nanti Zilla bantu beresin pakaiannya ya. Zilla lihat perpustakaan buatan itu luas loh lebih luas dari kamar atas, kayanya dua kamar di satukan deh, pokonya meski rak buku enggak di keluarin masih muat ko untuk tempat tidur dan lemari pakaian" Zila mengoceh terus bersama Rain.

Mistake??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang