Seminggu sudah mereka di rumah Thalia, tidak banyak berubah pada kebiasaan Rain yang pendiam, namun ke hadiran dua bocah kecil membuat wnita hamil itu lebih banyak tersenyum.
"Ra, Vano turunin aja, dia berat nanti perut kamu ke teken" Thalia datang membawa semangkuk buah buahan untuk Rain.
"Nih Ra, tadi suami kamu yang siapin tapi tiba-tiba ada kerjaan katanya" ucap Thalia yang tentu di hiraukan oleh Rain.
"Terimakasih, kak" ucap Rain masih memangku Vano dan menyuapi anak lelaki berusia satu setengah tahun itu.
"Ra, Arsan benar-benar bertanggung jawab, dia menyayangi kamu dan bayi kalian."
Ucapan Thalia membuat Rain terdiam dan menatap kakaknya itu kesal. Dia terlalu sensitif atau hatinya yang terlalu buruk?
"Itu memang harus di lakukan. Dia yang sudah membuat hidup Rain hancur, kak!" ucap Rain sebisa mungkin menahan dirinya.
"Tapi, tidak semua lelaki seperti Arsan yang bertanggung jawab sejauh itu bahkan mementingkan detail kecil, Ra. Dan kamu harus bisa melihat jika Arsan juga berbeda dari kebanyakan lelaki, dia tidak seperti ayah atau lelaki bajingan yang kamu saksikan, Rain."
"Kakak. Cukup, ya. Rain tidak ingin terus bermusuhan dengan kakak!" tekan Rain dengan suaranya yang mulai bergetar.
"Kakak juga tidak mau kamu memusuhi Arsan, Ra. Dia suami kamu, imam kamu. Ra, kakak selalu mengharapkan yang terbaik untuk kamu, tolong mengertilah"
Sebanyak apapun orang lain memberitahunya, hati seseorang yang tersakiti tidak akan menerimanya dengan mudah, bukan.
"Ra, bukankah kamu harusnya merasa beruntung memiliki Arsan dan bayi kalian?" ucap Thalia lirih membuat Rain terdiam masih menyuapi Vano.
"Arsan bisa di katakan lelaki yang sempurna, dia baik, bertanggung jawab, penyayang, dan dia punya pekerjaan,"
Rain bungkam, dia menurunkan Vano dari pangkuannya dan pergi meninggalkan Thalia.
Rain tau jika perbuatannya sangatlah buruk pada Thalia dan Arsan, tapi di sini dia belum bisa menerima semuanya dengan sungguh sungguh. Rain butuh waktu untuk bisa menerima semua hal yang telah terjadi.
Di sini dia sekarang, di dalam kamar merapikan novel-novel miliknya kedalam kardus besar. Rain memasukan seluruh barang-barang miliknya lalu memasukan pakaian miliknya dan milik Arsan.
Wanita berperut buncit itu bahkan mengabaikan lelah dan sakit di perutnya, dia enggan untuk peduli hingga sebuah tangan kekar menyentuh lembut tangan Rain yang memasukkan pakaian kedalam koper.
"Kenapa, Ra? Duduk dulu, kamu pasti lelah" suara lembut itu membuat pelupuk mata Rain berair.
"Aku.., ingin pulang ke rumah kamu, Arsan" lirih Rain.
Wanita hamil itu menunduk mencengkram pakaiannya dan lengan baju Arsan. Bahunya naik turun bersamaan dengan deru nafas yang tidak teratur dengan benar.
Arsan tidak tau apa yang terjadi namun dia mengangguk mengelus bahu Rain dengan sayang.
"Kita pulang ke rumah kita, Ra. Duduk ya, aku kemasi barang-barang kamu" ucap Arsan sembari melihat baju-baju yang belum semuanya di masukkan ke dalam koper.
Lelaki itu mengambil alih, dia mengemasi barang-barang milik Rain, memasukkannya kedalam koper dengan rapi.
Pakaian Rain memang tidak banyak, Arsan bahkan heran mengapa pakaian gadis seperti Rain bisa hanya sedikit sedangkan pakaian adiknya dan orang lain mungkin lebih dari satu lemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake??
RandomKecelakaan yang membuat seorang perempuan hamil, apakah pertanggungjawaban perlu? "Aku tidak ingin hidup dengan lelaki yang sudah menghancurkan hidupku." "Perlahan kamu akan menerima aku dan anak kita"