64

1.2K 51 1
                                    

°°°

Sesampainya di rumah sakit, dokter hanya bilang akan melakukan yang terbaik. Deril melihat tubuh adara yang terbaring lemah di ruangan kaca yang belum boleh di masuki oleh pengunjung. Kepala adara di perban, wajahnya pun penuh luka. Deril menangis sejadi-jadinya. Deril menyesal, Karna ego nya sendiri, kini malah adiknya yang menjadi korban.

Deril langsung mencoba menghubungi ayahnya, Namun panggilannya tidak di jawab. Sekarang sudah pukul 22:05. Sepertinya wijaya sudah tidur. Deril meraup kasar wajahnya. ia kembali melihat adara dari luar. Deril benar-benar sangat frustasi.

Tidak lama kemudian, wijaya menelfon balik. Deril pun langsung mengangkatnya. Deril menceritakan semua kejadian tadi. Awalnya Wijaya tidak percaya, Namun setelah deril mengirim foto adara ke wijaya, Wijaya baru percaya. Wijaya pun langsung bergegas untuk menuju ke rumah sakit.

15 menit kemudian, Wijaya sampai di rumah sakit. ia memarkirkan asal mobilnya. Setelah itu Wijaya pun langsung berlari masuk ke dalam.

Deril terlihat duduk di lantai depan pintu. Berkali-kali Deril meraup kasar wajahnya, sedari tadi ia tidak bisa tenang karna melihat kondisi adara yang masih tidak menentu.

Wijaya pun datang. Wijaya menangis sejadi-jadinya begitu melihat gadisnya terbaring lemah di ruangan kaca. Deril pun langsung berdiri dan mengusap punggung ayahnya.

untuk pertama kalinya deril melihat ayahnya menangis seperti ini. Bahkan Wijaya sampai memohon-mohon pada dokter agar mengizinkan ia masuk menemui adara. Namun dokter menahannya, karna kondisi adara yang masih tidak menentu.

"Yah, udah, yah. tenang."

Deril mencoba menenangkan ayahnya meskipun dirinya sendiri juga sangat khawatir dengan kondisi adara.

Wijaya langsung menatap tajam ke arah deril. "Tenang?! Kamu suruh ayah tenang?! Lihat! Gara-gara ke egoisan kamu, adara jadi kaya gini! Kalo aja kamu gak asal pergi, adara gak bakalan sampe kecelakaan!"

Deril langsung diam mematung. Yang di ucapkan ayahnya memang benar. Ini semua salahnya. Wijaya pun Langsung duduk di kursi tunggu yang berada di sana.

"Sini! Ayah mau ngomong." Ucap wijaya kepada deril.

Deril pun melangkah menghampiri ayahnya, lalu ia pun duduk di samping ayahnya.

"Ayah gak larang Kamu suka sama adara, Tapi kamu juga gak bisa terlalu ngatur ini itu ke adara, adara juga butuh kebebasan. Kalo dia mau pacaran, ya udah, itu hak dia."

"Jadi ayah udah tau kalo adara pacaran sama arhan?"

Wijaya hanya mengangguk.

"Ayah ngerestuin mereka?" Tanya deril.

"Mereka sama-sama suka, Jadi gak ada alasan buat ayah larang mereka berdua pacaran. Adara juga kelihatannya nyaman sama arhan. Ayah juga bisa lihat kalo arhan tu tulus sayang sama adara, Jadi ayah restuin hubungan mereka."

Deril menghela nafas berat. ia langsung tertunduk lesu. ia merasa hidupnya tidak akan pernah merasakan kebahagiaan lagi. Deril benar-benar sudah tidak bersemangat melanjutkan hidup.

Selama ini ia bersemangat karna ada adara yang selalu memberikan energi di setiap harinya, ia yakin suatu saat adara akan bisa menjadi miliknya. Namun sekarang harapannya lenyap Ketika mengetahui ada orang yang bisa membuat adara lebih nyaman di banding dirinya.

Wijaya menatap deril yang terlihat sangat lesu. "Ayah tau prasaan kamu sekarang."

"Ayah gak akan pernah tau prasaan aku." Saut deril lirih.

Wijaya menghela nafasnya. "Ayah tau kamu sayang sama adara, Adara juga sayang sama kamu, tapi sayangnya adara ke kamu tuh cuma sebatas kakak, gak lebih. Dari adara kecil kamu yang selalu jagain dia, jadi Yang adara tau kamu itu kakak kandungnya. Adara gak mungkin punya prasaan lebih ke kamu."

[POSESIF BROTHER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang