17

3.9K 269 15
                                    






Rajif keluar dari ruang rapat menuju halaman samping Hambalang untuk menenangkan pikirannya sejenak sambil menikmati sebuah rokok di tangan kanannya

"Lecek banget mukanya artis" Rajif menoleh dan mendapati tubuh tinggi Deril menjulang tepat di sampingnya ia tak memperdulikan keberadaan laki laki jangkung itu lalu melanjutkan aktifitas menghisap sebatang rokok di tangannya

"Kapan nikah lo? " Tanya Rajif basa basi

"Entar lah... Entar gua undang lu" Deril turut menghisap vapor yang ia bawa

"Lu masih sama Renata? " Tanya Deril lagi, tentu saja Rajif paham arah pembicaraan mereka hanya saja kepalanya sedang tak ingin memikirkan siapapun selain Nadya dan pertengkaran mereka tadi pagi

"Itu bukan hal yang bisa gua kendaliin, lo tau itu" Akankah ini saatnya ia menyudahi semuanya? Semua rasa suka dan debaran jantungnya saat bertemu Renata haruskan Rajif menyerah sekarang?

"Renata... Banyak hal yang gue lewati bareng dia, lo juga udah nikah gue harap ke depan ga ada selisih lagi diantara kita" Rajif mengangguk ia tak bisa berjanji apapun pada Deril tentang perasaan yang ia simpan untuk Renata

"Semoga kalian bahagia" Hanya itu yang dapat Rajif ucapkan mulai hari ini ia akan fokus pada rumah tangganya sendiri, menciptakan keluarga yang hangat bersama Nadya... Berbicara tentang Nadya Rajif berjanji akan membuat perhitungan dengan mantan kekasih Nadya tidak peduli jika Nadya masih mencintai laki laki itu atau tidak sekarang Nadya telah menjadi istrinya jadi ialah orang yang paling berhak atas Nadya

Sementara di lain tempat Almira terus saja menggenggam kedua tangannya cemas, beberapa saat lalu ia mendapat telefon dari sang menantu yang menangis meminta tolong dan saat ia sampai di rumah menantunya itu Almira melihat Nadya tergeletak di lantai dalam kamar tentu saja ia sangat panik

Hanya berdua bersama putri bungsunya membuat Almira merasa tak bisa melakukan apa apa hingga ia menyadari ada bercak noda darah di lantai kamar yang berasal dari Nadya membuat Almira dan Salsa kalang kabut membawanya ke rumah sakit segera

"Mas itu gila ya umi, kok bisa bisanya dia kerja apa ga liat istrinya pingsan? " Omel Salsa yang kesal pada kakak laki lakinya yang seolah lari dari kewajibannya menjaga sang istri

"Apapun itu jangan hubungi masmu dulu dek, dengerin mbak Nadya dulu nanti" Ucap Almira berusaha tenang walau dalam hatinya juga bergemuruh ia tau sepertinya terjadi sesuatu yang tak beres di sini

Dokter yang menangani Nadya keluar ruangan membuat Almira dan Salsa seketika mendekat mendengarkan penjelasan dokter terkait kondisi Nadya

"Kondisi ibu dan bayinya belum stabil bu, kita akan pantau terus perkembangannya ke depan karna yang tadi itu hampir saja kita kehilangan bayinya beruntung bu Nadya mendapat pertolongan dengan cepat" Penjelasan dokter belum membuat hati Almira tenang sebelum ia benar benar melihat menantunya sadar

"Saya bisa ketemu putri saya kan dok? " Tanya Almira tak sabar, wanita paruh baya itu langsung masuk ke dalam ruang rawat Nadya diikuti Salsa si belakangnya saat dokter yang bertugas mengijinkannya menemui Nadya

Salsa memegang tangan kiri Nadya yang terasa dingin, bibir kakak iparnya itu pucat membuat Salsa bertanya tanya sebenarnya apa yang terjadi antara Nadya dan Rajif mengingat beberapa hari lalu mereka masih baik baik saja

Nadya melenguh merasakan pusing yang luar biasa mendera kepalanya ia kenal betul langit langit rumah sakit ini dan mengedarkan pandangannya

Almira dan Salsa bergegas mendekat ke arah Nadya saat mendengar lenguhan halus wanita cantik itu

"Nak... Dedek baik baik aja kalo mbak Nadya khawatir, Umi sama Salsa disini" Ucap Almira mengusap kening Nadya dengan hati hati, Nadya merasa tenang saat mengetahui bayi dalam kandungannya selamat setidaknya ia masih memiliki alasan untuk bertahan kali ini

"Minum dulu mbak" Salsa memberikan segelas air putih pada kakak iparnya yang terlihat sangat lemas itu dan membantunya untuk minum

"Umi sama Salsa jangan kasih tau Mas Rajif ya" Nadya tau pasti timbul pertanyaan dari mertua dan adik iparnya namun ia lebih memilih menjelaskan panjang lebar dari pada harus kembali berdebat dengan sang suami

"Umi sama Salsa ga akan ngomong apapun kalo Mbak Nadya ga ijinkan, jangan mikir berat berat ya nak... Maaf ya Mbak Nadya" Tangis Almira pecah memeluk menantunya itu tanpa butuh penjelasan Almira paham bahwa rumah tangga putranya sedang berada di ujung tanduk

Almira marah, bingung dan kecewa saat ia mendengar cerita lengkap dari Nadya. Hati Almira makin teriris saat mendengar kalimat Nadya 'itu dari sudut pandang Nadya mi, umi harus dengerin mas juga nanti ya' menantunya benar benar penyabar dan pemaaf entah bagaimana jadinya jika menantunya bukanlah Nadya

"Umi.. Nadya ga mau pulang dulu ke rumah boleh kan umi? " Nadya berusaha meminta restu Almira untuk sementara pisah rumah dengan Rajif dan tentu saja diijinkan oleh sang mertua

"Ngekos bareng Salsa aja mau ga mbak? Kebetulan Salsa mulai besok udah pindahan ke kos lebih deket kampus" Tawar Salsa pada kakak iparnya diangguki oleh Almira

"Kalau ngekos sama Salsa umi setuju mbak, biar kalian bisa saling jaga satu sama lain trus nanti umi sama abah bisa sering sering nengokin juga" Persetujuan Almira sudah di dapatkan walau berat Nadya menyerahkan barang barang yang ia pakai terbawa ke rumah sakit mulai dari handphone, perhiasan termasuk cincin nikah Nadya menyerahkannya pada Almira

"Umi... Nadya ga mau pisah sama mas, tapi rasanya sakit sekali ketemu mas lagi umi, tolong kasih waktu buat Nadya ya umi" Mata sembab Nadya kembali berkaca kaca mengingat kalimat kalimat menyakitkan yang suaminya lontarkan saat perdebatan mereka sedangkan Almira tak dapat berkata kata yang dapat ia lakukan hanya menguatkan menantunya

*****

Dalam perjalanan pulang hati Rajif benar benar tak tenang kilasan wajah penuh air mata Nadya membuatnya resah entah bagaimana ia akan mendapat maaf dari istrinya kali ini

Sesampainya di rumah kening Rajif berkerut menyadari rumah dalam keadaan gelap kalimat yang Nadya ucapkan tadi pagi sepertinya bukan gertakan semata, Rajif segera turun memeriksa beberapa ruangan namun kosong tak ada sosok sang istri disana

Rajif merogoh ponselnya berniat menelfon sang istri namun ia urungkan saat mendengar nada dering telefon genggam yang sangat ia kenal milik istrinya berbunyi nyaring dari dalam kamar, Rajif mendekat ke sumber suara... Kakinya lemas saat matanya menatap cincin pernikahan mereka yang terletak persis di samping handphone Nadya








Bersambung...













Unspoken WordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang