Senyuman Yang Meluluhkan.

61 3 0
                                    


Cuaca pagi itu cukup menenangkan, awan yang sedikit mendung juga suhu yang pas. Angin sedikit demi sedikit berhembus membuat tumbuhan berayun-ayun ke kiri dan kanan dengan lembut,

Langit yang mendung itu nampak tak berpotensi hujan, Mansion Duke dan Duchess selalu sibuk setiap hari dengan berbagai pekerjaan dan perubahan yang dilakukan. Mengingat mereka baru saja pindah dan melakukan sedikit renovasi juga menambah berbagai perabotan juga hiasan untuk memperindah rumah tua tersebut,

Walau tak ditinggali oleh pemiliknya, mansion itu dipenuhi oleh pelayan yang menjaganya. Karena sesekali Grand Duchess Belina dan Grand Duke Arthur akan datang berkunjung, maka mereka selalu terjaga untuk menghidupkan suasana rumah itu.

Duchess baru mereka, Lydia De Vierreth dengan santai duduk ditaman. Sambil fokus pada benang dan kainnya, Dia mulai menyulam setelah menikah dan menjadi hobi barunya. Sejak pertama sampai di mansion, ia disibukkan dengan berbagai macam pekerjaan yang harus ia lakukan.

Bahkan melakukan renovasi juga dalam tanggung jawabnya penuh, gadis 19 tahun itu hampir menjadi orang gila karena kesibukan yang mengelilinginya. Beruntung pelayannya Elsa selalu bisa menenangkannya dengan berbagai macam cara,

Mata hijau zamrud itu fokus pada jarumnya, sulaman itu sudah ia lakukan sejak beberapa waktu lalu namun tak terselesaikan karena moodnya kurang baik. Sehingga ia kerap menunda-nunda pekerjaannya,

"Duchess, bagaimana sulaman anda?"

Madam Grace datang menghampirinya, tersenyum ramah dan duduk dihadapan sang Duchess. Lydia mengalihkan perhatiannya, menatap kepala pelayan itu tersenyum. Mereka sudah begitu dekat dalam waktu yang singkat dn membuat Lydia semakin nyaman berada disisinya.

"...Ah, aku masih belum mahir. Ini belum serapi seperti yang dibuat oleh Grand Duchess biasanya." Ucap Lydia,

Ia teringat dengan sapu tangan kecil yang diberikan oleh Grand Duchess Belina padanya. Ibu mertua itu memberinya hadiah sapu tangan yang ia sulam sendiri dengan inisial Lydia, itu sangat rapi dan indah hingga menjadi benda berharga bagi Lydia.

"Hmmm, tidak ada hal yang terjadi secara mudah Duchess. Anda perlu tahapan demi tahapan untuk sebuah kesempurnaan." ucap Madam Grace,

Wanita tua itu dengan tenang berbicara dan tersenyum, Lydia sudah seperti cucu baginya. Mengingat bagaimana gadis itu sudah sering ia lihat sejak bayi dan mungkin karena sudah dewasa membuatnya merasa canggung.

"Anda benar, saya harus berlatih lagi dan lagi untuk hasil yang sempurna dan menghadiahkannya pada Grand Duchess." sahut Lydia, gadis itu terlihat bersemangat.

Matanya bercahaya, cantik dengan rambut pirangnya ditata memperlihatkan lehernya. Sanggul kecil berantakan khas itu sungguh menawan, memperlihatkan daun telinganya yang dihiasi anting merah delima langka.

"Dimana Duke? Dan Putra mahkota?" Tanya Madam Grace,

Lydia tersenyum, "Mungkin mereka masih tidur, mereka bermain catur semalaman dan mabuk." Ucapnya.

Madam Grace agak terkejut, menutup mulut dengan matanya yang terbelalak bagai mata seekor rusa. Lydia hanya diam melihat ekspresi kepala pelayan itu, dia tertawa kecil.

"Aku sudah memperingatkan mereka, tetapi mungkin mereka belum puas dalam beberapa permainan yang membuat pikiran kacau itu."

Lydia menarik gelas tehnya, ia dengan tenang menghirup teh hangat yang sejak tadi sudah tersedia. Menunggu teh itu mulai bosan menunggu diminum baru ia akan meminumnya,

".....Dasar Duke." ucap Madam Grace terlihat marah,

Lydia tertawa pelan, mulutnya ditutupi dengan jari-jari lentiknya yang indah.

LYDIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang