Kehangatan setelah Kehancuran

105 6 1
                                    


Chapter 24 : Kehangatan setelah kehancuran.


Ia mengerang lagi, memeluk dirinya sendiri dengan tangis yang tak henti. Sialnya, dalam isi kepala yang kosong nama yang ia sebut hanyalah suaminya.

Tanpa sadar bahwa tempatnya bertumpu hanyalah pria itu, satu-satunya. Tak ada siapapun didunia ini selain Noah dalam hidupnya sekarang, ia tak punya siapapun selain suaminya itu.

Matanya memerah dengan kulit yang memucat, bibir sejenak ranum hampir membiru. Itu sungguh rasa sakit yang gila, itu begitu menyiksa.

Matahari yang bersinar dengan cerah diluar sana bagai hilang, pengelihatannya buram ketika rasa sakitnya begitu mencekam. Para pelayan disekelilingnya ketakutan dan tak tahu harus melakukan apa, mereka sudah memberinya obat seperti biasa.

Namun, rasa sakit itu tak kunjung mereda. Entah karena emosi hingga sarafnya terganggu atau karena tubuhnya memang berniat membunuh pemiliknya, sejak tadi ia sudah gemetar tak karuan dan berusaha menghabiskan makanan agar lebih baik.

Namun itu percuma, ia bahkan tak mampu mengontrol emosinya dimeja makan hingga meninggikan suaranya.

“Duke, dimana Duke..?” tanyanya dengan suara terputus-putus gemetar,

Pria itu tidak ada disana, entah dimana dia saat gadis malang itu mencarinya. Lydia sungguh tak bisa memikirkan apapun sekarang, ia hanya ingin Duke datang sekarang.

Jiwanya bertarung dengan tubuhnya, tubuh yang menginginkan seluruh aliran darahnya diisi dengan cairan yang membuatnya bahagia dan tertawa tanpa henti dan membuat dunia terlihat sangat indah, bagai surga.

Brak!

Pintu terbuka dengan Noah yang berlari secepat tenaga kearah Lydia, pria itu segera menarik istrinya dan memastikan keadaannya. Tak ada yang bisa ia temukan disana,

Selain wajah pucat dengan mata merah dan tubuh gemetarnya. Ia mengeram menghela nafas, berlari tanpa sadar melewati lorong-lorong mansion yang luas itu hingga sampai kesana tergesa-gesa.

“Bagaimana? Keadaanmu, apa masih sakit?” tanyanya, ia juga gemetar dengan keringat dingin. “Apa kalian sudah memberikan obatnya?”

Mereka semua hanya terdiam, tergeletak sebuah botol obat dilantai dengan isi yang berserakan. Dan mereka kembali memasukkan obat itu dengan hati-hati, namun Duchess kembali ingin menelan semuanya hingga berakhir berantakan.

“Panggil dokter sekarang.” ucap Noah, namun Lydia menarik tangannya. “Tidak, tidak perlu.”

“Aku baik-baik saja.” ucapnya,

Noah menghela nafas berat atas kalimat itu, entah apa yang terlintas dalam pikirannya sejenak untuk mencabut kepala gadis itu dan melemparkannya kerumah sakit untuk diperiksa.

“Kami harus bicara, tolong keluar.” ucap Noah,

Pintu tertutup dan tersisa mereka, dalam kesunyian kedalaman lautan yang tenang.

Mata mereka berpandangan dengan tajam, entah apa yang ada dalam kepalanya masing-masing sehingga mata itu bagaikan belati yang siap saling menusukkan kapan saja.

Lydia merasakan bahwa jantungnya berdetak kencang berusaha menyembunyikan itu, dengan rasa sakitnya mulai mereda namun kini ada rasa takut dalam dirinya. Noah dengan tatapan yang tak biasa, itu sama seperti malam dimana Edward berbicara padanya.

Mata yang tajam itu begitu mengintimidasinya dan sengaja mengurungnya.

“Aku tak paham apa ingin mu, jadi bicaralah sekarang sebelum aku bertindak semauku.” kata Noah, ia bangkit dari ranjang dan berdiri dihadapan Lydia. “Aku bertanggung jawab penuh atas dirimu, dan aku boleh melakukan apa saja.” ucapnya,

LYDIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang