Happy Reading..
...
Bulan begitu indah memancarkan sinarnya bersama para gemintang, membantu kami untuk terus berjalan dan berjalan, angin malam menerpa wajah hingga surai ku melambai pelan, samar-samar terdengar suara jangkrik yang berirama. Aku berusaha menikmati suasana yang tenang ini walau pikiran ku berkecamuk hebat, otak ku terus dipaksa berpikir ekstra meski aku sudah berusaha menghentikannya, namun hati ku bagai balita di tengah pasar ramai yang berisik, hilang arah, tak bisa terkontrol hingga akhirnya putus asa. Dan keheningan ini sukses membuat pikiran ku makin memuakkan, hati dan otak ku terus berdebat, tentang pria di depan ku, pria yang berjarak dua langkah di depan ku.
Dua minggu yang lalu Sasuke pulang ke kampung halamannya, kampung halaman kami, Konohagakure. Penantian ku akhirnya terbayar tanpa terkecuali, melihatnya pulang dalam keadaan fisik dan mental yang baik saja sudah membuat ku bahagia dan puas. Sasuke menemui ku sampai aku terpaksa menangis haru, dia ingin menepati janjinya dengan membawa ku pergi bersamanya berkelana, janji pertamanya pada ku bahwa dia akan kembali dan membawa ku, aku tak akan pernah lupa ketukan lembut jarinya pada dahi ku. Pria yang telah menjadi cinta pertama dan terakhir ku itu bahkan memberi ku waktu untuk merenungkan keputusan, bagaimana bisa aku berubah pikiran? Bukan tidak bahagia atau ragu, hanya saja.. Aku terlalu takut mengecewakannya, menghambat perjalananny-kami, aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Uchiha Sasuke, sekelam apapun masa lalunya, separah apapun kesalahannya, seburuk apapun sikapnya, aku seolah buta akan segalanya. Bahkan aku rela menunggunya, begitu setia menantinya, sekuat apapun aku berusaha membuang rasa cinta ku padanya, aku tidak akan pernah bisa, alih-alih lupa aku justru tersiksa sendiri. Katakanlah aku ini bodoh, katakanlah aku ini naif, namun tetap kan ku tutup mata dan telinga ku, aku tidak peduli dengan apa yang orang-orang pikirkan atau bicarakan. Sungguh aku begitu mencintai pria ini, sampai ditahap kekurangannya membuat ku semakin jatuh cinta. Sasuke memang tidak sempurna, namun dimata ku dia jauh lebih dari sempurna, dia segalanya bagi ku.
Hal itulah yang membuat ku yakin untuk tidak berubah pikiran, aku yakin dengan keputusan ku, aku akan tetap ikut dengannya seperti apa yang hati ku katakan. Malam itu aku dengan segala kesiapan ku berlari penuh tekad ke gerbang Konohagakure, takut kehabisan waktu dan Sasuke meninggalkan ku karena mengira aku telah berubah pikiran. Aku tidak ingin berpisah darinya lagi, tak ingin jauh darinya lagi, sudah cukup dia pergi meninggalkan ku bertahun-tahun.
Aku tersenyum miris saat memandang punggung tegapnya, pikiran ini hanya membuat ku semakin gundah. Ini hari ke empat belas perjalan kami, ku rasa selain hanya berjalan di tempat hubungan kami juga merenggang. Aku jadi teringat kejadian pagi ini saat kami singgah di sebuah desa yang kebetulan memang kami lewati, kami berniat sekalian membeli tambahan perbekalan namun di luar dugaan ada masalah yang dialami oleh salah satu kios penjual disana. Pemerasan, kekerasan, dan perampokan. Masalah yang sayangnya hampir jadi lumrah di setiap desa.
Saat itu kami tidak begitu jauh dari kios milik penjual yang malang itu, awalnya tiga pria itu hendak membeli tiga lusin sake namun bukannya membayar mereka justru beralibi akan membayarnya besok, penjual tentu menolak hingga mereka mengancam dengan bentakan, kemudian mulai menghardik, memukul, mendorong, atau melakukan kekerasan lainnya. Aku melirik Sasuke yang masih tetap diam di tempat, tepat di samping ku. Aku sadar Sasuke sedang menilai siuasi dengan tenang, ketenangan itu seolah membuatnya tampak tidak peduli dengan keadaan sekitar walau sebenarnya dia sedang menyusun strategi.
Aku juga mulai curiga, mata ku melirik ke beberapa tempat lainnya tanpa menggerakan kepala. Aku semakin cemas menatap pria tua yang terus dilukai itu, tubuhnya sudah terlalu lemah untuk menerima kekerasan bertubi-tubi namun orang di sekitar kami juga tidak ada yang berani melerai. Aku sudah tidak tahan lagi melihatnya sampai baru saat tubuh ku bergerak satu inci, Sasuke langsung bertindak secepat kilat, bersamaan dengan keluarnya enam pria lainnya yang menyamar menjadi pengunjung di berbagai kios berbeda, mereka langsung menyerbu dan merampas selusin sake tiap satu orangnya. Namun dalam satu kedipan mata Sasuke sudah lebih dulu menghalangi mereka kemudian langsung memberi mereka pelajaran, aku menatap kejadian tersebut dengan tenang. Sudah biasa melihat itu bahkan saat genin dulu, dan kini itu hal biasa bagi ku, apalagi Sasuke, baginya mungkin ini hanya permasalahan yang amat kecil dan dapat diselesaikan dengan satu jentikan jari.