8. Tangisan Ku

71 10 4
                                    

" Eh Lau? Udah pulang? Tumben gak minta jemput abang? Di antar sama Nathan ya? " ujar Justin saat melihat ku yang membuka pintu rumah dan berjalan dengan menundukkan kepala ku. 

" lho? Adek? Kenapa matanya sembab begini? Nangis kamu? " tanya Ridho tiba - tiba setelah meneliti wajah ku. Saat diri ku tak sengaja beradu tatap dengan dirinya sebentar.

Dan Ridho pun langsung berdiri seraya beranjak mendekati ku dengan sesegera mungkin saat menemukan aku yang masuk ke rumah dengan wajah yang begitu sembab. Rupanya aku menunduk pun tak dapat menyembunyikan wajah sembab ku. Di ikuti tatapan keheranan dari Rafa dan Justin yang memang sedang bersama dengan Ridho.

" gak papa bang. " jawab ku singkat dan menggeleng pelan.

" jangan bohong sama abang? Ada apa? " tanya Ridho sekali lagi dan mendesak ku untuk mengatakan apa penyebab aku menangis saat ini.

Namun, sekali pun aku mencoba untuk menahan tangis ku karena di beri pertanyaan oleh abang kandung ku ini, ternyata aku tak bisa menahan isakan ku. Membuat Ridho menarik ku ke dalam pelukannya.

" Hei dek? " Ujar Ridho terkejut.

" stt. Maafin abang. Sudah ya? Sakit nanti. " Tambah Ridho lagi karena dirinya yang begitu merasa punggung ku bergetar hebat.

Ridho sedikit merasa bersalah karena langsung memborbardir ku dengan pertanyaan - pertanyaan barusan yang dirinya tanyakan pada ku. Apalagi dirinya merasa marah entah pada siapa karena membuat aku menangis tersedu seperti ini.

Dan dengan inisiatifnya, dalam diam dan tak menganggu ku juga Ridho, Justin segera beranjak berdiri dan mengambilkan aku air putih saat melihat ku yang masih terisak.

" minum dulu Lau. Pelan - pelan. " ucap Justin menyerahkan segelas air putih pada ku dan membuat ku menghela pelukan ku dan Ridho.

" ma... Makasih bang. " ujar ku dengan bibir yang bergetar. Bahkan sangat lirih.

" anytime. Dho, mending bawa Laura ke kamar. Kasian dia. " ujar Justin mengusap punggung ku pelan, dengan pandangan Ridho yang sedikit pun tak terlepas dari ku. Dirinya tak tega pada ku yang bahkan masih bergetar memegang gelas dari nya.

" iya. Aku tinggal dulu bawa Laura ke kamar nya. Kalau kelamaan, kalian mau pulang gak papa. Tutup aja pintu nya. " ucap Ridho yang langsung di iyakan oleh Rafa dan Justin.

Dan tanpa menunggu waktu yang lama, Ridho pun membawa ku ke kamar dalam diamnya walau di liputi berbagai pertanyaan di dalam pikirannya.

" Lau kenapa ya? Kayaknya baru kali ini aku lihat dia nangis. " tanya Rafa memandang pintu kamar ku yang sudah tertutup rapat.

" entah. Pasti ada sesuatu jadi bikin dia begitu. Badannya bergetar tadi. Khawatir aku jadinya. " jawab Justin ikut memandang ke arah yang sama dengan Rafa.

*****

" adek ada apa? Apa ada sesuatu? Ada yang nyakitin adek? Iya? " tanya Ridho yang kini duduk berhadapan dengan ku di atas ranjang.

" mama sama papa mana bang? " Tanya ku dengan suara yang parau.

" mama ke butik. Papa ke kantor. " jawab Ridho menggenggam tangan ku dan mengelus nya perlahan. Mencoba memberi kekuatan pada ku saat ini. 

" adek boleh ceritanya nanti? Lau belum bisa cerita sekarang bang. Lau mau istirahat. " pinta ku mencoba meminta sedikit waktu pada Ridho dan beruntungnya dirinya pun tak memaksa ku lebih lanjut dan mengiyakan ucapan ku ini.

" ok. Take your time. " jawab Ridho mengangguk. Menyetujui permintaan ku ini. Sama sekali tak mau menuntut ku lebih jauh dari ini.

" tapi jangan kasih tahu mama sama papa ya? Im fine. " sahut ku sedikit memohon pada dirinya.

" no. You're not fine. Ini kali pertama abang lihat kamu nangis segininya. " sergah Ridho tak percaya dengan ucapan ku barusan.

" jangan bohong sama abang, dek. " pinta Ridho.

Selama ini dirinya tahu jika seorang Laura Rizkyna Ramadhani tak pernah sampai menangis sesenggukkan seperti ini. Dan ini kali pertama dirinya melihat ku seperti ini. 

Membuat jiwa protektif Ridho keluar karena hal ini. Tak suka dengan kenyataan bahwa aku menangis dengan mudah sedangkan dirinya sangat menjaga ku untuk tak bersedih.

" im okay. I will try. Abang jangan khawatir. Adek gak papa. Hanya saja ada hal yang adek belum bisa ceritain sekarang sama abang. " ujar ku pelan.

" Maafin Lau bang. " batin ku lirih.

" iya udah. Gak papa. Tapi yang harus adek tahu, abang ada buat adek. Kapan pun adek mau cerita. Cari abang, cerita sama abang. Ya? " ucap Ridho yang membuat ku mengangguk pelan.

" iya. Thanks bang. " ujar ku mencoba memaksa kan senyum ku pada dirinya walau pun ku tahu itu tak terlalu berguna.

" sekarang kamu istirahat ya? Kalau ada apa apa panggil abang atau telepon abang. Abang di luar sama Justin sama Rafa. Ok? " balas Ridho yang langsung memeluk ku pelan mulai beranjak berjalan meninggalkan ku yang mencoba untuk berbaring dengan pakaian yang sama ketika aku datang tadi.

" iya bang. Terima kasih. " sahut ku mengangguk pelan.

*****

" Lau gimana Dho? Baik - baik saja? " tanya Justin begitu Ridho keluar dari kamar ku dan berjalan mendekati dirinya dan Rafa yang masih setia menunggu di ruang tengah dengan wajah khawatir.

" Lau aman Dho? " tanya Rafa ikut menanyai Ridho.

" lagi istirahat dia di kamar. " sahut Ridho dan menghempaskan tubuh nya ke sofa di samping Rafa.

" kenapa Lau nangis? Ada masalah di kampus atau ada apa? Baru ini kali pertama aku liat dia nangis. " tanya Rafa.

Walau pun dirinya kadang suka sekali menggoda ku dan sering ribut dengan ku. Tapi tetap saja, dirinya tak nyaman melihat kejadian aku yang menangis bergetar seperti tadi. 

Apalagi dirinya dan Justin sudah menganggap ku sebagai adik mereka sendiri karena seringnya kami bertemu dan tumbuh bersama sejak dulu. Sehingga mereka berdua biar pun sering bercanda dan menggoda ku. Tapi tetap saja mereka berdua menyayangi ku.

" Aku juga gak tahu. Anaknya belum mau cerita. Tadi juga minta nanti dulu di bahas. Capek banget kayaknya dia. Makanya aku gak mau desak dia. Biar nunggu dia cerita aja sama aku. " ujar Ridho pelan dengan wajah seriusnya.

Dan cukup lama Ridho, Justin dan Rafa berdiam diri dengan fikiran mereka masing - masing. Mereka bertiga justru di kejutkan dengan kedatangan Nathan yang masuk ke rumah dengan tenang tak terlalu menimbulkan suara.

*****

Pesona Pria Introvert (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang