Chapter 5

133 77 48
                                    

Attetion everyone!

I'ts Aul here, pemilik akun ini. Boleh dong di follow and vote jika suka, agar Aul makin semangat buat lanjutin ceritanya.

Boleh komen jika terdapat typo atau masalah lainnya dalam cerita.

⚠️ Karya ini adalah ide murni dari pikiran sendiri⚠️

For you, terima kasih sudah mampir. Hope all enjoy it, and happy reading!

................................𓏲࣪◜𖤐................................

Bedak bertaburan keseluruh wajah, minyak wangi disemprot ke sekujur tubuh Kala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bedak bertaburan keseluruh wajah, minyak wangi disemprot ke sekujur tubuh Kala. Dia sudah siap untuk pergi sekolah.

Setelah rambut ikalnya tersisir rapi, diikat satu, menyisakan anak rambutnya di dahi. Tak lupa Kala memakai jepitan rambut kesayangannya.

"Cantiknya anak Bunda yang satu ini." Bunda menatap mata Kala tersenyum manis, tak menyangka anak sulungnya cepat tumbuh besar.
Kala membalas senyumannya dengan sedikit malu karena dipuji.

Ia segera menuju ke luar rumah, menyambut matahari pagi. Hari ini udara sangat sejuk, aroma tanah begitu segar untuk dihirup.

"Ayaaahhh, ayo cepat antar kakak ke sekolah!" seru Kala menunggu di depan rumah. Ini bukan hari pertama mereka bersekolah. Sudah hampir setengah tahun, hal itu tetap tidak mematahkan rasa semangat Kala.

Alam terasa sejuk, udara pagi membuat suasana menjadi tentram. "Sebentar, sayang." sahut ayah masih di dalam rumah.

Selagi menunggu, Kala melirik ke belakang mencuri-curi pandangannya ke rumah besar itu. Kira-kira Sabra sudah bersiap-siap belum, ya?

Kala ingin sekali menghampirinya, namun ia tidak berani ke sana sendirian. Takut dimarahi lagi oleh penjaga.

"Kala, kamu ngapain di situ?" Ayah Kala sedang mengeluarkan keretanya. Ia memang sekalian langsung kerja, jadi ayahnya mengantarnya lebih dulu.

"Heheh, gak ngapa-ngapain, kok." Kala menaiki kereta, ia duduk di belakang kemudi. Kerena itu adalah tempat favoritnya.

"Baik, let's go kita berangkat!" Ayah spontan menegaskan setir keretanya, berlagak seperti pembalap kereta. Kala tertawa geli, karena tersentak sedikit ke belakang. Syukurnya kepalanya tidak terbentur terlalu keras karena perut ayahnya.

Matahari terlihat mengintip dibalik awan putih. Kala memandangnya tak bosan, kepalanya menghadap ke atas langit, sehingga dapat melihat dagu bawah ayahnya.

"Ayah, di leher ayah kok ada yang menonjol gitu?" Kala membalikkan badannya ingin melihat lebih jelas. Itu adalah jakun, dia masih kecil dan tidak tahu itu. Ayahnya terkekeh geli, lalu menjawab pertanyaan itu dengan baik. Kala hanya ber-oh panjang, meskipun ia masih tidak mengerti.

Another People Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang