Cleo memainkan game di ponsel, anak itu terlihat fokus. Sesekali tangannya mencomot buah semangka yang dia minta pada ibunya. Mulut kecilnya menggerutu dan mengeluarkan kata-kata kasar.
"Yah kalah kan!" seru Cleo, dia menatap tak minat pada ponsel miliknya. Membuang sembarang arah, Cleo bergerak dari posisi duduk dan menatap seisi rumahnya.
Rumahnya tak sebesar rumah yang kemarin. Tetapi cukup membuat Cleo puas. Ada dua pembantu tanpa penjaga di rumah ini. Lalu ada ibu yang saat ini sedang mengepel lantai.
"Apa di benar-benar seorang pembantu?" gumam Cleo heran.
Tiba-tiba sebuah ide muncul dalam kepalanya. Ia menyeringai kecil lalu pergi diam-diam menuju taman yang berada di samping.
Cleo membasahi sandal rumahannya di sebuah kran. Lalu berjalan ke arah tanah tanpa rumput. "Wah ... Cleo benar-benar cerdik." Mata berbinarnya memandang kakinya.
Selesai dengan apa yang dia lakukan. Cleo masuk kedalam rumah dengan sandal yang sudah sangat kotor. Tanpa rasa bersalah, menginjak lantai marmer yang telah di pel oleh Sevanya.
Cleo berlari kearah Sevanya lalu memeluk Sevanya. "Ibu, tadi Cleo melihat kupu-kupu cantik diluar. Aku ingin menangkapnya, tetapi kupu-kupu itu terbang tinggi, Cleo kan gabisa ngejarnya!" dia berseru polos layaknya seorang anak mengadu pada ibunya.
Tubuh Sevanya bergetar takut, dia tidak terbiasa akan sikap baru sang putra. Dia akan menjawab, namun tanpa sengaja melihat kebelakang dimana jejak langkah Cleo membuat rumahnya kembali kotor bahkan lebih kotor.
"Ibu, kenapa ibu tidak menjawab?" Suara Cleo bergetar bersiap akan menangis.
Sevanya kelabakan, dia tak tau bagaimana harus bersikap. Disisi lain, dia merasa menyayangkan pekerjaannya karena dia harus membersihkan lantai kotor itu. Padahal, dia belumlah selesai mengepel.
Cleo berdecih pelan mendapati tanggapan gugup Sevanya. Memutar bola mata bosan, dia melepaskan pelukannya.
"Ah papi!!" teriak Cleo dan segera berlari ke arah Logan yang baru saja datang. Menghiraukan jika setiap langkah kaki Cleo membuat ruangan itu kotor.
"Papi tadi Cleo bertemu dengan kupu-kupu cantik!" ujar Cleo antusias menatap ayahnya penuh binar.
Logan menyamakan tingginya dengan sang putra. "Cleo, kamu membuat lantai kotor."
Cleo memiringkan kepalanya polos. Lalu berbalik untuk melihat jejak kakinya sendiri. Dia tersentak kaget, lalu segera memeluk Logan. "Ugh, papi. Bagaimana ini, Cleo tidak tau kalau kaki Cleo kotor."
Mata berkaca-kaca nya memandang Logan. Cleo siap menumpahkan cairan bening itu. "Ibu tidak akan marah kan papi?" tanya takut-takut.
Oh ya ampun, Logan tidak tau dan bahkan baru tau jika putranya semanis ini. Mengusak rambut Cleo, Logan berujar. "Tidak akan ada yang memarahi kamu. Ayo, papi antar ke samping rumah. Kakimu harus di bersihkan."
Logan mengajak Cleo keluar, Mereka lewat pintu samping, otomatis berpapasan dengan Sevanya. Manik Logan melirik istrinya, berdecih ketika melihat sang istri memegang pel.
Sevanya menunduk takut akan keberadaan sang suami.
Melihat interaksi keduanya, Cleo merasa bingung. Tetapi dia mendapatkan ide lagi. Cleo membelot kearah Sevanya dan dengan wajah sendu mengatakan. "Ibu maafkan Cleo. Lantai jadi kotor. Jangan marahi Cleo ya. Padahal ibu sudah melakukan pekerjaan rumah dari tadi." Kalimat itu memprovokasi.
Lihat, bagaimana tangan Logan mengepal kuat.
"Ayo Cleo." Logan menarik tangan darah dagingnya. Berdecak kesal menyadari tubuh kaget sang istri.
'Memalukan.'
"Tapi papi ibu-"
"Jangan hiraukan dia Cleo."
Cleo terpekik ketika tubuhnya di angkat. Memasang wajah terkejut, dia memegang erat tubuh Logan.
Logan segera mengangkat Cleo tak membiarkan anaknya mengatakan omong kosong tentang Sevanya. Oh bahkan sekarang dia enggan mengakui jika wanita itu istrinya.
***
"Papi, Cleo diajak kesini untuk mendengar tangisnya?" Cleo mengutarakan isi hatinya. Dia jengah karena sedari tadi menontom drama.
Dimulai dari dia yang diseret Logan untuk ikut ke Mansion Aharon. Lalu duduk bersama pria menyebalkan yang Cleo ketahui bernama Albert.
Datangkah gadis kemarin marah-marah padanya. Lalu meminta pada si tua Albert untuk mengusir Cleo. Tetapi bukannya menuruti ucapan sigadis, Albert malah membentaknya.
Berakhir sigadis menangis dan berusaha memeluk Albert yang langsung ditepis siempu.
Cleo menatap ayahnya melas. Logan berdiri di belakang Albert yang sedang duduk. "Papi, papi dengar Cleo tidak?" Cleo sebal karena Logan sama sekali tak menjawab.
Logan hanya diam menatap putranya. Dia tetap bungkam meski sekarang sang putra telah berwajah masam. Hanya saja, dia tidak diperkenankan untuk bicara atau menjawab ujaran sang putra atas perintah Albert.
Albert ingin mendengar lebih lama suara merengek itu. Wajah memelas yang begitu menggemaskan dimata Albert.
Cleo ... Tidak memiliki banyak kesabaran. Tentu dia marah akan sikap acuh Logan. Dia pun berdiri dan beranjak pergi. "Minggir!"
Dug!
Cleo sengaja mendorong bahu sigadis karena menghalangi jalannya. Moodnya sekarang jelek.
Sigadis atau lebih tepatnya Yoana Isabella, putri bungsu Albert yang di acuhkan tak siap akan dorongan Cleo harus terhantam meja.
"Aws ... sakit." Dia memegang dahinya, sepertinya akan benjol. Yoana mendongak menatap Albert ingin mengadukan kesakitannya, tetapi Albert terpaku pada sosok yang tidak Yoana sukai.
To be continued.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet but psycho - End
General FictionMari kita melihat sesuatu yang gila. Don't copy