Bab 17.

5.3K 712 43
                                    




Cleo menuruni tangga diikuti Kyle dibelakang. Mereka berjalan beriringan untuk kelantai satu dimana dapur yang bersebelahan dengan meja makan berasa disana. 

Mansion Maxon itu tidak kecil dan tidak besar. Jika dibilang rumah terlalu besar, jika disebut Mansion pun terlalu kecil. Mungkin bisa dikatakan Mansion kecil. 

Cleo berhenti di tengah tangga, Dimana jika melihat kesebelah kanan, Meja makan terlihat dari sudut sana. Meski hanya sekilas, tetapi mata tajam Cleo dapat melihatnya. 

Sevanya tengah menghibur ayahnya yang berwajah masam. Lalu ada Dini terlihat mengoceh tidak jelas. Mereka sudah duduk di meja makan. 

Alis Cleo berkerut tak suka saat Omar duduk dikursi kepala keluarga. Disana harus papinya yang duduk. Selain papinya, tidak ada yang boleh mendudukinya. 

"Kyle." 

"Ya tuan muda." 

"Kamu selalu membawa mainan dibelakang punggungmu kan?" 

Pertanyaan Cleo mengundang tatapan terkejut Kyle. Namun sedetik kemudian berubah menjadi seperti biasa. "Ya tuan." 

"Keluarkan." Cleo mengangkat tangan. Membentuk jari seolah ingin menembak. "2 penyangga kursi milik kakek tua itu," ujarnya riang. 

Kyle kembali dibuat kaget, Namun sigap mengeluarkan 'Mainan' yang di maksud Cleo. Mengangkatnya lalu mengarahkannya tepat sesuai perintah Cleo. 

"Shoot!" 

Dor! 

Brak!! 

"Argh!!"

"Ayah!" 

Sevanya berteriak ketika ayahnya terjerembab kebawah. Dia langsung menolong Omar dan membantu pria itu berdiri. Tetapi karena tidak kuat, Omar kembali jatuh bersama dengan Sevanya. 

Bertepatan mereka terjatuh, Sisi berjalan membawa satu buah kepiting rebus besar. Dia menatap kebawah. "Apakan tuan Omar dan Nyonya Sevanya memang suka sekali dibawah?" celetuknya lalu melanjutkan langkahnya. 

Diatas sana Cleo memegang perutnya. Sungguh, lucu sekali reaksi orang-orang sana. "Ampun deh, lucu sekali." 

"Kyle, kamu hebat. Tidak heran si tua Albert menempatkanmu disisinya." Kyle merasa bangga karena pujian Cleo. Dia mengusak hidung yang terasa gatal. 

Mereka pun berjalan kebawah menuju meja makan. Cleo duduk dikursinya seolah tidak ada yang terjadi. "Loh kakek? Kenapa kalian berada dibawah?" 

"Kau tidak dengar tadi ada suara tembakan? apakah ada penyerangan?!" tanya Dini, dia menatap Cleo. "Tidak nyaring tapi aku yakin itu tembakan."

Cleo menggeleng. "Cleo tidak mendengar apapun." dia berujar begitu polos. Pistol Kyle memang terdapat peredam. Jadi, suara tembakan tidak akan begitu kentara. 

Tetapi karena Kyle melepasnya ditengah ruangan, Suaranya akan terdengar karena menggema. 

"Mungkin nenek berhalusinasi karena kebanyakan makan makanan laut." itu sindiran, tapi Dini tidak bereaksi berlebihan. Karena wanita itu sedang membantu Sevanya dan Omar. 

Cleo menyantap sarapan sembari melihat tontonan dihadapannya. Sesekali tergelak lucu melihat mimik wajah ketiga orang itu. 

"Kita bawa ayahmu kekamar Vanya," ujar Dini. Wanita itu khawatir karena kondisi suaminya yang terlihat shock. 

Dini yakin jika suara yang dia dengar seperti tembakan. Seakan sengaja menargetkan kaki kursi yang ditempati suaminya. Matanya melirik Cleo lalu Kyle. 

Dia merasa curiga, Dini yakin jika keduanya lah yang melakukannya, terutama Cleo. Apalagi mulai dia datang kesini, bukan hidup enak yang seperti dia bayangkan, tetapi malah kesusahan.

Dia yang sering berbelanja kebutuhan apa yang dia dan suaminya inginkan pasti dia beli. Tetapi sekarang jangankan belanja, dia bahkan tidak bisa makan dengan tenang.

"Vanya, pelan-pelan. Antarkan ayahmu sendirian, ibu masih ada sesuatu yang harus di tanyakan pada Cleo." 

Sevanya mengangguk patuh, meski dia keberatan dan kesusahan tetapi dia tetap menuruti ucapan Dini. 

Dini pun kembali ke meja makan, dia mendekati Cleo dan berucap. "Cleo, nenek ingin bertanya?" 

Cleo menoleh dan memandang Dini berbinar. "Tanya apa nek?" jawabnya. 

"Kamu kan yang nyuruh pembantu masak seafod dan membatasi pengeluaran?" 

"Ya Cleo yang menyuruhnya," jawab Cleo disertai senyuman manisnya. 

Plak!

"Kamu sengaja kan?! Kamu mau membunuh ibumu dan suamiku!!" marah Dini. Dia menampar Cleo karena muak dengan senyumannya. 

Cucu nya itu tidak pernah tersenyum. Setiap kali dia dan suaminya datang. Cleo yang dia kenal akan acuh dan tidak memperdulikan keberadaannya. 

Semuanya berubah ketika dia datang kali ini. Menurut cerita putrinya, Cleo berubah setelah datang dari rumah sakit. Pribadinya menjadi pribadi menyebalkan bagi Dini. 

"Apa kamu bahkan tidak tau jika ibumu alergi ayam?! atau kakekmu alergi seafod? Kamu menyuruh mereka menyiapkan menu itu. Sengaja ingin membuat keduanya sekarat Iya?!!" 

"Dasar anak tidak tau untung. Jika bukan karena anakku. Kamu tidak akan berada disini!"

"Kam-" 

Prang!! 

"Arghh!" Dini memegang kepalanya. 

Prang!! 

"Akh!" 

Prang!!

"Ahh panas!!" 

Dini merasa kesakitan, 2 piring melayang kearah kepala, dahi dan wajahnya. Lalu kuah panas dari soup yang dia buat tersiram keseluruh tubuh mengakibatkan rasa panas menjalar. 

Dia menangis karena sakit yang tiba-tiba datang. Pecahan piring dan mangkok soup membuat kakinya terluka. 

Sementara Cleo yang dilanda amarah sedang dipegangi oleh Kyle. "Tuan muda, tenangkan diri anda." 

"Lepas Kyle. Wanita tua itu harus tau tempat. Beraninya menampar Cleo, mengatai Cleo dan berteriak di depan Cleo!!"

"Lepas Kyle!!" 

Cleo meronta minta di lepaskan. Matanya berkaca-kaca. Ini pertama kalinya seumur hidup dia dibentak dan di kasari dengam keras. Papi dan maminya tak pernah main tangan

Kalau bentakan kecil Cleo bisa mentolerir. Tetapi yang dilakukan Dini jauh lebih dari yang dia dapat selama ini. 

"Hiks Cleo akan mengadu pada papi!" 











To be continued...

Sweet but psycho - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang