Sedadi tadi Cleo menggonta ganti chanel televisi. Dia tidak menemukan chanel yang bagus selain drama yang dibintangi oleh berbagai negara.
"Membosankan!" Cleo melempar remotnya sebal. Dia berdiri dan mencoba melangkah. Lalu tak sengaja dia menangkap siluet Yoana.
Segera dia berlari untuk mendekati gadis itu. "Oy oy, mau kemana?" tentu Cleo harus bertanya. Penampilan gadis itu rapi padahal wajahnya pucat. "Tunggu apa kamu sakit?" Mengganti pertanyaan melihat kondisi Yoana yang jauh dari kata baik.
"Aku tidak apa-apa."
Cleo menaikkan alis tak percaya. "Lalu dengan semua koper itu, kamu mau kemana?" Menunjuk koper yang sudah tertata rapi di bagasi.
"Aku akan pergi rumah kakek dan nenek."
"Berapa lama? kenapa sepertinya kamu membawa seluruh pakaian?"
Yoana tersenyum kecil. "Aku menutuskan tinggal disana. Kupikir jauh lebih baik."
"APA!! Bukankah kemarin kamu masih- ah!" Cleo menutup mulut tak percaya. Apa gadis didepannya ini sakit hati karena ucapannya?
Yoana menepuk bahu Cleo, tersenyum lalu berkata. "Terimakasih Cleo, karena kau membuatku sadar, bahwa meski darah lebih kental dari air, tetapi telur tidak akan selalu sama meski dia dari tempat sama."
Yoana masuk kedalam mobil. Lalu membuka kaca dan melihat wajah konyol Cleo. "Haha, kau akan sangat bebas disini." Tatapannya beralih pada jendela di atas sana, senyumnya terbentuk dengan mulut yang mengatakan sesuatu pada orang yang berdiri didekat jendela menatap tajam dirinya.
"Bye Cleo ... Kita ketemu lagi nanti."
Cleo cengo, Ucapan, tingkah laku, dan tatapan gadis itu berbeda dengan tatapan kemarin. Seolah Yoana memiliki dua kepribadian dari yang dia tau.
"Serius gadis itu pergi? Kenapa?" Cleo berpikir keras. Mengingat perlakuan Aharon pada gadis itu.
"Kalau di pikir, si Albert itu selalu menyentak tangan si Yoana kan? Apa gadis itu benar-benar diacuhkan?"
"Apa dia lelah dan menyerah?"
"Memang keluaga ini ga beres sih. Papi aja di buat minggat. Sekarang anaknya? wah, Cleo harus pergi juga!"
Setelah bergumam sendirian, Cleo masuk kedalam. Tujuannya adalah kamarnya. Dia ingin mengambil sesuatu yang penting dikamar. Benda yang membuatnya betah dikediaman Aharon.
Masuk kedalam kamar tergesa-gesa, Cleo mengambil dompet kecil diruang penyimpanan. Dia membuka dan tersenyum. 5 buah black card ada didalam dompet kecil tersebut.
"Anakku ... ayo ikut Cleo. Cleo akan menggunakan kamu dengan sangat benar." Melangkahkan kaki riang keluar kamar atau bahkan keluar dari mansion ini.
Tetapi ketika pintu lift terbuka. Kyle berdiri disana memandang dirinya. "Tuan muda, anda mau pergi?"
"Iya."
"Kalau begitu saya temani."
"Tidak usah, Cleo pergi sendiri." Cleo menolak mentah-mentah usulan Kyle. Dia berlalu dan melewati Kyle begitu saja.
"Saya bisa menjadi sopir untuk anda."
Oke, Kyle memang sedikit berguna. Cleo pun mengangkat jempol tanda setuju. Kyle pun menyusul Cleo untuk mengantar kemana tuan mudanya pergi.
***
"Kenapa kamu masih mengikuti Cleo?" Kesal Cleo. Dia menginjak-injak kaki Kyle. Berkacak pinggang sembari menatap tajam pria itu dengan kelereng cokelatnya.
"Saya merupakan pelayan pribadi anda tuan muda. Jadi dimanapun langkah anda, pasti akan ada saya disana," Jawab Kyle tegas. Tatapannya seriusnya menyorot langsung pada bola mata jernih itu.
"Ck menyebalkan, dasar anjing setia."
"Terima kasih tuan muda."
Bugh!
"Cleo tidak memujimu Kyle!!" Bisa habis kesabaran Cleo jika bersama Kyle. Pria itu ternyata bisa melawak dengan wajah serius.
"C-cleo kamu sudah pulang?"
Suara gugup dan terkesan takut itu mengalihkan perhatian kedua majikan dan bawahan. Mata Cleo memicing memandang Sevanya. "Memangnya kenapa? Keberatan kalau Cleo pulang? biar bisa leluasa tinggal bersama orang tua ibu?"
"Bukan seperti itu," gugup Sevanya. Wanita itu meremat gaun yang dia pakai.
"Lalu seperti apa." Bersedekap dada, Cleo lebih mendekat kearah Sevanya yang sekarang menunduk takut.
"C-cleo ... Ibu minta tolong. Katakan pada Sisi dan Luna untuk berhenti memasak Seafod." Entah dari mana keberanian Sevanya, wanita yang selama ini enggan menatap Cleo kini memandang dengan tatapan memohon.
"Ibu dan ayah, tidak- Kakek dan nenekmu tidak bisa makan karena kakekmu alergi seafod. Apalagi pengeluaran yang dibatasi membuat ibu maupun nenekmu tidak bisa memasak makanan lain."
Kalimat itu pun yang terpanjang dan tak ada satupun memiliki nada gugup.
"Kami harus memasakkan kakekmu umbi-umbian dan sayuran."
"Nenekmu sudah mencoba untuk meminta uang pada pak Satria, tapi dia bilang kalau semuanya sudah dibatasi. Ibu juga tidak memiliki uang."
"Jadi, tolong nak. Kasihan kakek kamu. Dia tersiksa disini. Lagi pula, Makanan yang ada di meja sering kebuang karena tidak habis. Bukankah karena hal itu kita jadi boros?"
Cleo mendengarkan dengan seksama. Dia terkekeh karena merasa lucu. Intinya, Sevanya melakukan apapun untuk kedua orang tuanya.
Ibunya yang takut menjadi lebih berani.
Ibunya yang selalu gugup ketika berbicara dengannya atau dengan ayahnya kini terdengar lancar.
Sungguh ikatan yang mengharukan.
"Dari awal tujuan Cleo memang itu."
Sevanya mengerutkan alis bingung.
Cleo hanya tertawa pelan sembari melangkah. Melambaikan tangan pada Sevanya dia berkata. "Cleo hanya ingin memperlihatkan. Jika si miskin akan tetap miskin jika bergantung pada si kaya."
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet but psycho - End
Genel KurguMari kita melihat sesuatu yang gila. Don't copy