Cleo melangkahkah kakinya lebar. Dia sengaja menabrak siapapun yang berpapasan dengannya. Wajahnya tak bersahabat, dia sangat emosi dalam beberapa hal.
"Dasar! Ga guna Cleo datang kesini!"
Sesampainya di luar, Cleo mengangkat alis. Dengan apa dia pulang? sialan, Dia datang bersama Logan, mana dia lupa atau bahkan tidak ingat jalan pulang menuju rumah.
Cleo bukan orang yang tiba-tiba bisa menyetir. Lebih memilih melampaiaskan kekesalannya. Dia mengambil batu hiasan yang ia pijak.
"Kenapa sih, Cleo ga tau nyetir!"
Brak!
Dia menghantam Porche yang terparkir apik dihadapannya dengan batu dan mengenai jendela kaca samping. Tak membuat hancur, Cleo tak puas.
Jadi, dia ambil lagi batu lebih besar dan berancang-ancang melemparnya lebih cepat berharap mobil itu langsung hancur walau itu tidak mungkin.
Tetapi tangannya lebih dulu dicekal oleh seseorang. Cleo menoleh kesamping, dimana seorang gadis tampan menatapnya tajam. Sama seperti tatapan Albert dan pemuda barusan.
"Apa yang kau lakukan dengan mobil adikku!?" Deep voice Kania, menggetarkan jantung Cleo.
"Wow ... So sexy!" Pekik Cleo melupakan pertanyaan Kania. Dia dengan cepat melepaskan cekalan Kania.
"Kak, bagaimana caranya memiliki suara sepertimu? Cleo ingin, supaya nanti Cleo bisa mengencani gadis cantik," seru Cleo semangat.
Kania mengangkat satu alis, dia mencengkram wajah Cleo kuat. "Aku tanya sekali lagi bocah. Kau apakan mobil adikku?!" ujarmya mengabaikan rasa gemas melihat tatapan antusias Cleo.
Cleo menatap tepat pada kelereng hitam Kania. Dia tersenyum girang sembari menjawab. "Cleo berniat menghancurkannya. Kakak tau? untuk apa benda sialan itu dijual ketika Cleo bahkan tidak tau cara menjalankannya." Terdapat kata sarkas didalamnya.
Melepaskan cengkraman asal, Kania mendengus pelan. "Bukankah seharusnya kau yang belajar dari pada menghancurkan barang orang lain."
Cleo memegang rahangnya, dia menatap Kania bingung. "Lalu kenapa? Cleo tidak suka, maka harus Cleo hancurkan."
"Kenapa kau bilang? Setelah menghancurkan barang orang lain. Setidaknya kau harus tanggung jawab. Kau pikir barang yang kau hancurkan itu barang murah?" ujar Kania dingin.
"Lagi pula, kau tidak harus menghancurkan sesuatu yang tidak kau sukai. Dari mana teori itu kamu dapat hm?" Nadanya sedikit melembut melihat ekpresi Cleo sekarang.
Hanya saja, Kania suka ekspresi itu. Ekpresi beragam yang diperlihatkan oleh bocah kecil dihadapannya.
Si manja Cleo melengkungkan bibirnya. "Padahal Cleo kesal karena Cleo tidak bisa pulang! tidak ada yang mengantarkan Cleo! Cleo tidak bisa menyetir. Papi jahat! Papi sudah tidak sayang Cleo!!" anak itu memulai dramanya.
"Cleo mau pulang kakak! Cleo kesal papi ngacuhin Cleo! Huwaa Papi!!!"
Menangis kencang memanggil nama Logan. Meski sikapnya yang tidak tau diri dan menang sendiri, Cleo hanyalah anak manja. Digertak sedikit pun dia mewek.
Adam dan Adira tidak pernah meninggikan suara dihadapan Cleo. Kedua orang tuanya tidak tega untuk menggertak sikecil kesayangan mereka.
Kania dibuat bingung karena Cleo. Gadis itu hanya memandang tajam Cleo yang sekarang berjongkok dan menangis. Menoleh kanan kiri siapa tau dia mendapat jawaban, tentang anak siapa bocah ini.
'Sial! Lihat wajahnya! How's cute!' geram Kania dalam hati. Ingin sekali membawa anak manis itu masuk kedalam kamarnya, menguncinya hanya untuknya.
Padahal dia sering melihat sibungsu menangis. Tetapi, tak ada raut imut diwajahnya. Berbeda dengan anak itu, mengapa berkali lipat lebih menggemaskan.
Apakah lelaki menangis memang seimut ini?
***
"Pergi dan bersihkan tubuh kau adik. Kau terlihat seperti lelucon," Gertak Milo pada Yoana.
Gadis yang tetap tertegun di tempat. Melihat kebawah dimana cairan merah mengalir melewati rambut panjangnya. Tangannya terkepal mengingat sikap kurang ajar Cleo.
"Ini gara-gara anak itu abang." Yoana mendongak memandang Milo. Kali ini, dia mencari perhatian pada saudara ketiganya itu.
"Itu salahmu. Lagian apa yang kau lakukan di bawah?" Milo mengeram tak suka. Bocah yang membuat dia tertarik disalahkan oleh adiknya.
"Dari dulu, kau tetap memalukan. Sama seperti kakek nenekmu!" sarkas Milo. Dia duduk secara kasar.
Yoana tersentak, Hatinya berdenyut sakit saat Milo membawa nama Kakek neneknya. Lebih tepatnya orang tua dari sang mommy, Medya.
"Pergilah Yoana! Kau membuatku muak!"
Yoana pun segera beranjak dengan tangis memilukan. Dia berlari menuju kamarnya. Sakit hati selalu saja ia dapatkan setiap hari. Entah kapan keluarganya mau menerima dirinya sebagai bagian keluarga.
"Kapan kau sampai disini Milo?" Albert basa-basi.Bertanya tanpa menatap Milo. Fokus nya pada ponsel yang memperlihatkan sosok putri kedua bersama Cleo.
"Tadi malam." Milo menjawab acuh.
Albert mengangguk, dia tidak bertanya lebih lanjut karena sesuatu yang lain lebih menarik perhatiannya.
"Aku memiliki sesuatu yang bagus dad. Tentang, bagaimana jika bocah manis itu tinggal disini." Milo menyeruakan ide liarnya. Sepertinya bagus melihat wajah kesal itu setiap hari.
Albert mengalihkan tatapannya. Menatap Milo kemudian menyeringai. Dia menatap keatas, lebih tepatnya kewajah tegang Logan. "Bukankah ini sesuatu yang bagus, Logan?"
Deg!
Logan merasakan seluruh tubuhnya merinding. Entah mengapa, firasatnya mengatakan bahwa hidupnya tak akan lama.
"Jahat sekali kau menyembunyikan putra manismu Logan."
"Rupanya kau perlu dihukum, ya."
To be continued...

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet but psycho - End
General FictionMari kita melihat sesuatu yang gila. Don't copy