"Ada apa ini?" Suara dingin itu mengintrupsi mereka.
Kedua penjaga tadi membungkuk sopan melihat kedatangan tuan mereka.
Gadis itu langsung berlari ke arah pria tersebut lalu memeluknya. "Daddy hikss ... Miko mati. Dia yang telah membunuh Miko!" adu gadis tersebut. Air matanya mengalir deras.
Disisi Logan, dia menaikkan alis menatap putranya yang keheranan. Lalu bergulir pada kucing yang telah mati secara mengenaskan.
Pria itu ... Albert Aharon tuan sekaligus ayah dar gadis itu melepas paksa pelukan. Menatap datar hadis itu, kemudian kucing terakhir Cleo.
Cleo yang mendapati Logan di belakang pria berwajah datar itu pun segera berlari ke arah Logan. "Papi, kucingnya nakal, dia buat Cleo jatuh. Lihat, lutut Cleo luka. Jadi karena kucingnya nakal, Cleo memberikannya hukuman. Papi, yang nakal harus di hukum kan?" Cleo juga mengadu panjang lebar dan menunjuk kakinya.
Dia memeluk Logan di depan dan mendongak untuk melihat wajah sang papi. Karena Logan tinggi, dia hanya sebatas dada saja.
"Jadi benar kau yang membunuh Miko!" berang sang gadis yang juga mendengar ucapan Cleo.
Cleo cepat-cepat bersembunyi dibelakang Logan. Lalu kembali menyembulkan kepala untuk memeletkan lidah pada si gadis. "Ayah, cepat sembunyikan Cleo!" serunya.
Logan yang semula ingin menjawab menghela nafas. Dia tarik Cleo ke depan dan mengangkat kerah lehernya. "Minta maaf Cleo. Papi meninggalkanmu sebentar. Lihat, sekarang kamu membuat ulah."
Cleo tentu berontak.. "Ih papi! Itu bukan salah Cleo. Itu salah kucingnya! Cleo juga terluka!" anak manja itu menendang-nendang udara. Matanya berkaca-kaca. sebelumnya papi dan maminya tidak pernah menyalahkannya.
Karena berontakan Cleo, Logan melepaskan kerah anaknya. Dia tak ingin leher sang putra lecet nantinya.
"Nona maafkan putra saya. Anda bisa menghukum saya mewakilinya." Logan meminta maaf pada si gadis.
Saat gadis itu akan menjawab. Suara lain lebih dulu terdengar. "Itu hanya kucing Logan. Jangan menempatkan dirimu keposisi tidak berguna," Sarkas Albert yang sedari tadi menyimak.
Pandangannya jatuh pada pemuda manis yang sekarang mengerucut kesal. "Jadi, dia putramu?" Albert tertarik, bau Vanila menguar ketika anak itu berjalan melewatinya.
Logan pun segera mengangguk dan menjawab. "Benar tuan. Namanya Cleo, dia sedikit liar. Maafkan sikapnya, anda bisa menghukumnya."
"Kau tidak dengar ucapanku barusan?"
"Maaf tuan."
"Lupakan, Bereskan saja kekacaun ini Logan." Logan pun menjawab iya dan membungkuk.
"Putramu, aku bawa dulu," lanjutnya dengan menyeret Cleo masuk kedalam."
"Ihh papi! papi!!" Cleo memandang Logan. Dia berniat meminta tolong. Tetapi papinya itu tetap saja menunduk.
Sial!
Sementara Sigadis hanya bisa menangis melihat tubuh Miko. Tetapi hatinya jauh lebih sakit ketika ayahnya menepis pelukannya.
Logan menoleh sebentar kesigadis. Dia tak mengucapkan sepatah katapun dan langsung mengerjakan apa yang harus di kerjakan. Dia juga mengkode dua penjaga itu untuk membantunya.
Disisi Cleo, pemuda itu berontak dengan kuat. "Lepasin! Cleo ga mau. Lepasin ga! Papi!!" cerocos Cleo. Albert tidak bergeming, malah dia merubah posisi Cleo pada gendongan koalanya.
Ketika posisinya berubah, Cleo dengan sangat terampil malah menjambak rambut Albert. Menatap pria itu tajam. "Cleo kan sudah bilang Cleo ga mau!" geramnya. Dia tak tanggung menarik kasar rambut Albert hingga rambut itu tertarik sedikit.
Albert memandang manik Cleo. Mata hitam setajam elangnya beradu dengan mata cokelat Cleo. Sangat tertarik dengan anak dari tangan kanannya ini.
Cleo berdecak ketika Albert bahkan tidak bersuara. Dia dengan lincah keluar dari dekapan Albert. Tetapi Karena kuatnya Albert mendekap, Cleo tidak bisa lepas.
Posisinya sekarang adalah menggantung pada Albert. Albert hanya menahan pinggang Cleo.
"Aish om sakit, pinggang Cleo akan patah!" serunya. Dia terus memberontak.
Albert hanya menatap datar, Segera dia mengambil tangan kanan Cleo lalu membenarkan posisi mereka. Albert melangkah duduk menuju sofa dan mendudukkan Cleo disampingnya.
Cleo menatap tajam Albert.
"Aku suka tatapan itu, boy." Albert terkekeh, sungguh sangat lucu.
Cleo segera menjauh ketika Albert mengatakan hal itu. "Menjauh dari Cleo, Cleo tidak suka penis. Cleo suka buah dada wanita!"
Albert tertawa pelan. "Dari mana anak sekecil kamu belajar kata itu, hm?"
Cleo tidak menjawab, dia hanya menatap Albert was-was. Dia merasa jika Albert berbeda dengan orang yang selama ini ditemui.
"Tentang kucing tadi, kamu benar-benar membunuhnya?"
Cleo mengangkat alis. "Ya, dia memuakkan. Aku jatuh karenanya." Bersedekap dada memandang Albert garang.
Albert mengerti ... bocah di depannya sungguh sangat membuatnya penasaran.
"Kucing itu milik anak gadis barusan."
"Lalu?"
"Dia marah dan memintaku menghukummu. Oh Papimu juga berkata aku harus menghukummu."
Cleo tidak terima. "Cleo tidak mau. Itu bukan salah Cleo. Itu salah kucingnya. Tidak, itu salah gadis itu. Kenapa dia harus membiarkan kucingnya keluar dan mengganggu jalan Cleo!" Menyerukan ketidaksukannya, Cleo berlari mendekati Albert.
Menangkup wajah tegas nan tampan itu tanpa takut dan berkata. "Cleo tidak salah!" Menekan tiga kata tersebut untuk membuat orang di depannya mengerti.
Dia tidak mau disalahkan.
Tidak akan pernah.
Semua yang dia lakukan adalah hal benar.
Orang tuanya selalu mengatakan itu padanya.
Albert menyeringai tipis, sangat tipis. Mengapa dia baru tau keberadaan anak semenarik Cleo.
***
Cleo makan dengan lahap. Makanan sesuai dengan seleranya. Dia melihat seorang wanita menunduk dengan nampan. Terlihat seperti seorang pembantu, tetapi juga berbeda.
"Apa kau pembantu disini?" tanya Cleo penasaran. Karena sejak dia datang, Wanita berdiri itu tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya menyiapkan makan untuknya.
Deg!
Sevanya terhenyak, dia takut mengeluarkan kata-katanya. "A-aku ibu-mu." Dengan terbata, Sevanya memberitahukan jika dia adalah ibunya bukan pembantu.
Sevanya juga merasa jika anaknya berubah. Biasanya, sang putra bahkan enggan memakan masakannya.
Cleo mengangguk dia tersenyum ceria lalu berdiri memeluk Sevanya. "Ibu!" serunya.
Sevanya tersentak, tubuh kakunya mencoba merespon apa yang dilakukan sang putra. Dia tak pernah dipeluk begitu erat. Tangan bergetarnya mencoba membalas pelukan, namun pelukan lebih dulu terlepas.
Ini terlalu mendadak bagi Sevanya. Putra kasarnya memeluk dirinya erat.
"Ibu. kenapa ibu selalu menunduk? Apakah ibu sedang mencari sesuatu yang hilang." Cleo berkata bermaksud sarkas. Dia tidak menyukai wanita di depannya.
Pertama gadis itu lalu sekarang wanita di depannya. Sungguh membuatnya muak! Maminya, Kakaknya, tidak seperti mereka yang lemah.
Mereka bahkan kuat untuk menggendon dirinya.
Cleo tidak suka jika harus memanggil Sevanya dengan sebutan 'Mami' kesukaannya.
To be continued...
![](https://img.wattpad.com/cover/368712760-288-k302341.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet but psycho - End
Fiksi UmumMari kita melihat sesuatu yang gila. Don't copy