[1] Gimhae

1.7K 75 7
                                    

Setiap akhir adalah awal dari satu permulaan. Seperti putaran yang tidak berakhir, selalu berkesinambungan. Akhir kisah dari satu individu, akan menjadi suatu permulaan dari kisah individu lain yang sama sekali berbeda. Namun, yang menarik adalah, akhir tidak selalu menyedihkan, dan awal tidak selalu membahagiakan. Semua tergantung dari sisi mana seseorang menilainya.

Dan, satu dari kisah itu pun bermula di sini.

Gimhae. Maret 2007.

Kota Gimhae berlokasi di provinsi Gyeongsang Selatan. Ia tercatat sebagai salah satu kota industri terbesar di Korea Selatan, terutama untuk industri yang bergerak di bidang pertanian. Bahkan, tidak hanya perusahaan lokal, perusahaan dengan kepemilikan asing pun mulai tumbuh di Gimhae. Fenomena ini menggiring merangkaknya angka kedatangan pekerja imigran setiap tahunnya.

Pada angka sensus tahun 2005 lalu, dari total 448 ribu jiwa populasi, 5700 jiwa di antaranya adalah para imigran yang datang untuk bekerja. Busan, yang lokasinya berbatasan langsung dari Gimhae adalah pintu masuk utama. Kemudian, hanya 1 tahun berselang, sensus tahun 2006 pun menunjukkan populasi imigran mengalami peningkatan menjadi 8100 jiwa.

Dari total 8100 jiwa tersebut, sekitar 250 orang di antaranya bekerja di sebuah perusahaan industri bernama Shiroda Industrial Co., yang telah berdiri sejak tahun 1996. Si perusahaan merupakan perusahaan asing milik Jepang, yang bahkan sudah beroperasi di kota asalnya, Osaka, sejak tahun 1945, hanya beberapa bulan setelah Jepang mengakui kekalahannya pada sekutu. Sebuah usaha perbaikan diri yang cukup signifikan. Apalagi berkaca pada betapa terpuruknya Jepang setelah kekalahan perang.

Perusahaan ini bergerak pada industri manufaktur, berfokus pada pembuatan perangkat elektrik, yang kemudian melebarkan sayap kepada pembuatan dinamo untuk alat-alat pertanian. Poin ini menjadi bisnis utama yang masih dijalankan oleh cabangnya di kota Gimhae.

Tentu, dari total pegawainya yang menyentuh angka 511 orang, nyaris setengahnya adalah pegawai imigran. Beberapa datang dari China, Vietnam, Nepal dan sebagian sisanya datang dari Jepang. Seluruh pegawai Jepang lebih banyak ditempatkan pada jajaran manajerial, penasihat ataupun kepala teknisi. Khususnya kepala teknisi, hal ini tentunya esensial karena nyaris seluruh mesin yang dipergunakan diimpor dari Jepang, berikut pula dengan panduan penggunaannya.

Sementara, sisanya adalah para penduduk lokal yang karena sudah cukup lama bekerja di bawah budaya kerja Jepang, menjadikan mereka sedikit banyak familiar pada bahasa Jepang. Bahkan, beberapa di antaranya sengaja dipekerjakan karena sejak awal telah menguasai bahasa sang pemilik perusahaan. Dengan demikian, komunikasi pun dapat dilakukan lebih mudah.

Salah satu dari penduduk lokal tersebut adalah ibu dari Kim Hyeyoon. Sang ibu telah bekerja di perusahaan ini semenjak ulang tahun pertama berdirinya Shiroda. Dan, Maret ini, menandai tahun ke-10 sang ibu bekerja di sana. Bidangnya adalah pada pengembangan produk baru sebelum dinaikkan uji coba, yang lalu—jika uji cobanya berhasil, akan mulai dipasarkan secara luas.

Sang ibu adalah salah satu orang kepercayaan. Selain telah bekerja sejak titik pertama, ibu Hyeyoon fasih dalam berbahasa Jepang. Ia mendapatkan gelar sarjananya di bidang teknik dari salah satu kampus lokal di kota Kyoto, Universitas Ryukoku.

Kedua poin ini yang menempatkan sang ibu di posisi yang cukup penting. Menjadikan keluarga kecil ini—keluarga tanpa ayah, oleh karena sang ayah sudah lama meninggal dunia, hidup dalam kondisi layak.

Hyeyoon, yang pada tahun 2007 ini masih bersekolah di sebuah sekolah menengah atas lokal, bersama dengan ibunya tinggal di pemukiman tak terlalu padat penduduk di pinggir kota Gimhae. Sebuah daerah bernama Jinyeong. Lokasinya berjarak hanya 15 menit berkendara menuju Shiroda. Beberapa pegawai Shiroda pun juga bertempat tinggal di daerah yang sama.

In The Mind's EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang