[3] Safe Haven

391 42 13
                                    

Sulit menggambarkan bagaimana detik benar-benar berlalu dalam hening. Tanpa sepatah dua patah kata terucap, baik Wooseok maupun Hyeyoon, tetap pada posisi awalnya. Tidak saling berbagi percakapan, hanya ada diri masing-masing beserta seluruh indera yang seakan sedang melepas lelah.

Mereka, mungkin bisa mencetak rekornya sendiri. Tak menyadari bahwa hal sesederhana ini pun mustahil tidak pernah mereka lakukan. Orang hiruk pikuk dengan urusan dunia. Melupakan bahwa ada satu hal sangat mudah; seperti duduk di bawah naungan pohon dan beralaskan rerumputan, sembari menyesapi betapa indahnya alam yang terpampang di muka.

Satu hal mudah yang terasa mewah, namun memberikan kelegaan secara batin. Seperti Hyeyoon, kini ia merasakannya teramat sangat. Gemuruh kemarahan, kebingungan, serta kesedihan yang sedari tadi memakannya dari dalam, lambat laun mereda.

Hyeyoon memang masih ingat setiap detik perundungan yang dialaminya. Mustahil ia tidak mengingatnya. Namun, dirinya sekarang jauh lebih tenang.

"Apa kamu pernah tidak menyukaiku?" tanya Hyeyoon tiba-tiba. Ini kalimat pertamanya, sejak... apakah berlebihan jika mengatakan mereka benar-benar duduk dalam diam selama lebih dari setengah jam terakhir?

Ia lalu mendengar Wooseok tersedak. Si teman laki-laki, tersedak oleh minuman jusnya sendiri. Hyeyoon segera menoleh, dan melihat Wooseok sedang memukul-mukul dadanya cukup kencang.

"Ada apa dengan jusnya?" tanya Hyeyoon dengan wajah bingung. Ia pun turut menepuk-nepuk punggung sang laki-laki.

"Bagaimana--, tadi?" tanya Wooseok, bermaksud meminta Hyeyoon untuk mengulangi pertanyaannya, seakan-akan ia tidak mendengarnya dengan jelas.

Tentu saja ia mendengarnya dengan jelas. Sedari tadi, Wooseok menunggu-nunggu waktu di mana Hyeyoon akan kembali membuka suaranya. Yang tidak ia duga, pertanyaan pertama si perempuan cukup ambigu untuk dipahami.

"Aku tanya apakah kamu pernah tidak suka denganku?" Hyeyoon mengulangi dengan gamblang.

"Maksudnya?" Wooseok mengerjap. Dua kata 'suka' diulangi Hyeyoon dalam rentang kurang dari satu menit. Tunggu... Wooseok mengira otaknya sedang mengelabui dirinya.

"Kenap—kenapa kamu pikir aku pernah tidak suka denganmu?" Wooseok lantas mempertanyakan pertanyaannya sendiri. Dahinya berkerut. Apakah mereka berada di level di mana sudah senormalnya membicarakan hal seperti ini? Bukankah Hyeyoon temannya? Tunggu sebentar...

"Kita sudah lama saling kenal. Mungkin, ada sesuatu tentangku yang tidak kamu suka? Tapi karena kita sudah berteman cukup lama, kamu menahan diri untuk tidak mengatakannya kepadaku." Hyeyoon menjabarkannya dengan cukup terampil. Penjabaran yang pada akhirnya membuka akal sehat Wooseok.

"Ah! Itu..." Wooseok tersadar, tentu saja mereka memang hanya sebatas teman. Hubungan mereka selama ini memang hanya hubungan pertemanan. Tidak pernah lebih. Wooseok menganggap Hyeyoon sebagai teman terdekatnya. Entah bagaimana ia mampu menyalahartikan pertanyaan dari Hyeyoon tadi.

Si laki-laki lalu menggeleng. Ia menggeleng lagi lebih cepat kini. "mana mungkin." Jawabnya pendek. Suaranya sangat kecil. Kerongkongannya masih sedikit terasa sakit setelah tragedi tersedaknya tadi.

"Tapi..., aku penasaran." Hyeyoon melanjutkan. "Apa selama ini kamu pernah ingin bertanya mengapa aku hanya tinggal dengan ibuku?" si perempuan menoleh lagi. Ia memandang ke arah Wooseok lekat-lekat, menunggu jawaban tulus dari si teman.

Wooseok meletakkan botol jusnya di atas rumput. Isinya sudah nyaris habis. Ia lalu menggeleng pelan. Namun, matanya menyiratkan jawaban yang lain. Walau tidak pasti bagaimana awal mulanya ia ingin menjawab, tapi ia yakin ia harus menjaga tiap kata yang terucap dari mulutnya. Satu saja kesalahan, mungkin akan mempengaruhi perasaan Hyeyoon.

In The Mind's EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang