[13] Tabir

355 52 20
                                    

Di depan meja makan apartemennya, Hyeyoon terduduk. Sorot matanya masih lemah, sama seperti keadaan seluruh tubuhnya yang masih belum kembali normal. Memang benar, suhu tubuhnya sudah tidak setinggi beberapa jam yang lalu. Namun ia masih belum sepenuhnya sembuh dan jika saja ia bisa berbaring kembali, itu adalah hal pertama yang akan dilakukannya.

Namun mendapati Wooseok yang kini tengah berada di dapurnya, bersikeras untuk membantu Hyeyoon menyiapkan makan malam mereka, sementara Hyeyoon tetap harus duduk saja di posisinya, seperti menghapuskan keinginan Hyeyoon untuk berbaring.

Laki-laki itu terlihat masih belum terbiasa dengan tata letak dapurnya. Tapi toh Wooseok benar-benar terbiasa menggunakan peralatan masak itu. Dia sudah pasti cukup lama tinggal sendiri. Bertahan hidup sendiri.

"Setelah makan, harus segera istirahat." Wooseok berbalik—meninggalkan konter dapur, sembari membawa setempat sup daging yang sudah dihangatkannya. Ia meletakkannya persis di hadapan Hyeyoon. Kemudian, tidak sama sekali menunggu untuk membiarkan Hyeyoon memberi tanggapan, Wooseok berjalan menuju si penanak nasi dan mengambilkan seporsi nasi hangat dari sana. Hanya sekian detik setelahnya ketika si nasi pun tersaji di depan sup daging Hyeyoon.

"Mana punyamu?" masih dengan nada suara lemah, Hyeyoon dengan sayu memandangi Wooseok yang hanya berakhir duduk di hadapannya. Tidak ada nasi untuk dirinya sendiri.

Wooseok lantas menggeleng, "aku akan menemanimu makan malam." Ia duduk bersandar, sembari memberikan gestur dengan matanya agar Hyeyoon segera menyantap makan malamnya.

Memandang Wooseok, mata Hyeyoon menyipit. "apa kamu khawatir sup dagingnya mungkin bukan sup daging terenak di seluruh Seoul?" perlahan ia meraih sendok yang diletakkan di sisi kanannya.

Suara tawa Wooseok terdengar pelan mengiringi, "aku sudah makan. Aku membeli sesuatu tadi saat menunggu di bawah." Lalu, Wooseok terdiam. Ia menghentikan kalimatnya. Matanya masih menatap Hyeyoon, dan Hyeyoon segera mendapati mungkin Wooseok baru saja mengatakan hal yang seharusnya tidak dikatakannya.

Masih tak memutus tatapan mata keduanya, Hyeyoon sedikit menunduk seraya menyesap kuah kaldu si sup daging tersebut. Ia masih belum memberikan komentar mengenai rasanya.

"Kenapa menunggu di bawah? Di sini jauh lebih hangat." Ia lantas menyendok nasinya, dan menyelupkannya kembali ke dalam kuah kaldu. Ini sendokan keduanya.

"Lebih baik seperti itu." Wooseok menjawab pendek, penuh dengan pertimbangan. Alasan utama mengapa ia pergi meninggalkan tempat ini segera, karena pikiran anehnya ketika menatap wajah Hyeyoon yang tengah tertidur tadi.

Ia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikirannya sendiri. Terlebih, tidak sopan baginya untuk berada di satu ruangan—hanya berdua saja, dengan perempuan ini. Meskipun rasa khawatirnya juga mendominasi, Wooseok memutuskan bahwa menunggu di lokasi yang cukup berjauhan dengan perempuan ini adalah hal yang sangat bijaksana.

Tapi ia pun tahu, seperti hari-hari yang sudah lalu, ada kejanggalan yang membuat si perempuan selalu membayangi. Membuatnya tak berhentinya memikirkan kesempatan di mana ia dapat bertemu dengan perempuan ini lagi.

Maka, ketika Hyeyoon pun berakhir meminta Wooseok untuk tidak lantas pergi, si laki-laki tidak bisa memikirkan hal lain selain menyetujuinya. Menjadikannya ia berada di sini, kini. Dan apabila Wooseok membiarkan dirinya untuk makan bersama dengan si perempuan, maka Wooseok akan memiliki alasan berikutnya untuk membuat dirinya tidak segera pergi.

Wooseok harus segera pergi. Pekerjaan sudah menunggu. Meskipun ia tidak ingin segera pergi, Wooseok tidak memiliki pilihan lain. Waktunya sangat tidak tepat.

"Padahal kamu sudah tidak berbicara seformal sebelumnya." Nada suara Hyeyoon seperti mencela. "kita sudah tidak seasing dulu. Jadi, aku kira, ini sudah cukup pantas bagimu untuk menemani teman yang sedang sakit di apartemennya." Hyeyoon menyendok makanannya kembali.

In The Mind's EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang