UANG BUKAN SEGALANYA

44 4 2
                                    

Kirani terkejut ketika mendapat notifikasi dana yang masuk ke dalam rekeningnya dengan jumlah yang cukup besar. Tidak ada keterangan apa pun, tapi dia tahu jika dana ini pasti dari keluarga si pelaku. Lima belas juta merupakan jumlah yang besar untuknya dan sudah lebih dari cukup untuk kebutuhannya dalam satu bulan, ini bahkan lebih besar dari uang bulanan yang diberikan mendiang suaminya. Keluarga pelaku pasti orang yang kaya raya karena bisa memberikan Kirani jumlah uang yang cukup besar. Beberapa saat kemudian barulah muncul sebuah pesan yang mengkonfirmasi perpindahan dana tersebut.

"Ibu Kirani Luna, kami baru saja mengirimkan sejumlah uang ke rekening Anda. Dan untuk selanjutnya setiap bulan kami akan kirimkan jumlah yang sama, hingga Anda bisa gunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Jumlahnya akan kami tambah jika nanti Harry, anak Anda sudah memulai sekolah. Terima kasih kerja samanya."

Itulah bunyi pesannya. Kirani membesarkan mata dan membacanya sekali lagi. Ternyata jumlah yang dia terima sekarang belum termasuk biaya pendidikan Harry—anaknya. Ya tentu saja karena bayinya belum juga genap satu tahun. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan keluarga suaminya lakukan jika mereka mengetahui jumlah tunjangan dari keluarga pelaku ini.

Nina ikut membelalakkan mata mengetahui jumlah ganti rugi sekaligus tunjangan per bulan yang diterima sahabatnya dari keluarga pelaku. "Ini sih kamu enggak perlu pusing lagi mikirin biaya sehari-hari Ra. Kamu bahkan bisa bayar cicilan rumah kan?"

Kirani mengangguk sambil tersenyum miris. "Dan aku juga sudah setuju agar polisi menutup kasus ini, Nin. Aku terpaksa melakukannya tanpa diskusi dengan keluarga Mas Wisnu. Ini aku lakuin karena aku juga merasa berhak untuk menentukan apa yang harus aku lakuin sebagai istri yang ditinggalkan korban, Nin. Ditambah aku juga kesal karena mereka enggak berhenti nuntut harta almarhum yang enggak seberapa itu," beber Kirani. "Apa mungkin aku harus pertimbangkan untuk pindah rumah aja Dengan uang ya Nin?" Wanita itu menghela napas sambil melihat ke langit-langit rumahnya, "rumah ini aku jual aja...."

"Huh? Dijual? Tapi kamu mau pindah ke mana, Ra?"

"Ke mana aja, yang penting enggak ketauan keluarga Mas Wisnu, Nin."

"Terus kamu enggak jadi mau milikin rumah ini?"

Kirani ragu-ragu menggelengkan kepalanya, "Sayang sih, tapi sepertinya lebih baik dijual. Nanti hasilnya sebagian aku berikan buat keluarga Mas Wisnu."

"Kamu yakin?"

Kirani mengangguk.

"Maksud aku, apa kamu juga yakin keluarga pelaku bener-bener nepatin janjinya akan ngasih kamu uang jaminan itu setiap bulan?" ujar Nina membuat Kirani jadi berpikir.

Tiba-tiba pintu rumah Kirani terbuka dengan cara yang kasar, sehingga suara yang ditimbulkan membuat Harry yang sedang tidur sampai terbangun karena kaget, akibatnya anak itu menangis histeris. Nina dengan cepat meraih Harry dan memeluk dalam gendongannya. Kedua orang tua almarhum suami Kirani itu menatap Nina dengan tatapan tidak suka. "Kamu itu bener-bener tetangga yang enggak punya kerjaan atau gimana ya? Kerjanya kok nongkrong di rumah orang terus!" ketus ibu mertua Kirani.

"Tolong bawa Harry keluar Nin," pinta Kirani pada sahabatnya itu.

Nina menatap Kirani dengan tatapan tidak rela meninggalkan sahabatnya itu sendirian menghadapi keluarga suaminya yang kasar dan tidak ada empati. "Beneran kamu enggak papa, Ra?" bisiknya.

Kirani menganggukkan kepala pelan dan meminta Nina segera pergi, sebelum mertuanya akan menyakiti perasaan sahabatnya itu dengan kalimat yang mengerikan. Dua orang paruh baya itu duduk di sofa tamu tanpa diminta. Kirani hanya sanggup menarik napas pelan dan menghampiri mereka. "Papa Mama mau minum apa?"

"Enggak usah pake basa-basi segala. Sekarang kita butuh penjelasan, kami tadi dari kantor Polisi, dan mereka bilang kasus tabrak lari Wisnu sudah ditutup, karena sudah ada kesepakatan damai! Damai dari mana?? Ini pasti kerjaan kamu kan?" Ayah mertua Kirani yang lebih dulu bersuara.

KIRANI, JANDA CANTIK ITUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang