SEBUTAN 'PAPA'

24 3 0
                                    

Akibat kedatangan keluarga mendiang suami Kirani kemarin, Evan tidak bisa tinggal diam. Dia menempatkan dua orang bodyguard untuk menjaga Harry selama Kirani dan Evan bekerja. Kirani bukannya tidak tahu hal itu. Dia mengucapkan terima kasih pada pria itu lewat pesan di ponselnya.

"Terima kasih sudah perhatian sama Harry. Tapi rasanya enggak perlu berlebihan juga, Van."

"Aku ingin memastikan kamu dan Harry aman dan baik-baik saja." Balasan dari Evan.

Terus terang kedekatan sesaat bersama pria itu memang meninggalkan kerinduan di hati Kirani setelah beberapa hari ini dia tidak bertemu dengannya, baik di apartemen maupun di kantor. Namun, Kirani terlalu malu untuk bertanya.

Seolah doa rindunya terjawab, pagi ini dia bertemu dengan General Manager itu di dalam lift yang sama. Akan tetapi keduanya membisu setelah saling bertatapan beberapa detik saja. Nurin, kolega Kirani juga masuk ke dalam lift dan menyapa Evan. Lalu dia melihat ke arah Kirani di sebelahnya, "Pagi Kira," sapanya ramah.

Kirani mengangguk sambil membalas, "Pagi Nurin...."

"Kirani... kemarin itu kamu jadi bahan gosip lho." Nurin membuka percakapan yang bisa didengar seluruh pengguna lift, termasuk Evan di belakang. "Tau enggak kalau kamu itu banyak yang ngincer? Padahal udah santer juga kalau kamu itu bukan wanita single. Tapiii teteep aja cowok-cowok pada berharap kalo kamu itu janda beranak satu," katanya.

Kirani mengerutkan keningnya, "Minta mereka cari bahan gosip lain," bisik Kirani.

"Karena kamu itu paling cantik di bagian kita, malah di kantor ini deh kayaknya. Supervisor kita aja bolak balik nanyain kamu terus. Ya ini risiko aku duduk di sebelah cewek paling cantik sih... haha," oceh Nurin terlihat senang. "Semuanya jadi nanya ke akuu...."

Pintu lift terbuka di lantai 9, Kirani melangkah keluar dan mendapati ponselnya berbunyi notifikasi pesan masuk. "Kasih tau siapa nama supervisor itu kalau dia berani macam-macam!"

Kirani menahan diri untuk tidak tersenyum, "Apa urusannya sama kamu?" balasnya.

"Aku calon pacar kamu."

Untung saja Kirani tidak menyemburkan ludahnya ketika membaca balasan chat Evan. "Mungkin hanya terjadi dalam mimpi, Van."

"Aku akan jadiin itu kenyataan," balasnya cepat.

Kirani berdecak. Dasar bocil, selalu saja menggebu-gebu tanpa berpikir. Dia berniat membalasnya lagi. Hanya saja pesan dari Evan masuk lagi dan isinya membuat jantung Kirani berdetak tidak karuan.

"Kamu enggak kangen sama aku?"

Kalau dia menjawab Harry yang selalu menanyakannya, seolah-olah dia menggunakan Harry untuk menjadi tamengnya. Padahal itu memang kenyataan. "Belum." Kirani menjawab singkat saja.

"Berarti akan... baiklah kita bertemu kalau kamu sudah kangen aja."

What? Dasar playboooy... bisa-bisanya mainin perasaan aku, Kirani menggerutu dalam hati sembari meletakkan ponselnya dengan kasar.

Nurin yang melihat hal itu jadi penasaran. "Kamu kenapa Kirani?" tanyanya.

"Hh? Enggak apa-apa kok," jawabnya sambil menyalakan komputer.

Notifikasi ponselnya berbunyi lagi, "Kalo sekarang udah kangen belum?" Evan kembali lagi melancarkan rayuan mautnya.

Kirani tidak mau terpancing lagi, karena itu dia mengabaikan pesan Evan.

Sementara di ruangan lain, Evan masih memandangi ponselnya menunggu balasan pesan dari Kirani. Deko memperhatikan bosnya dengan seksama dan mengetahui permasalahannya. "Sepertinya ini adalah pertama kali menantikan balasan pesan. Anda sudah melakukan itu selama sepuluh menit, Pak Evan."

Evan mengembuskan napas yang panjang sambil meletakkan ponselnya. Baru kali ini dia merasa putus asa menghadapi wanita. "Cari tau kesukaan Kirani, Deko. Warna, makanan, boneka, tas, sepatu atau apa pun!"

"Wanita itu hanya suka anaknya... cukup senangi anaknya," ujar Deko.

"Dia enggak ngasih gue deketin anaknya."

"Owh."

***

Kirani cukup panik ketika mendengar kabar bahwa Harry dilarikan ke rumah sakit karena terjatuh. Ketika mendapat izin diperbolehkan keluar, wanita itu langsung masuk taksi online dan melarikan dirinya ke rumah sakit, di mana Harry dibawa. Mencari Harry di ruang ICU cukup mudah, karena dua orang bodyguard yang menemani Harry ada di sana, dan mereka memberi petunjuk di mana Harry mendapat perawatan.

Wanita itu menghela napas lega ketika melihat Pak Amrin berada bersama Harry pada saat mendapatkan tindakan dari seorang petugas medis. Harry menyadari kehadiran Kirani dan mengulurkan tangannya, sementara kakinya sedang mendapat jahitan. Pak Amrin sedikit menyingkir untuk memberi Kirani ruang untuk bersama anaknya.

Tidak lupa Kirani mengucapkan terima kasih pada pengawas sekolah, Pak Amrin yang sudah meneleponnya. Pandangannya beralih pada Harry yang tersenyum meski kakinya sedang dijahit. "Sakitkah?"

Anak itu menggeleng cepat, "Enggak lagi. Tadi sakit banget."

Kirani mengecup punggung tangan anaknya yang mungil. Hatinya menangis melihat Harry begitu pandai menyembunyikan kesakitannya demi tidak membuatnya cemas. Dia juga sedih karena tidak ada di samping Harry saat kecelakaan itu terjadi. Tanpa sadar mata Kirani sudah basah oleh air mata.

"Naah sudah selesai." Petugas medis wanita itu melihat ke Harry, "jagoan yang pintar. Jangan kena air dulu ya supaya jahitannya cepat mengering," katanya sembari meninggalkan brankar setelah Kirani dan Pak Amrin mengucapkan terima kasih.

"Kalau begitu saya urus administrasinya dulu... titip Harry sebentar ya Pak Amrin."

"Sudah saya urus, Bu. Ini sudah menjadi tanggung jawab sekolah," katanya diplomatis.

"Owh, terima kasih banyak kalau begitu Pak Amrin." Kirani menjawab seadanya.

"Kalau begitu anak saya sudah bisa dibawa pulang ya, suster?" tanya Kirani pada petugas medis tadi.

"Sudah Ibu. Sebentar saya siapkan kursi rodanya," katanya sambil berbalik.

"Enggak perlu kursi roda, biar saya gendong aja," sahut sebuah suara yang tiba-tiba saja muncul.

"Papa Evan!" Spontan Harry memanggilnya dengan sebutan baru.

Bukan hanya Evan yang terkejut mendengar itu, Kirani dan Pak Amrin pun sama kagetnya. Bibir Evan melengkung bahagia dan langsung menuju ke brankar di mana Harry terbaring. Dengan gerakan luwes dia mengangkat tubuh Harry dan menggendongnya di depan. "Maaf Papa telat ya...," katanya mulai berdrama.

Harry otomatis langsung melingkarkan tangan mungilnya di leher Evan dan menyandarkan kepala di atas bahu Evan yang lebar. Pria itu langsung membawa Harry keluar dari ruang gawat darurat diikuti Kirani di belakangnya. Setelah sebelumnya dia mengucapkan banyak-banyak terima kasih pada Pak Amrin karena sudah bertindak cepat untuk kasus Harry.

Evan meletakkan Harry di jok belakang mobilnya sekaligus memasangkan sabuk pengaman untuk anak itu. Dia juga membukakan pintu untuk Kirani masuk. Tidak ada alasan lain untuk wanita itu menolak sekarang—karena Harry sudah begitu gembira bertemu lagi dengan Evan, bahkan memanggilnya dengan sebutan 'PAPA'.

Perjalanan setengah jam dari rumah sakit sudah bisa membuat Harry terlelap tidur. Evan dengan senang hati menggendong anak itu lagi menuju ke unit Kirani di lantai 8. Setelah membaringkan anak itu di kamarnya, Evan menghampiri Kirani di dapur. "Kenapa kamu enggak telepon aku, hm?" tanya Evan. Untung saja salah satu penjaga Harry meneleponku."

"Aku enggak melihat ini ada hubungannya sama kamu, Van."

"Kamu enggak denger tadi Harry panggil aku apa?"

"Terus?"

"Fine kalau kamu enggak mau ketemu aku. Tapi izinkan aku ketemu Harry."


KIRANI, JANDA CANTIK ITUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang