Setelah kejadian itu hubungan Evan dan Kirani semakin akrab dengan sendirinya. Satu minggu berlalu dan Kirani pun tidak pernah tahu siapa Evan di perusahaannya. Ini dikarenakan Evan sendiri beberapa kali harus pergi keluar kota dan seminggu ini mereka tidak bertemu di kantor.
Pada satu kesempatan, Evan menceritakan kedekatannya dengan Kirani pada Deko. Asistennya itu bahkan hampir tidak percaya kalau Evan bisa berhasil menjalin kedekatan secepat itu dengan wanita yang selama ini menutup diri pada setiap pria yang datang padanya. Sebaliknya, malah Evan mengaku ini adalah pendekatan terlama yang dia lakukan terhadap seorang wanita. Deko hanya bisa geleng-geleng kepala. Namun, dia mengingatkan bahwa Evan harus secepatnya berkata jujur tentang siapa dirinya, sebelum Kirani mengetahui hal itu dari orang lain dan menjadi kecewa karena Evan sudah berbohong padanya.
"Gue juga sadar itu... tapi bisa jadi dia malah menjauh kalo tau siapa gue kan?"
"Sebagai anak Presdir, yang ternyata General Manager di sini atau sebagai pelaku lima tahun yang lalu?" Deko bertanya langsung pada intinya.
"Ck, lo enggak bisa ya, bikin gue enggak ngerasa ciut, hm?!" Evan menatap asistennya dengan sinis. Tapi pria itu sadar kalau Deko benar. Ada dua kebohongan yang masih belum terungkap, Evan harus bersiap dengan reaksi Kirani, jika keduanya terbongkar. "Kalo dia tau gue General Manager di sini, dia pasti akan ngejauh. Sementara kalo dia tau gue adalah orang yang nabrak suaminya lima taun lalu, udah pasti dia enggak akan mau ketemu gue lagi."
"Benar-benar simalakama," gumam Deko.
"Lo tutup mulut aja mendingan."
Hari ini tepat satu minggu Evan tidak bertemu Kirani, mereka hanya bicara lewat telepon dan pesan. Evan berniat untuk menemui Kirani dan Harry sepulang kerja nanti. Dia dan Deko beranjak dari ruangan General Manager menuju ke lantai direktur untuk meeting operasional. Masuk ke ruang pertemuan, mereka bertemu beberapa staf lainnya. Tatapannya terpaku pada satu wanita yang hadir di ruangan tersebut, dan Evan sama sekali tidak menduga kalau dari bagian administrasi harus mengirim Kirani untuk ikut rapat hari ini—karena wanita itu masih terbilang sebagai pegawai baru.
Semua berdiri ketika Evan melangkah menuju kursinya dan baru duduk lagi setelah pria itu duduk untuk memimpin rapat. "Pagi Pak Evan," sapa sebagian besar yang lain kecuali Kirani. Ekspresinya memperlihatkan keterkejutan yang nyata. Matanya membesar melihat orang yang baru-baru ini masuk ke dalam hidupnya. Wanita itu baru bergerak duduk kembali setelah rekan sebelahnya mencolek tangan Kirani.
Tentu saja Kirani merasa jadi orang paling bodoh sedunia setelah melihat Evan duduk di kursi petinggi di ujung sana. Wajahnya berpaling setiap kali dia melihat Evan berusaha mencuri pandang kepadanya. Bisa-bisanya selama ini dia mengira kalau Evan hanyalah pegawai biasa. Padahal kalau dipikir-pikir penampilan Evan sekarang memang terlihat sangat mahal. Kirani mengutuki dirinya sendiri dalam hati karena sudah begitu bodoh berharap dia akan bisa lebih dekat lagi dengan Evan.
"Evan itu anak pak Edward yang baru pulang kuliah dari Amerika, karena itu dia masuk langsung jadi General Manajer. Udah ganteng, pinter lagi...." Rekan sebelah Kirani berbisik.
"Denger-denger dia masih sendiri lho," sahut yang lainnya mulai bergosip.
Kirani mendapati ponselnya berbunyi notifikasi pesan. Tanpa membuka ponselnya, dia bisa melihat siapa pengirim pesan tersbut dan bisa membaca isi pesannya. "Aku akan jelasin soal ini nanti." Memangnya apa yang harus pria itu jelaskan padanya? Toh Kirani tidak merasa dirugikan apa pun juga, dia hanya merasa Evan bukanlah teman yang sepadan lagi untuknya. Begitu jelas bahwa kesenjangan sosial antara dirinya dan Evan itu sangatlah jauh—bagaikan bumi dan langit. Lagi pula Kirani tidak berniat kembali pada lubang yang sama.
Sepanjang pertemuan berlangsung Kirani berusaha fokus pada materi rapat dan berusaha untuk terus menghindari tatapan Evan. Bukan karena marah, tapi karena Kirani tahu bahwa dia harus menjaga jarak dari pria itu agar tidak jauh terperosok.
Ketika rapat sudah selesai, Kirani adalah orang pertama yang keluar dari ruangan. Evan hanya bisa terpaku memandangi punggung wanita itu menghilang di balik pintu. Telepon genggam Kirani berbunyi, tapi dia tidak menjawabnya, karena itu dari Evan. Pesan dari pria itu masuk lagi. "Kita harus bicara, Kirani."
"Enggak ada yang harus dibicarain, Pak Evan."
Evan berdecak membaca balasan pesan Kirani. Pria itu terpaksa menggunakan kuasanya untuk membawa Kirani pulang bersamanya. Deko mengangguk dan segera menyusul wanita itu menuju lobi. Dengan gerakan gesit Deko menghadang Kirani, tidak lupa pria itu tersenyum, lalu berkata, "Saya mohon Anda menuruti saya."
Mengetahui bahwa pernah melihat pria ini bersama Evan, Kirani tahu pasti ini ada hubungannya dengan pria tersebut. Wanita itu berusaha mengindahkan Deko, tapi yang terjadi Deko terus saja menghadang jalannya dan mengarahkan Kirani untuk berbalik masuk ke lift.
"Ini pasti kemauan Evan, kan?" tudingnya dan membuat Deko terpaksa mengangguk. Kirani menghela napasnya pelan sambil mengikuti ke mana Deko melangkah setelah keluar dari lift—di lantai basemen. Semoga dirinya tidak akan menjadi bahan gunjingan jika ada orang yang melihatnya masuk ke mobil General Manajer. Kirani masuk dengan malas-malasan dan wajah yang kaku, dia tidak suka dipaksa-paksa. Kirani menoleh ke arah Evan dan menatapnya tajam. "Apa maksudnya ini?"
"Sebelumnya aku mau minta maaf...," ucapnya sambil menggerakkan mobilnya meninggalkan area parkir. "Aku enggak bermaksud bohong tentang siapa aku di kantor ini, lagi pula kamu juga enggak pernah tanya, kan?" Evan berusaha membuat dirinya terlihat tidak terlalu salah.
Kirani terdiam dengan pandangannya fokus ke depan. Dia sengaja mengabaikan pria di sebelahnya.
Evan menghela napasnya. "Aku harus apa supaya kamu maafin aku?" tanyanya dengan suara putus asa.
Kirani menoleh sambil tersenyum tipis, dia menggelengkan kepalanya, "Enggak ada yang perlu dimaafin, karena aku akan menganggap semua ini enggak pernah terjadi. Kamu cukup jauhin aku aja, juga Harry," katanya.
Embusan napas dari mulut Evan terdengar pelan, menoleh ke arah Kirani yang melempar pandangannya keluar jendela mobil sebelah kirinya. "Ok, aku akan kasih kamu waktu berpikir realistis. Aku GM di kantor, tapi aku juga Evan yang kamu kenal di luar kantor, Kira. Kenapa dengan itu?"
Tidak ada sepatah kata lagi yang keluar dari mulut Kirani setelah itu, sampai mereka tiba di parkiran apartemen. Kirani mengucapkan terima kasih dan segera berjalan menuju ke lift, meninggalkan Evan yang resah. Dia juga mengabaikan suara panggilan Evan di belakangnya.
Menjauh adalah tidak berteman juga, Van. Aku tidak mau membuat Harry berharap pada harapan kosong. Karena itulah Kirani selama ini menutup dirinya, demi menjaga hati anaknya. Kirani meyakinkan dirinya bahwa yang terbaik adalah menganggap Evan hanya sebagai bos di perusahaan tempatnya bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIRANI, JANDA CANTIK ITU
RomanceKirani Luna tidak menyangka akan jatuh cinta pada pria yang menyebabkan anaknya menjadi anak yatim. Hidupnya tidaklah mudah bahkan setelah bertemu dengan pria bernama Evan Barry Onneil yang begitu lengket dengan anaknya. Bagaimana Kirani mengatasi...