PERASAAN BERSALAH

36 3 0
                                    


Kirani mematikan ponsel dan membuang kartu SIM-nya. Dia harus segera mengganti lagi nomor ponsel yang baru—bahkan dia juga berniat untuk mengganti ponselnya, juga ponsel Harry. Pagi ini Kirani tidak jadi pergi ke taman untuk olah raga, dia sedang membuatkan sarapan di dapur. Pukul 6.30 pintu unitnya berbunyi dan Kirani terkejut mendapati Evan berada di depan pintunya.

"Kenapa enggak ke taman?" tanyanya dengan mimik kesal.

Wanita itu bahkan melupakan janjinya dengan Evan pagi ini. Alih-alih menjawabnya, Kirani mempersilakan Evan untuk masuk lebih dulu. Bertepatan dengan itu Harry juga keluar dari kamarnya, mereka bertatap muka dan Harry mengerutkan keningnya. Dia menoleh ke arah Kirani, "Ini pacar Mama ya?" tanyanya polos.

"Hussh Harry."

Entah kenapa dada Evan malah berbunga-bunga mendengar pertanyaan polos dari anak yang baru bangun tidur itu. Rasa kesal yang tadi berkecamuk di benaknya langsung memudar. Dia tersenyum ke arah Harry dan menebar pesonanya pada anak kecil itu, setidaknya jika dia tidak bisa memikat ibunya, dia harus mencoba melalui anaknya. "Hallo Harry," sapanya sambil mendekat.

"Hai," jawab Harry, "Om bener pacarnya Mama?" Dia mengulang lagi pertanyaannya.

Kirani hanya bisa mendengkus melihat kelakuan anaknya.

Evan mengangguk sambil melirik nakal ke arah Kirani. Wanita itu berdecak sambil menggelengkan kepalanya. "Kalau iya kenapa?"

Harry tersenyum senang. "Waah, akhirnyaa... Harry senang kalau Mama punya pacar, artinya sebentar lagi Harry akan punya papa," katanya penuh harap.

Evan sekali lagi terjebak oleh pertanyaannya sendiri. Tenggorokannya tiba-tiba saja menjadi kering sehingga dia kesulitan menelan salivanya. Walau sebelumnya dia sudah bertekad demikian—melindungi Kirani dan anaknya, tetapi untuk menggantikan ayahnya—apa itu mungkin? Evan menoleh pada Kirani yang pura-pura tidak mendengar harapan anaknya itu. "Om juga seneng kalau tiba-tiba punya anak sebesar ini," balas Evan asal.

"Ck, udah-udah dramanya. Ayo kita sarapan dulu," ajak Kirani mencoba menghentikan khayalan Harry akan sosok seorang ayah. Mana mungkin Evan yang akan jadi papanya? Cowok itu terlihat jauh lebih muda darinya dan kekanakan. Wanita itu berbisik pelan pada Evan saat melewatinya, "jangan suka memberi harapan palsu pada anak kecil."

Kening Evan berkerut, lalu dia menjawab dengan berbisik, "Bagaimana kalau itu bukan palsu?"

Mata Kirani membesar seolah memberi peringatan pada Evan untuk tidak meneruskan kalimatnya. Evan menurut dan mengangguk patuh. Dia ikut makan sarapan yang dibuat Kirani untuknya sambil berbincang ringan dengan Harry tanpa harus membahas soal pacar-pacar dan calon papa.

"Bagaimana kalau hari ini kita ke taman bermain? Dufan misalnya?" usul Evan.

Serta merta Harry menyambutnya sangat antusias. "Harry belum pernah ke Dufan, Ma. Plis Ma mau yah...." Anak itu mulai merengek pada ibunya yang melemparkan tatapan tajam pada Evan.

Pada akhirnya Kirani, Harry dan Evan sedang dalam perjalanan menuju ke Dunia Fantasi. Evan membeli tiketnya untuk mereka bertiga. Dan harry berlarian begitu riang dan gembira. Tidak ada yang lebih membuat Kirani senang selain melihat anaknya itu bahagia. Anak itu juga langsung akrab dengan Evan dan menempel terus padanya. Ini adalah pertama kalinya Harry begitu dekat dengan sosok pria yang dikenal Kirani. Sebelumnya tidak pernah ada pria yang begitu dekat dengan mereka seperti sekarang.

Harry ada dalam gendongan punggung Evan. Tangannya mengudara sambil bersorak gembira. Sepertinya hari ini anak itu puas sekali bermain. Evan membuka pintu mobil dan Harry melompat turun lalu masuk ke dalamnya. Lima belas menit kemudian anak itu sudah tertidur pulas.

KIRANI, JANDA CANTIK ITUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang