TEROR ITU MASIH ADA

31 4 0
                                    


"Harry tau kenapa Mama selalu menghindari Kakek Nenek," kata Harry sambil menatap ibunya.

"Kenapa?"

"Karena Kakek Nenek selalu marah-marah dan nyalahin Mama terus kan?"

Mata Kirani memanas dan mulai berkaca-kaca. Dia tidak mengira kalau Harry akan menjawab seperti itu. Apakah anak itu selama ini sebenarnya menyimak dengan apa yang terjadi? Namun, demi Harry dan Wisnu, Kirani menggeleng, "Enggak gitu... kakek dan nenek itu masih sedih banget karena ditinggal papa. Biar gimana papa itu kan anak mereka. Mungkin kalau mama sampai kehilangan kamu, mama bisa saja melakukan hal yang sama."

"Tapi mama enggak akan jahat ngebiarin darah dagingnya enggak punya rumah kan?"

Kirani mengusap kepala Harry dengan penuh cinta. "Tolong jangan penuhi kepala kamu dengan pikiran orang dewasa Sayang, belum saatnya. Pikirin aja tuh koleksi buku antariksa kamu mau ditambah lagi atau enggak...."

"Mamaa... Harry itu udah gede, bisa mama ajak tukar pikiran lho. Bisa Mama jadiin tempat curhat juga. Mama mau curhat sama siapa lagi kalo bukan sama anaknya?" katanya lucu karena terkesan dewasa.

"Ya ampuun, kenapa anak Mama jadi sok tua begini ya?"

Benar juga kata Nina, pikir Kirani.

"Lagian Mama si enggak mau punya pacar juga."

"Heeyy...."

"Harry udah bilang belum kalau Pak Amrin itu sering tanya-tanya Mama terus. Dia baik banget lho Ma."

"Ish. Plis jangan jodoh-jodohin Mama sama Pak Amrin ya, Mama enggak mau jadi canggung nanti."

"Pak Amrin ganteng juga kok, kalo diperhatiin...."

Kirani tertawa sedikit dan membuat Harry menoleh sambil mengernyitkan dahinya. "Iyaaa ganteeeng... Mama kan enggak bilang apa-apa."

Ibu dan anak itu menghabiskan waktu mereka untuk bersenang-senang di kota Bandung, menikmati kuliner dan berwisata ke tempat-tempat yang menurut internet adalah tempat yang bagus dan wajib dikunjungi. Selepas magrib mereka sudah berada di stasiun kereta untuk kembali ke Jakarta. Di perjalanan Harry tertidur lelap karena kelelahan. Anak itu melanjutkan lagi tidurnya selama perjalanan ke apartemen dan sulit sekali dibangunkan ketika sudah tiba di lobi.

Terpaksa Kirani harus menggendongnya dan menanggalkan tas bawaannya di bagian recepsionis. Di waktu seperti itu tiba-tiba saja Evan muncul di hadapannya. Naluri pria dari Evan keluar begitu saja melihat Kirani yang kesulitan menggendong Harry. Tanpa diminta dia menyodorkan tangannya menawarkan bantuan untuk menggendong anak dengan berat 17 kilogram itu . Kirani menerima bantuan tulus tersebut dengan menyerahkan Harry pada pria tegap di depannya. Evan dengan mudah membawa Harry di dadanya, sementara Kirani berlari ke recepsionis untuk mengambil tas-tas bawaannya tadi.

Mereka masuk ke dalam lift dan Kirani menekan angka 8. Evan bersorak dalam hati mendapat kesempatan emas untuk berkunjung ke apartemen Kirani secara kebetulan. "Kalian dari mana?" tanya Evan.

"Jalan-jalan."

Keluar dari lift, ponsel Kirani berdering lagi, nomor yang tadi sempat meneleponnya. Wanita itu mengabaikan panggilan tersebut dan melangkah menuju pintu apartemen yang berada di bagian paling ujung. Kirani membuka pintunya dan mempersilakan Evan untuk masuk.

"Ehm, suami kamu?" tanya Evan pura-pura.

Kirani menggeleng sambil tersenyum, tapi dia tidak berkata apa-apa. Kirani berjalan menuju kamar Harry dan membuka pintunya, memohon agar Evan membaringkan Harry langsung di atas tempat tidurnya. Pria itu meletakkan Harry dengan perlahan sementara Kirani membuka sepatu anaknya, juga dengan cara yang pelan.

KIRANI, JANDA CANTIK ITUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang