BERDIRI SENDIRI

37 3 0
                                    

Kirani sudah mengganti ponsel dan tidak memberitahu alamat barunya pada siapa pun kecuali Nina. Wanita itu memang sengaja dan berniat lepas dari keluarga Wisnu, karena teror mereka yang mengganggu ketenangan dia dan anaknya. Namun, ternyata tindakannya itu tidak cukup untuk membuat dirinya lepas dari kejaran keluarga suaminya, buktinya mantan mertuanya bisa menemukan Kirani dan Harry, walau harus membutuhkan waktu yang cukup lama—kurang lebih lima tahun.

Dan saat ini, hati Kirani sedang bersyukur dan mengucapkan terima kasih atas gangguan Bapak Ketua RT yang datang ke rumahnya. Pria itu mungkin tidak sadar sedang menyelamatkan salah satu warganya yang sedang diintimidasi dan tidak bisa melawan.

"Maaf Bu Kirani, itu di depan rumah mobil tamunya ini ya?" tanya Ketua RT.

"Iya Pak. Kenapa ya?"

"Maaf Bu." Pria itu melihat ke arah mertua Kirani, "saat ini kami sedang melakukan pengaspalan jalan, mohon bapak ibu bisa memindahkan mobilnya ke lapangan bulu tangkis di ujung jalan sana, Pak. Daripada nanti terjebak tidak bisa pergi ke mana-mana atau bannya bisa menempel di aspal? Hehe... kan kasian mobilnya," sambung Pak RT nyeleneh.

"Huh? Ada pengaspalan??" Mantan mertua laki-laki mengerutkan dahinya sambil menatap ketua RT dengan kesal. "Mau aspal jalan kok mendadak begini!"

"Eh mohon maap Pak, kami sudah mengumumkan jadwal ini seminggu yang lalu. Bu Kirani juga pasti tau, orang semua warga kita kasih surat edaran sekaligus pengumuman resmi di grup RT kok. Bapak Ibu kan tamu, jadi wajah lah kalau enggak tau. Enggak papa," ucap ketua RT dengan logat betawi yang keluar.

"Ck! Ada-ada aja jalanan sempit pake diaspal segala!" umpat mantan mertua perempuan.

"Kalo gitu, maaf banget Ma Pa, kita bisa bicara lain kali saja," ujar Kirani berharap keduanya segera pulang saja. sesungguhnya dia tidak ingin lagi berurusan dengan keluarga almarhum suaminya itu. Terlebih kalau hanya membahas harta saja.

"Kamu ngusir kita, Kira?" tuding ibu mertua. "Hey Kirani... jangan dikira kami enggak tau ya kalau kamu dapat uang lima belas juta setiap bulan! Ke mana aja tu uang, huh? Harusnya uang itu bukan hanya milik kamu lho!"

Kirani tertegun dan bingung kenapa mantan mertuanya itu selalu saja menuduh bahwa dialah yang ingin menguasai uang Wisnu sekaligus penyebab kematian mendiang suaminya itu. Kirani cukup syok mendengar bahwa mantan mertuanya itu tahu jumlah persis jumlah ganti rugi yang diterimanya setiap bulan.

Dari mana dia tahu? Batin Kirani.

"Kami enggak mau tau, pokoknya uang itu, Risa sebagai adik Wisnu harus dapat bagian! Atau kami akan minta polisi untuk membuka lagi kasus ini!" ancam sang ayah mantan mertua.

Bapak Ketua RT terkejut mendengar warganya diintimidasi, dia bergerak masuk berusaha untuk menengahi. "Eh Pak-Pak... ya Allah, pagi-pagi udah darah tinggi aja. Enggak baik marah-marah di rumah orang Pak, Bu," ujarnya, "semua masalah bisa dibicarakan baik-baik, apalagi dengan keluarga sendiri...."

"Enggak usah ikut campur ya Pak! Asal bapak tau, wanita ini sudah mengambil semua hak kami sebagai orang tua dari suaminya," oceh sang ibu tidak kalah keras.

Mengambil semua hak?

Apa bukan sebaliknya?

"Astagfirullah... Bapaak Ibu yang terhormat. Sepertinya ini memang urusan keluarga, tapi Bu Kirani ini warga saya dan saya sebagai ketua RT berhak melindungi warga saya dari teror-teror seperti ini. Kan bisa dibicarakan secara damai—kekeluargaan, kalau perlu pakai perantara yang netral, misalnya pengacara. Enggak marah-marah beginii Bu..." tukas Pak RT merasa prihatin, "tapi sekarang mohon Bapak Ibu pindahkan dulu mobilnya," sambungnya seraya menggerakkan tangan menuju ke pintu—seolah mempersilakan suami istri itu untuk keluar.

KIRANI, JANDA CANTIK ITUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang