TAKDIR BARU

38 4 0
                                    

Sementara di belahan dunia yang lain. Evan Barry Onneil baru saja merayakan kelulusannya. Pria itu sedang berdebat hebat dengan seorang gadis. Evan akan berusia 23 tahun dalam di bulan depan, dan berniat untuk segera pulang ke Indonesia. Namun, sang kekasih—Teresa, yang juga berasal dari Indonesia menginginkan agar Evan merayakan ulang tahunnya di Los Angeles saja. Teresa bahkan mengancam akan meninggalkan Evan jika dia benar-benar pulang ke Indonesia.

"Kita putus Van! Dan kamu pasti akan kesulitan tanpa aku!"

"Fine...." Evan tidak memedulikan Teresa yang notabene adalah wanita yang selalu mendapat dukungan ibunya itu.

Ayah Evan, Edward Thomas Onneil begitu senang ketika Evan menyatakan kesediaannya untuk bekerja di perusahaan miliknya. Ini karena Evan adalah pewaris tunggal bisnis yang sudah Edward rintis dari muda. Pria itu menganggap Evan sudah banyak perubahan dan menjadi pribadi yang dewasa. Pria yang menjabat sebagai Presdir sekaligus CEO di perusahaan property miliknya itu menempatkan Evan sebagai Manajer Umum untuk mengawasai jalannya semua kegiatan operasional perusahaan—Onneiland Development.

Namun, Edward lebih berpikiran terbuka soal Teresa. Dia tidak memaksakan wanita itu untuk menjadi menantunya. Terlebih Evan tidak lagi tahan dengan sikap manja Teresa yang berlebihan.

"Papa rasa keputusan kamu sudah benar. Teresa memang terlihat bukan wanita yang cocok untuk kamu." cetus Edward. Pria itu menepuk pundak anaknya, "kamu akan bertemu wanita yang lebih baik," doanya sungguh-sungguh.

Evan mengangguk sembari mengusap meja kerjanya dari debu tipis yang terlihat. "Ya, thanks Pa."

Edward menghela napas lega. Sejak kepulang Evan ke Indonesia, dia sudah mempersiapkan segalanya untuk anak tunggalnya itu. Ruangan kerjanya sudah dia siapkan, apartemen untuk Evan tinggal sendiri pun sudah disediakan. Anaknya itu pasti butuh privasi dan sudah terbiasa tinggal sendiri. "Soal Teresa biar Papa yang bicara sama Mama," katanya.

"Ok," sahutnya sambil duduk di kursi dan memutar dirinya sambil tersenyum. "Tapi Papa bakalan cariin asisten buat aku kan?"

Dahi Edward berkerut. "Deko adalah asisten yang handal dan serba bisa, kamu bisa pakai dia."

Alis Evan meninggi. "Huh? Deko asisten Papa?"

Edward mengangguk, "Iya, kenapa?"

"Masak asisten cowok Paa... biar Evan cari lagi yang perempuan lah...."

"Ck. Deko itu bisa sekalian jadi pembimbing kamu. Dia udah ikut Papa cukup lama dan sudah ngerti seluk beluk perusahaan. Pakai Deko dulu saja. Kalau kamu sudah bisa membuktikan kerjaan kamu, baru cari asisten sesuai kriteria kamu, nanti."

Evan menarik napas panjang dan tidak bisa membantah pria yang sedang berperan sebagai atasannya itu. Satu-satunya jalan adalah dia harus menuruti perintah pria itu, sekalipun dialah pewaris satu-satunya perusahaan ini. Tidak lama masuk seorang pria berusia sekitar 30-an, berkacamata, rambutnya sedikit ikal dan dibelah pinggir. Penampilannya antara formal dan casual, karena Deko menggunakan kaus di balik jas warna coklatnya. Pria ini ternyata cukup tampan di mata Evan.

"Selamat pagi Pak Evan," sapanya formal.

"Ck, sepertinya lebih pantas kamu yang dipanggil Pak daripada saya," jawab Evan. "Panggil nama aja! Biar lebih enak."

Deko mengangguk, "Ehm, sejujurnya agak aneh kalau harus panggil nama. Tapi saya akan coba, kalau itu yang Anda mau." Pria itu memperhatikan sosok Evan yang akan menjadi bos-nya. Anak itu memang telah banyak berubah, fisiknya menjadi lebih tinggi dan lebih kekar dari terakhir kali dia melihatnya—lima tahun yang lalu. Malah bisa dibilang fisiknya melebihi usianya sekarang—lebih matang. "Anda banyak berubah Pak Evan."

KIRANI, JANDA CANTIK ITUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang