Keringat membasahi sekujur tubuh Evan ketika terbangun dari mimpi buruknya di tengah malam. Sejak lima tahun yang lalu, mimpi ini selalu menghantui tidurnya. Laki-laki dengan tubuh yang berlumuran darah mendatanginya, laki-laki itu memohon agar Evan segera bertobat dan minta maaf pada istri dan anaknya. Lalu bayangan wanita menangis tersedu sambil mengendong seorang bayi muncul dalam mimpi Evan. Sorot mata wanita itu tajam ke arahnya, penuh amarah dan dendam. Tiba-tiba saja wanita itu berlari ke arahnya dan menghunjamkan belati ke tubuh Evan secara membabi buta.
Mimpi yang sama dan berulang-ulang ini terus dia alami sejak musibah yang menyebabkan dia harus pergi dari Indonesia itu. Bahkan Evan sempat harus datang ke psikiater untuk mengatasi masalah tidurnya itu. Hanya saja kemunculan wanita dalam mimpinya itu baru terjadi beberapa bulan belakangan ini.
Evan meneguk gelas berisi air untuk membuat dirinya kembali tenang. Ketika dia hendak kembali ke pembaringan, tiba-tiba dia teringat bahwa wanita yang dia lihat hari ini adalah wanita yang ada di dalam mimpinya—wanita yang ingin membunuhnya karena dia sudah menyebabkan suaminya meninggal. Pria itu menggelengkan kepalanya, menolak teorinya sendiri.
Tidak mungkin, bantahnya dalam hati. Penampilan wanita tadi sangat berbeda dengan wanita yang ada dalam mimpinya. Wanita di mimpinya terlihat begitu penuh dendam dan amarah, tapi wanita tadi kelihatan sebagai wanita yang tidak mengalami masalah dalam hidupnya. Sementara menurut informasi yang Evan terima tentang keluarga korban tabrak larinya, mereka adalah pasangan suami istri biasa.
Atau aku yang salah lihat?
Bisa jadi.
Evan membuka korden kamarnya, di hadapannya terpampang pemandangan gedung-gedung pencakar langit dengan lampu-lampu yang memukau di kejauhan. Apartemen Evan berada di lantai paling atas gedung apartemen ini, yang juga notabene adalah milik ayahnya. Entah sudah berapa banyak gedung-gedung pencakar langit yang dibangun oleh perusahaan ayahnya di kota besar ini. Sejak kecil Evan seringkali diajak orang tuanya untuk melihat-lihat lokasi yang akan dibangun gedung tinggi. Dari sebidang tanah, lalu menjadi sebuah gedung pencakar langit yang kokoh dan megah. Bahkan ayahnya juga mulai merambah kota-kota lain di negeri ini. Pria itu membiarkan kordennya terbuka dan tidak tidur lagi sampai pagi menjelang.
Setelah menali sepatunya dengan benar, Evan bergegas menuju ke pintu dan berniat untuk lari pagi sebelum harus berangkat ke kantor. Dia hanya akan berputar-putar di area jogging yang ada di taman gedung ini. Ini masih jam 5.00 pagi, harusnya tempat tersebut juga tidak akan terlalu banyak orang. Dengan menggunakan earbuds (earphone tanpa kabel—dengan bluetooth) Evan berlari kecil menyusuri jogging track yang ada dan berpikir dia sendirian di area tersebut. Namun, ternyata ada seorang wanita yang juga sedang berlari kecil menyusuri jogging track itu—dan dia berada di depan Evan.
Tiba-tiba Evan memelankan ritme larinya hanya karena jantungnya yang kembali berdetak dengan keras. Perasaannya mengatakan bahwa wanita di depannya itu adalah wanita yang sama dengan yang dia lihat kemarin. Makin lama Evan semakin memelan sampai akhirnya berhenti melangkah ketika wanita itu juga berhenti. Evan hanya bisa bergeming kaku ketika melihat wanita itu berbalik arah kepadanya dan menatapnya bingung. Pria itu benar-benar kikuk dan salah tingkah, terlebih ketika Kirani mengangguk sambil tersenyum padanya.
"Pagi...." Kirani menyapa lebih dulu.
Giliran Evan yang bingung harus membalas apa. Lalu entah setan apa yang merasukinya, Evan malah melewati Kirani Luna begitu saja tanpa membalas sapaan Kirani, apalagi memberi senyuman.
Ck, bego! Maki Evan pada diri sendiri. Bukannya lo mau mastiin itu cewek yang sama bukan sama yang ada di mimpi lo!
Terus gimana kalo bener dia adalah cewek yang sama?
KAMU SEDANG MEMBACA
KIRANI, JANDA CANTIK ITU
RomanceKirani Luna tidak menyangka akan jatuh cinta pada pria yang menyebabkan anaknya menjadi anak yatim. Hidupnya tidaklah mudah bahkan setelah bertemu dengan pria bernama Evan Barry Onneil yang begitu lengket dengan anaknya. Bagaimana Kirani mengatasi...