Bel kelas berbunyi. Bersamaan Jia merapikan mejanya dan memasukkan barang ke loker meja dan sebagian lagi langsung di masukan ke dalam tas, Jia menoleh kearah teman biasa yang mengajaknya ke kantin bersama. Jia ingin menghampiri lebih dulu mengajak ke kantin, tapi mereka keluar begitu saja tanpa menoleh ke Jia.
Yah berharap apa sama teman cuma kilasan aja. Kadang ngobrol kadang engga. Kadang bersama kadang engga. Berkemungkinan karena mereka kurang menyukai Jia yang kalau di ajak bicara kurang bagus dalam merespon. Tapi kan Jia tahu mereka bukan tipe anak yang mengambil hati.
Memikirkan itu di mana salahnya, Jia mengurungkan sebentar niatnya ke kantin. Sembari mengecek handphone. Tak ada pesan dari Amat, ataupun yang lain. Jia menghela nafas. Sesaat kemudian yang tersentak karena colekan dari jemari seseorang. Jia melirik orang itu.
"Gak kantin?" tanyanya langsung. Di samping badannya Jia berdiri, lalu bergerak menghadap Jia berdiri di sebelah meja.
"Belum." jawab Jia. Sembari memasukkan ponselnya ke kantong seragam.
"Amat gak ke sini ?"
"Lagi engga."
Bagas memangut-mangut.
"Kalo teman baru lo itu ?"
"Siapa?"
Bagas mendesis. "Caca."
"Engga juga."
"Kenapa engga?"
Jia berdecak karena Bagas yang banyak tanya. Tapi walau begitu ia tetap menjawab dan memperjelas agak panjang. "Ya karena engga. Kalau di jemput ya bareng ke kantin, tapi kalau engga ya engga. Kalo lo tanya lagi kenapa gak gue yang jemput, ya gue gak mau ke lantai kaka kelas lah. Malas apalagi cuma sendirian."
"Hmm.."
"Yaudah yuk sayang sama gue." balas Bagas menawarkan diri dengan tersenyum.
Jia yang diam berpikir, hanya mengangguk pelan bangkit dari duduknya. Bagas mensejajarkan langkah Jia dengan pergelangan merangkul bahu Jia.
Jia yang risih ingin menyingkirkan tapi Bagas bersuara yang membuat Jia membiarkan saja.
"Gak suka sayang? Daripada gandengan tangan kan kayak jadi pacaran jadinya, rangkulan gini lebih baik daripada jalan saling jaga jarak gak suka gue mah gitu sayang. Terlalu culun."
"Sayang.." panggil Bagas lagi. Jia hanya diam.
Yang mana langkah mereka membuat jadi perhatian sebagian yang tak menyukai Jia.
"Eh mereka bareng?"
"Gatau lihat aja tuh langsung."
"Rumor beredar dia pacaran sama senior kelas, eh barengnya sama si cowok lain."
"Orang dia gila cowok kayaknya."
Jia tak memperdulikannya kata-kata mereka walau jauh dalam hatinya begitu memikirkan. Kayak, emang kenapa sih salah ya dirinya bersama Bagas?
"Lo gak papa di bicarain sama teman sendiri sayang?"
"Emang gue punya teman, engga deh. Lagian ya yaudah lah selagi gak buat gue rugi juga."
Bagas hanya diam tak merespon. Beberapa saat saling diam, seseorang dari arah berlawanan dua cowok mencegat langkah mereka.
Jia sendiri yang melihat cowok kemarin malam lusa, si Ferel itu langsung membuang mukanya.
"Eh Gas. Caca nyari lo."
"Katanya kalau lo mau ATM hari ini aja, dia nunggu lo di kelas."
"Kemarin gue samperin malah bertingkah dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jia
Teen Fictionuntuk perempuan seperti aku, di sayangi karena keinginan bukan ketulusan seakan tak jadi masalah karena aku sendiri sadar bahwa ketulusan yang sebenarnya aku cari di kamu, ada di keberuntungan aku memiliki kamu. "Kamu berbeda dari lelaki lain" -wal...